Part 5

619 126 22
                                        

Sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, akhirnya akan tercium juga. Itu yang dialami Naruto sekarang. Sekeras apapun ia berusaha menutupi fakta tentang kecelakaannya, akhirnya sang ibu mengetahuinya juga.

Sang ibu curiga dengan anaknya yang tak pulang hingga 3 hari dan dicek ke sekolah ternyata putra semata wayangnya tersebut sudah absen selama 2 hari. Kemana si pirang itu berada? pikir ibunya. Maka hal selanjutnya yang Kushina lakukan adalah mendatangi kediaman para sahabatnya termasuk Sasuke.

Kushina menggeram marah ketika mendapati kepala pirang sang putra menyembul di balik sofa, putranya itu sedang asik menonton film action. Namun, ketika atensinya mendapati banyak luka di tubuh sang anak, kekhawatiran jelas terpatri di wajah cantiknya.

"Kenapa kau bisa seperti ini?"

Naruto terperanjat kaget, dengan patah-patah ia menoleh ke belakang. "Eh, ibu ... sebuah cengiran di berikan untuk menutupi kegugupannya ... hanya terjatuh."

"Astaga ... kenapa tidak pulang? Kalau di sini kau akan merepotkan Mikoto."

"Hanya ada aku dan Sasuke, mereka sedang keluar kota."

"Itu lebih parah lagi, kau merepotkan temanmu yang tidak bisa apa-apa itu." Kushina terlalu berlebihan dalam hal ini. Sasuke hanya tak bisa merawat orang sakit, bukan berarti ia tak bisa dalam segala hal.

"Ibu berlebihan."

"Kemasi barangmu, kita ke rumah sakit sekarang!"

"Tidak! Aku tidak suka rumah sakit."

"Lukamu harus diperiksa Naruto!"

"Sudah bu, dokter Orochimaru sudah memeriksaku kemarin. Tidak ada yang serius, hanya luka luar saja. Sasuke juga selalu membantuku mengganti perban," jelas Naruto apa adanya.

Kushina mendesah lega, "Syukurlah, tapi tetap saja kau harus pulang. Kau masih punya rumah dan orang tua, jika kau lupa."

"Justru itu aku enggan pulang."

"Kau sudah bosan hidup?"

"Aku takut ibu menghukumku seperti kasus kecelakaanku ketika balap liar."

Kushina mendesah lelah, "Itu dua hal yang berbeda. Kau berbohong dan pergi mengantarkan nyawamu di balap liar. Itu berbahaya Naruto. Kali ini berbeda, kau murni terjatuh bukan karena ugal-ugalan di jalan. Jadi, mana mungkin ibu memberikan hukuman? Toh kau sudah berusaha berhati-hati."

Naruto cuma nyengir, diakuinya terlalu khawatir dengan kemarahan sang ibu yang sama sekali tak mendasar. Maka dengan itu, ia pulang bersama sang ibu ke kediaman Uzumaki.

.

Beberapa hari telah berlalu, keadaan Hinata cukup baik dan menjalani hari dengan normal. Pergi ke sekolah di pagi buta. Mengintip sang kakak kelas pujaan hati. Belajar dengan baik, lalu kembali ke rumah. Hidupnya yang monoton itu terasa sempurna. Apalagi sudah beberapa hari pula ia tak mendapati Naruto di sekolah. Ia merasa lega karena tidak perlu malu ketika melihat wajahnya. Di sisi lain, ia pun merasa khawatir dengan keadaan lelaki pirang tersebut. 

Bagaimana dengan luka-lukanya?

Apa sudah sembuh?

Mendesah kecil, ia tak mengerti kenapa dirinya harus memikirkan Naruto yang bahkan tak mengenalinya sama sekali. Bahkan dia belum memberitahukan namanya.

"Ah, sudahlah."

Ya, mau bagaimana lagi? Semua terjadi dengan tiba-tiba. Lagi pula apa yang perlu di cemaskan dengan Naruto yang tak mengetahui namanya? Toh, Naruto itu playboy sekolah yang tak akan tertarik dengan dirinya yang hanya kaum anak biasa. Pacar Naruto dan mantan-mantannya terdahulu adalah gadis-gadis populer dan pintar.

Colorful ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang