Part 12

916 115 47
                                    

Anggap saja Naruto lelaki plin-plan, baru saja kemarin dia berkata tidak akan mengganggu Hinata, tapi pagi ini dia sudah bersender pada pagar rumah Hinata dengan seragam yang selalu berantakan. Ya, Naruto memutuskan untuk kembali berjuang apa pun risikonya. Seperti yang ibunya bilang kemarin ketika melihat penampilannya yang sangat buruk.

"Setelah hujan akan datang pelangi. Jikapun tidak ada pelangi, matahari akan kembali menampakkan diri dan membuat langit kembali cerah."

"Ya, aku hanya tinggal berjuang untuk melewati situasi sulit ini. Usaha tidak akan menghianati hasil 'kan?" Gumam Naruto dengan mengepalkan tangannya ke udara. Selain petuah ibunya, Naruto juga mengingat ucapan Shikamaru yang selalu pedas padanya, tapi terselip pesan di dalamnya. Suasana hatinya terlalu buruk kemarin, hingga ia bersikap implusif.

Di tengah lamunan singkat di pagi hari itu, atensi Naruto teralihkan pada seseorang yang baru saja menutup pintu. Naruto mengulas senyum terbaiknya ketika melihat Hinatalah yang tertangkap pandangan mata.

Berbeda dengan reaksi Hinata, gadis itu tetap bersikap cuek--memilih untuk tidak melihat sosok di depannya itu.

Cukup abaikan saja, nanti dia lelah sendiri.

Ia terus merapalkan kata-kata keramat dari Tenten dalam hatinya. Jika selalu diabaikan, seorang lelaki akan lelah pada akhirnya karena lelaki itu akan menganggap jika si gadis tak menyukainya.

Naruto hanya bisa mendesah lelah, tapi dia tidak akan goyah begitu saja. Dirinya tidak pernah kalah dalam menggaet seorang gadis. Maka, ia juga akan mengerahkan segalanya agar Hinata kembali meliriknya bahkan berbicara padanya.

Hinata berjalan cepat dan Naruto mengikutinya dari belakang tanpa berbicara sepatah katapun. Naruto hanya akan memberikan waktu untuk Hinata sekarang ini.

Setiap hari, Naruto mengikuti Hinata kemana pun. Pagi sekali dia akan menunggu gadis itu di rumahnya. Naruto mulai terbiasa bangun pagi semenjak mengenal Hinata. Setelahnya ia mengikuti Hinata sampai kelas gadis itu, kembali lagi ketika jam istirahat, mengikuti Hinata pulang, bahkan Naruto tak segan mendatangi rumah Hinata di hari libur.

Beruntung jika orang tua Hinata ada di rumah, dia akan dipersilakan masuk bertemu dengan Hinata. Ya, walaupun tidak ada percakapan yang berarti karena setiap Naruto ingin memulai obrolan, Hinata dengan segera memakai headset sembari membaca buku.

Namun, jika orang tua Hinata tidak ada, dia hanya bisa berdiam diri di luar; kedinginan, kepanasan hingga perut keroncongan seperti sekarang ini.

"Bagaimana ini? Dia gak pergi juga." Hinata mengintip dari balik tirai jendela di kamarnya dengan sebelah tangan yang setia menggenggam ponsel yang menempel di telinga sebelah kiri. Di bawah sana, Naruto masih setia bergeming menyender pada motor sport kesayangannya. Dan ini, sudah memasuki minggu ke-2.

"Usir saja!" Ucap Tenten dari seberang telepon.

"Kamu tahu sendiri aku sudah sering mengusirnya, tapi dia malah bilang 'lakukan saja kegiatanmu, anggap saja aku tidak ada' selalu seperti itu."

"Apa mungkin dia beneran suka kamu?" Hinata bergeming membuat Tenten berteriak histeris. "Apa aku benar? Apa dia pernah menyatakan cintanya padamu?"

"Sudahlah, kamu hati-hati di jalan."

"Hei, kamu mengalihkan pembicaraan. Aku benar kan? Dia sudah ___

Bip

Hinata mematikan sambungan telepon secara sepihak, membuat Tenten mencak-mencak di tempatnya.

Tenten

Jika kalian memang saling suka, kenapa gak pacaran aja?

"Ck, apa dia lupa kalau ___ ucapan Hinata terhenti ketika Tenten kembali mengirim pesan.

Colorful ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang