Part 8

612 132 24
                                    

Naruto selalu menepati apa yang ia ucapkan, terbukti dengan tidak pernah absennya ia berada di sisi Hinata. Dimana ada Hinata, disitu ada Naruto. Mereka bagaikan lem dan kertas, sendok dan garpu atau mungkin bunga dan lebah.
Sepertinya bunga dan lebah lebih cocok. Karena Naruto seperti lebah yang terus mendekat pada bunga.

Awalnya Hinata merasa risi, dia selalu berusaha menghindar dari Naruto yang selalu ada dimana-mana. Namun, seriring berjalannya waktu, Hinata sudah mulai terbiasa. Bahkan ia sampai melupakan kegiatan paginya untuk melihat Sasori.

"Panas sekali ... sepertinya makan es krim enak." Hinata mengibas-ngibaskan tangannya, sepertinya pilihan untuk singgah sejenak di taman di tengah hari begini ide yang kurang pas.

"Tunggu di sini!" Naruto berdiri dari duduknya lalu pergi begitu saja tanpa mengutarakan maksudnya pergi.

Hinata melongo, tapi dia tetap menurut untuk tetap menunggu Naruto di salah satu bangku taman. Hinata menengadah, menatap awan putih yang berjalan mengikuti arah angin. Jika dipikir kembali, pertemuannya dengan Naruto terbilang lucu. Naruto kecelakaan tak jauh dari rumahnya, ia bahkan sempat tertendang ketika mengobati kaki Naruto. Hinata terkekeh lucu, tapi tak lama ia memberengut ketika mendapati Naruto yang sulit sekali untuk dibangunkan. Lelaki itu tidur seperti orang mati. Hinata menggeleng pelan, tapi tak lama wajahnya bersemu ketika tanpa sengaja mengingat ketika bibir mereka bertemu.

"Aku mau gila rasanya." Hinata semakin mengibaskan tangannya di depan wajah. Rasanya wajahnya semakin panas saja.

"Kenapa kamu mau gila?" Naruto datang menyodorkan es krim vanilla tepat di depan wajahnya.

Hinata sedikit tersentak, namun ia segera menerima es krim tersebut dengan sungkan. "Jadi kamu pergi beli es krim?"

"Kamu bilang ingin es krim."

"Aku hanya berkhayal."

"Aku hanya mengabulkan khayalanmu."

"Jadi, kamu seperti jin di cerita aladin ya?"

"Kenapa gak doraemon aja sekalian?"

"Doraemon hanya meminjamkan alat, bukan mengabulkan keinginan."

"Kalau begitu peri di film cinderella?"

"Lucu jika kamu berpakaian ala ibu peri."

"Ya sudah Cosmo saja."

"Cocok ... peri bodoh yang ceroboh." Hinata tertawa geli, sementara Naruto memberengut sebal.

"Aku tahu ... aku bodoh, tapi tidak usah diterangkan begitu."

Hinata sontak menutup mulutnya, "Maaf ... maaf ... aku gak tahu kalau kamu bodoh."

Naruto melongo, kenapa gadis ini kalau ngomong gak di filter? Dia polos apa bodoh?

"Es krimnya enak."

"Karena gratis."

"Dan gak perlu capek jalan."

"Ternyata kamu cerewet juga ya!?"

"Karena aku udah merasa dekat dengan Naruto-kun."

Naruto mengulum senyum, mendapat pengakuan dekat dari mulut Hinata membuatnya senang. Ditambah lagi wajah bahagia Hinata menjilati es krim, rasanya membuat hatinya damai.

"Yaahhh ... sudah habis," wajah Hinata tertekuk mendapati es krimnya sudah tandas dengan cepat.

"Nih ... punyaku masih banyak." Naruto menyodorkan es krimnya pada Hinata.

Hinata menoleh, menggigiti bibir dalamnya sembari menatap bergantian antara es krim dan wajah Naruto. "Kau rela?"

Naruto mengangguk yakin, "Tentu saja. Ambillah!"

Colorful ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang