Tentang Siapa Jeno dan Apa yang Ia Sebut Misi

321 45 8
                                    

Kilas Balik




Saat Jeno membuka mata begitu domo terbang melandai, ia bisa melihat hamparan lanskap yang asing. Sedikit mirip dengan ingatannya sendiri akan planet tempat tinggalnya; warna kuning membentang, berbatasan dengan gradasi warna gelap yang Jeno ketahui kemudian adalah biru, sama seperti langit. Seperti langitnya. Yang asing adalah hamparan lain tak jauh dari warna kuning itu. Ada bentuk-bentuk menjulang yang tampak frigid, seperti bayang-bayang yang berperan pasif dalam hidup manusia. Namun Jeno dan Eternals lainnya tahu, hamparan lain itu merupakan hutan, tempat penghidupan manusia dan tempat mereka bergantung seumur hidupnya.

"Indah, bukan?" ia tersadar dari fokusnya dan menoleh.

Renjun tersenyum di sampingnya. Lelaki yang cenderung lebih kecil daripada Eternals lainnya itu memiliki fitur wajah yang lembut. Rambutnya yang kecokelatan bersinar mengkilat. Meski demikian, kekuatannya memegang peranan begitu penting di antara mereka sehingga tak ada yang keberatan saat Renjun ditunjuk sebagai pemimpin.

"Ya." Hanya itu jawaban Jeno sebelum kembali memandang segalanya di luar jendela dengan lebih baik. Mereka sudah semakin dekat dan kini bisa melihat titik-titik hitam bergerak lalu lalang di pesisir itu. "Itu..." Jeno mengulurkan tangan, meraba lapisan dingin di depannya.

Renjun bergumam setuju di sampingnya. "Manusia." Jawab Renjun mantap. Lagi-lagi ia berkata, "begitu rentan, bukan? Tanpa kita, mereka takkan bertahan dan mencapai puncak intelegensi. Tanpa kita, mereka takkan bisa bertahan."

Jeno menelan ludah.

"Jangan khawatir." Lalu ia merasakan beban tangan Renjun di bahunya. Hangat, menyesap melewati pakaian berteknologi tinggi yang mereka kenakan dan takkan pernah dapat ditandingi manusia bahkan setelah ribuan tahun evolusi. Benar saja, makhluk-makhluk besar hitam pekat dan melata dengan segara taring dan sungut keluar dari segala penjuru, mengepung kerumuman manusia yang langsung acak adut. Deviants. Tidak ada suara yang mampu menembus dinding domo, tapi Jeno tahu manusia itu tengah melawan sepenuh hati dengan teknologi mereka yang tidak seberapa.

Mereka bersusah payah mengalahkan makhluk-makhluk yang berkali lipat lebih besar demi melindungi diri, keluarga, dan komuni. Bahkan saat mereka belum berinteraksi, Jeno tak alpa melihat cinta dalam tindakan mereka. Tanpa sadar, ia mengambang dari lantai domo.

Renjun membuka pintu domo dan Jeno terbang mendekat tanpa disuruh.

"Aku tidak khawatir." Ujarnya sebelum melesat turun ke bumi.




——




Eternals menyelenggarakan perayaan pertama begitu mereka bisa berbahasa yang sama dengan manusia. Chenle menjadi pusat pesta, dengan garis cahaya kosmos di tangannya, menggurat figur-figur di ruang hampa menjadi gambar-gambar bergerak yang bertindak untuk membuat cerita; meneguhkan peradaban. Suaranya yang merdu menggema seperti nyanyian, menghipnotis manusia yang terpukau di sekitarnya.

Jisung yang pendiam tengah mengobrol dengan sekelompok lelaki, membahas kemungkinan menjinakkan hewan di hutan dan menjadi penggembara untuk membuka lahan penghidupan lainnya. Matanya yang kecil tampak fokus mendengarkan sementara tubuhnya yang jangkung menjulang di antara para manusia.

Dear My Eternal | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang