Pagi sekali seorang gadis cantik telah rapi dengan setelan sailor yang kedodoran di tubuh idealnya. Rambutnya tergerai bebas, lurus sempurna tanpa bantuan catokan. Membuat gadis yang berambut ikal bahkan keriting merasa iri. Tapi tenang saja, hanya segelintir orang yang merasa iri dan itu pun hanya orang yang mengenalnya. Untuk saat ini.
"Selesai ... mari pergi!"
Seperti biasa paginya dipenuhi dengan semangat menggebu. Padahal jika diamati, jam dinding di kamarnya masihlah menunjukkan pukul 07.00 AM, yang artinya masih terlalu pagi untuknya pergi ke sekolah yang jaraknya dekat dan jam masuknya pukul 09.00 AM.
Kakinya melangkah pasti disepanjang trotoar jalan. Hatinya riang terlihat dari raut wajahnya yang tak pernah melunturkan senyum manis. Suasana mendukung ketika kelopak bunga Sakura berguguran menimpa wajahnya yang menengadah. Indah ... paginya sempurna ... langit biru secerah hatinya, merah muda sakura seperti wajahnya yang tersipu. Dengan suasana hati yang riang, tanpa terasa kaki mungilnya sudah berada di gerbang sekolah yang menjulang tinggi.
"Selamat pagi," si penjaga sekolah menyapa dengan ramah, sementara Hinata menghentikan langkahnya ketika mendengar sapaan tersebut. "Seperti biasa, selalu menjadi yang ke-2."
Hinata tersipu, ia sangat tahu siapa penghuni paling pertama sekolahan. Seorang kakak kelas yang berwajah mulus tanpa cacat seperti oppa-oppa yang banyak digandrungi kaum gadis seumurannya.
"Kalau begitu, aku permisi dulu pak Genma." Mereka saling membungkuk, lalu Hinata melangkahkan kakinya memasuki pekarangan sekolah.
Sekolah tempatnya menimba ilmu sangatlah luas. Ada pertigaan jalan yang bercabang ketika siswa sudah berada di pertengahan halaman depan sekolah. Jalur kiri menuju gedung berbagai macam klub. Jalur tengah gedung belajar dan ruang guru. Sedangkan jalur kanan, terdapat lapangan dan gedung olahraga.
Hinata celingak-celinguk, menatap waspada pada setiap sudut. Walaupun sudah jelas penjaga sekolah berkata dia makhluk ke-2 yang datang ke sekolah, namun tetap saja ia harus waspada pada setiap kejadian yang tidak bisa diprediksi.
Dirasa aman, kaki mungilnya berbelok ke jalur sebelah kiri. Langkah kaki yang awalnya pasti sekarang melambat begitu saja seiring detak jantung yang tak beraturan. Wajahnya seperti menjadi air terjun buatan akibat derasnya keringat dingin yang mengucur. Rasa dingin seketika menjalar di telapak tangan. Bukan karena ia akan bertemu hantu. Ia hanya berdiam diri, mengintip seorang pemuda yang seperti 'oppa' sedang asik membuat boneka kayu di ruang klub seni. Oh tidak, Hinata paling benci situasi seperti ini. Ia merasa menjadi pengecut. Namun, ia bisa apa? Jika berdekatan, responnya akan lebih buruk dari ini. Bisa-bisa jantungnya berhenti berdetak karena saking kesenangan.
"Kyaaa ... kak Sasori memang selalu menawan," pekikkannya teredam karena mulutnya tertutup tangan sendiri.
Hinata tak pernah bosan dengan kegiatannya yang setiap pagi seperti ini. Datang pagi, mengintip kakak kelas tampan dan pergi setelah satu jam mengintip. Bukan karena pegal, namun teman dekat sang kakak kelas pasti hadir sekitar pukul 08.15 AM.
Nah, belum lama ia pikirkan, teman sang kakak kelas terlihat berjalan menuju ruang klub. Hinata segera berlari dari sana, ia bersembunyi di balik pilar gedung, memperhatikan bagaimana sang kakak kelas dengan rambut pirang itu memasuki ruang klub terlebih dahulu, barulah ia pergi menuju kelasnya.
.
Sementara di tempat lain, seorang pemuda masihlah bergelung nyaman di dalam selimut tebal bercorak tim sepak bola kesayangannya--MU. Kepalanya menggantung di pinggir ranjang dengan menengadah membuat mulutnya menganga lebar dengan air liur yang menetes menimpa karpet bercorak sama dengan selimut kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colorful ✔
FanfictionNaruto belongs Masashi Kishimoto Saya tidak mendapatkan keuntungan materiel dari cerita ini selain kepuasan Rate T Naruto tukang gonta-ganti pacar, namun tak tersentuh sama sekali. Aneh bukan? Hanya ada satu alasan dibalik sifatnya yang playboy dan...