Bab 6

963 78 4
                                    

Setelah sang appa berpamit untuk melihat si bontot di ruang sebelah, Yoongi mulai memberikan perhatiannya sekeliling ruangan itu. Ia menatap Hoseok dan Jungkook yang mulai akrab dengan Seokjin, Namjoon dan Taehyung. Ia mengangkat sepersekian mili sudut bibirnya. Yoongi entah mengapa merasakan nyaman berada di tengah-tengah mereka. Walaupun ada sedikit kekosongan dimana Jimin seharusnya berada di sini, di dekatnya.

Tatapan Yoongi berhenti pada sosok Namjoon. Ia memperhatikan Namjoon yang tengah berbincang seru dengan Hoseok mengenai pelajaran tambahan di sekolah mereka masing-masing.

"Ada yang salah dengan wajahku, Yoongi-ssi?" Nampaknya Namjoon pun menyadari tatapan Yoongi yang tertuju padanya sejak beberapa menit lalu.

"Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini Namjoon-ssi?" Yoongi berkata sembari tetap menatap Namjoon.

"Mengenai hal apa?"

"Eommamu dan appaku." Bisik Yoongi.

"Yah... Kami sudah sering membahas hal ini. Kami akan setuju dengan keputusan eomma." Namjoon sedikit menghindari tatapan tajam Yoongi.

"Aku tak bertanya pendapat kalian, tapi aku bertanya pendapatmu Kim Namjoon-ssi." Entah mengapa pertanyaan Yoongi ini membuat atmosfer di ruangan itu lebih dingin dan membuat seisi ruangan itu semakin penasaran dengan jawaban Namjoon.

"Aku... Sejujurnya aku tak setuju dengan semua ini. Tanpa sosok ayah di rumah pun kehidupan kami sudah sangat sempurna. Sosok ayah yang ku tau hanya akan membuat eomma dan adikku menangis. Hal itu adalah hal yang paling kubenci. Oleh karenanya aku ragu akan semua ini."

Jeda agak lama setelah kalimat cukup panjang itu keluar dari mulut Namjoon. Keheningan mulai menguasai ruangan itu. Entah mengapa suara jarum jam seakan terdengar lebih keras. Sayup-sayup mulai terdengar suara pria yang sepertinya berasal dari ruang dimana Jimin tengah terlelap.

"Satu tahun kemudian aku menikahi teman kuliahku yang memang sangat dekat denganku. Dia berasal dari keluarga sederhana, hal inilah yang sebenarnya membuat perasaanku tak enak sejak awal. Aku suka padanya namun keluarga ku menerimanya dengan enggan, terlebih ibuku. Tak lama setelah pernikahan kami, istri keduaku mengandung Jimin dan Jung... "

Suara sang ayah terdengar di ruangan itu. Jelas hal ini membuat Kim bersaudara penasaran dengan cerita yang tengah dilantunkan olehnya.

"Hyung, aku lapar. Ayo kita pergi mencari makan." Tiba-tiba Jungkook berbicara dan meredam suara dari ruang sebelah.

Jungkook beranjak pergi tergesa dari ruangan itu dengan wajah keruhnya, meninggalkan hyung-hyungnya yang belum merespon perkataan nya.

"Ayo Seokkie, kita akan makan di foodcourt saja. Kejarlah Jongkook duluan." Yoongi pun angkat bicara.

Tanpa kata, Hoseok pun beranjak dari duduknya dan segera barjalan cepat keluar ruangan mengikiti jejak adiknya.

"Apa kalian sudah makan malam?" Yoongi pun melempar pertanyaan pada para Kim bersaudara.

"Sudah Yoongi-sii." Seokjin angkat bicara.

"Jangan terlalu formal padaku. Santai saja. Aku tau kalian penasaran dengan cerita ayahku, namun menurutku tak sopan bila kita mencuri dengar sekarang. Aku akan menceritakannya pada kalian, asal tidak di depan Jungkook. Aku juga ingin mendengar kisah kalian. Sebagai saudara kita harus saling terbuka kan."

Itu adalah kalimat terpanjang dari Yoongi yang pernah ucapkan.

"Tentu hyung, aku masih kenyang. Tapi aku tak keberatan dengan segelas kopi." Namjoonpun menimpali.

"Aku mau es krim." Taehyung mengangkat tangannya dan beranjak dari duduknya sembari memamerkan senyum kotaknya.

"Kajja hyung..." Taehyung beranjak dari duduknya sembari menyeret Seokjin meninggalkan ruangan diikuti oleh Yoongi dan Namjoon.

"Sepertinya kita akan punya Triplet troublemaker dirumah." Celetuk Seokjin

"Yah... kau 100% benar." Lirih Yoongi yang mengundang tawa Kim bersaudara.

Mereka pun berjalan beriringan menuju foodcourt rumah sakit di lantai satu.

***

"Kookie... Tunggu hyung..." Ucap Hoseok dengan sedikit menaikkan volume suaranya ketika ia sudah berada di luar kamar inap Jimin dan melihat Jungkook sudah berjalan cukup jauh menghampiri lift.

Jungkook menghentikan langkah cepatnya tepat di depan lift. Pintu lift yang tengah tertutup menampilkan pantulan wajahnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Campuran antara kemarahan dan kesedihan yang amat ketara.

Ting

Mereka berdua pun memasuki lift yang kosong itu. Posisi Hoseok yang berada berdampingan itu dapat melihat wajah tampan Jungkook dari samping. Hoseok tahu bahwasanya Jungkook tengah menahan amarahnya, hal itu ditandai dengan rahang Jungkook yang tampak lebih tegang dari biasanya.

"Kookie... It's okay if you feel angry about that. But you know that Jimin will be disappointed in you." Lirih Hoseok yang masih dapat didengar oleh Jungkook.

Perlahan wajah tegang Jungkook mulai meluruh, namun dari mata itu masih dapat terlihat akan kesedihan yang mendalam. Jelas luka itu ditorehkan dengan sangat menyakitkan dan akan sangat sulit untuk dihilangkan.

"Hyung... Apa aku boleh menginap menemani Jimin malam ini?"

"Boleh saja, asal kau mendapat izin Yoongi-hyung."

"Kau tahu itu yang paling sulit hyung..."

"Akan aku tanyakan nanti..."

"Kau yang terbaik hyung..." Jungkook berkata sembari tersenyum tipis ke arah Hoseok yang dibalas senyum 100 watt milik Hoseok.

***

Mi Casa [BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang