Taeyong selalu gembira saat rumahnya ramai. Sebelumnya, Jaehyun-lah yang cenderung ramah dan terbuka pada tamu. Berbeda dengan Taeyong yang sedikit timid dan pemalu. Namun setelah suaminya tiada, Taeyong belajar hidup berdampingan dengan kesepian dan mulai menghargai keberadaan orang-orang di sekitarnya.
Doyoung, sahabat karibnya dan Jaehyun, pindah dan memutuskan tinggal di rumah Taeyong, membantu peternakan sembari mengurus perusahaannya dari jauh. Johnny dan Ten (yang akrab disapa "Popi" dan "Momi" oleh anak-anaknya) juga hampir setiap hari berkunjung.
Namun, baru kali ini rumahnya dipenuhi sekelompok "pemuda" yang tak lain adalah kawan-kawan Jeno. Meski ia tahu mereka telah hidup selama jutaan tahun, tetapi di matanya, mereka tetap tampak tak lebih tua dari anak-anaknya sendiri. Hanya Doyoung yang sedikit waspada, cukup skeptis untuk melihat situasi meski tidak melunturkan keramahannya.
Mereka sarapan dengan tenang. Taeyong mondar-mandir memastikan semua punya makanan lebih di piring masing-masing sementara Doyoung asyik mendengarkan berita sambil menyesap kopi.
"Enak," komentar Haechan yang tanpa henti mengunyah. Ia tampak jauh lebih tenang daripada semalam. Namun Jaemin masih tak berani memandang matanya.
Taeyong tersenyum mendengarnya. "Mau tambah telur, Haechan?"
"Aku mau," Jisung yang menyahut. Dengan senang hati, Taeyong bangkit dan mengambilkan telur dari penggorengan.
"Setelah ini kita akan langsung ke tempat yang kausebutkan, kan, Jeno?" tanya Chenle.
Jeno mengangguk.
"Ya, kurasa tak ada artinya menunggu," jawab Haechan. Namun, matanya menatap Jaemin lekat-lekat.
Renjun, batin Jaemin. Setelah diskusi, para Eternals setuju untuk tidak menunggu sebab tak ada yang tahu keberadaan Renjun.
"Lagipula, jika ini memang seperti yang kita bayangkan, dia akan datang. Instingnya masih hidup," demikian tutur Jisung.
Baru saja Jeno akan membuka mulut, jolt kembali muncul. Awalnya, mereka cukup tenang karena terbiasa dengan fenomena ini, sampai merasa bahwa jolt itu tak kunjung berhenti.
"Tujuh menit," gumam Jisung.
Dan tidak berhenti.
Taeyong sudah gelisah meminta mereka keluar, tapi para Eternals tampak sibuk dengan pikiran sendiri-sendiri.
Jolt terhenti usai hampir 12 menit yang panjang.
Begitu Taeyong menghela napas lega, ia kembali dikejutkan dengan suara decitan meja. Dalam sekejap, para Eternals berhamburan keluar, meninggalkan Taeyong dan Jaemin yang saling pandang. Doyoung bahkan ikut bangkit, mengira terjadi sesuatu di luar.
"Kita tidak punya banyak waktu lagi. Nana, ayo!" Jeno yang terhenti di pintu, menarik tangan Jaemin, dan memohon maaf secepat kilat karena tak bisa membantu membersihkan rumah sebelum nyaris berlari ke arah mobil.
Jaemin sendiri hanya sanggup meneriakkan pamitan pada Papap dan Om Doyi.
"Ada ap–"
"Kau catat frekuensinya, Ji?" Mark yang mengambil alih kemudi dengan cepat memasang seatbelt. Jisung duduk di sebelahnya.
"Mengkhawatirkan," gumam Jisung. Mesin mobil menggerung dan tak lama, mereka sudah menyusuri jalanan pertanian.
Jaemin duduk di tengah, sementara Chenle dan Haechan di belakang, sibuk bergumam dengan suara rendah. Jeno di sebelahnya tampak restless.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Eternal | NOMIN
FanfictionRibuan-jutaan tahun yang lalu, sebuah benda berbentuk pipih persegi mengawang dan membawa serombongan penyelamat untuk membantu makhluk dengan intelegensi tertinggi, yang kemudian disebut manusia, bertahan hidup. Musuh-musuh manusia berevolusi, berm...