"Oh my God, this is soooo good." Chenle tidak henti-henti berdecak.
Jaemin masih menatapnya lekat-lekat jadi Jeno berdehem, menyenggol lengan Chenle yang seolah akan mengubur wajahnya ke mangkuk.
"What?" Chenle menarik wajahnya, tampak tak rela diganggu saat makan. Jeno mengedik ke arah Jaemin yang duduk di hadapan mereka. Chenle pun tergeragap dan mengelap mulutnya.
"Sorry," gumamnya malu. Ia menegakkan tubuhnya dan tersenyum ke arah Jaemin. Jaemin spontan turut menegakkan tubuh.
"Halo, Jaemin. Aku Chenle. Adik Jeno." Chenle sedikit membungkuk di kursinya.
Jeno menghela napas. "I told you already, Le. Jaemin sudah tahu semuanya."
"Oke, oke!" balas Chenle cepat. Ia mencebik sebelum kembali tersenyum. "Aku Chenle, another Eternals. Jeno could fly and destroy things, but I could move. Very fast. And create things."
"Oh," Jaemin hanya sanggup ber-oh pelan. "Halo, um. Aku Jaemin." Ia melirik Jeno cemas. "Aku... ehm. Jeno tinggal di rumahku dulu... Jadi sekarang, kami..."
"Dia kekasihku, Le," potong Jeno.
Chenle tersedak tanpa ditahan-tahan.
"OH! WOW!" ia cepat-cepat minum. "Really? I mean... amazing, Jen. Ratusan tahun tidak bertemu dan... wow. What a surprise."
Jaemin menghindari tatapan Jeno. Ada rasa geli di perutnya saat Jeno mengikrarkan hubungan mereka, terutama di depan sosok yang bukan sembarang orang.
"Human. Wow. Okay." Chenle masih tampak berusaha mencerna semua ini. Tapi tak menolak untuk terus memakan ramennya.
"What happened to your hair?" Jeno mengalihkan perhatian.
"My hair?" Chenle menarik rambut ikalnya. "I colored it. Tentu mengejutkan melihatku seperti sekarang, kan? Meanwhile," Chenle meletakkan siku di atas meja, menatap Jeno prihatin. "Look at you. Nggak ada yang berubah." Ia lalu beralih ke arah Jaemin. "Jutaan tahun berlalu dan dia masih tetap dengan gaya rambut itu."
Jaemin punya firasat bahwa Chenle jauh berseberangan dari sosok timid Jeno. Namun di sisi lain, cukup menyegarkan melihat seorang Eternals seperti Jeno yang lebih 'semarak'.
"You are pretty, Chenle," Jaemin memberanikan diri berkata.
Chenle mendengus geli. Ia menyenggol rusuk Jeno. "Wait until you see the team. We're bunch of pretty... what is it? How to they call it today? Ah, yes, 'superhero'. Tapi memang Jeno luar biasa. Dia representatif kami."
"Oh ya?" Jaemin bertanya ingin tahu.
Jeno menggerung pelan.
Chenle mengangguk semangat. "Tentu saja! Lihat ini." Ia menepuk dada Jeno dengan bunyi "dug" yang mantap. Lalu menarik lengan kekar Jeno. "Ini," dielusnya rahang Jeno. "Saat kami bertemu dengan manusia, kami selalu mengirimnya lebih dulu."
"Karena aku bisa terbang."
"Aku juga bisa berlari dengan sangat cepat, lebih cepat dari terbang bodohmu itu tapi mereka selalu memutuskan bahwa Jeno akan lebih tenang menghadapi manusia. Manusia selalu terpesona melihatnya mendarat di bumi," balas Chenle.
Unik rasanya melihat sosok lain yang bisa mengolok Jeno tanpa ampun. Bahkan saat sosok Jeno sendiri terlalu intimidatif untuk diolok.
"Akuilah, Jen. Kamu itu visual kelompok kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Eternal | NOMIN
FanfictionRibuan-jutaan tahun yang lalu, sebuah benda berbentuk pipih persegi mengawang dan membawa serombongan penyelamat untuk membantu makhluk dengan intelegensi tertinggi, yang kemudian disebut manusia, bertahan hidup. Musuh-musuh manusia berevolusi, berm...