Namjoon dengan tetap diam mulai bangkir dari duduknya. Meringis merasakan nyeri pada perutnya. Ia mengamati Yoongi yang berjalan beberapa langkah di depannya seakan tak tertarik pada dirinya. Yah... Walaupun Namjoon sendiri mengerti bahwasanya Yoongi peduli padanya, buktinya Yoongi mau menolongnya.
"Kau tak bawa kendaraan?" Suara dingin Yoongi mengalun, sedikit mengagetkan Namjoon.
"Tidak Hyung... Motorku dibawa Taehyung tadi." Ucap Namjoon sembari menahan nyeri di ujung bibirnya.
"Masuk." Yoongi berkata pelan menunjuk ke arah pintu penumpang depan Audi R8 miliknya yang terparkir rapi di bahu jalan.
Tanpa kata Namjoon mulai melangkahkan kaki memasuki sport car yang cukup mewah itu. Lagaknya calon keluarganya itu memang berada di kalangan berada. Bukan apa, namun Namjoon sudah curiga mulai awal bahwasanya calon ayahnya kemarin memang membawa tunggangan Mercedes G-Class yang memang cukup wah bagi rakyat biasa sepertinya ini. Yah... Memang mungkin Namjoon yang tak pernah membaca majalah bisnis, padahal nama sang calon ayah sering dicetak di dalamnya.
Mobil mewah itu melaju mulus di jalanan Seoul.
"Kita akan kemana hyung?" Namjoon menyadari bahwasanya ia tak tahu akan dibawa kemana.
"Rumah sakit."
"Aku tak per-" kalimat penolakan yang hendak diucapkan Namjoon dipotong langsung oleh Yoongi.
"Menengok Jimin." Kalimat tambahan dari Yoongi entah mengapa menimbulkan sedikit rasa kecewa di hati Namjoon. Yoongi tidak berniat untuk membawanya ke rumah sakit melainkan untuk melihat keadaan sang adik bungsu.
"Ah..."
"Setelah membawamu ke ER dulu." Lirih Yoongi memenuhi keheningan di mobil itu.
"Ne hyung." Niat penolakan Namjoon tadi entah hilang kemana. Ia hanya merasa senang bahwa perkiraannya tadi salah. Yoongi masih peduli padanya.
***
"Kenapa?" Suara tenang Yoongi mengagetkan Namjoon yang tengah melamun menatap tetesan infus yang terhubung ke punggung tangannya. Ya, mereka sedang berada di ER. Namjoon sudah diobati, tak ada yang fatal namun dahi mulus Namjoon harus rela bertemu dengan jarum dan dijahit beberapa jahitan serta lebam dan lecet disana-sini, selain itu Namjoon juga mengalami dislokasi ringan di bahu kanannya yang mengharuskan lengannya itu dibalut dan menggantung tak berguna kira-kira selama seminggu lamanya.
"Ne?" Namjoon tak mengerti topik apa yang tengah dibahas oleh hyungnya itu. Hyungnya...??? Entah sejak kapan Namjoon menganggap bahwa Yoongi adalah kakaknya.
"Kenapa mereka memukulmu?" Perjelas Yoongi.
"Em...e..." Namjoon tampak mengalihkan tatapannya dari Yoongi beralih menunduk menatap punggung tangannya yang tengah tertancap infus itu.
"Jujur padaku." Entah mengapa suara tenang Yoongi itu malah membuat Namjoon tak berani untuk berbohong. Padahal selama ini ia mampu berbohong dan menyembunyikan tentang hal ini dari keluarganya.
"Hyung tak akan mengatakannya pada eomma kan?"
"Jika itu berdampak buruk padamu. Maka aku harus memberitahu eomma dan appa." Namjoon menangkap kata-kata Yoongi yang merujuk pada orang tua kita. Ia beranggapan bahwa Yoongi juga telah menganggap dirinya sebagai adiknya.
"Aku....Aku...Aku tidak membagi jawaban ujianku dengan mereka." Ucap Namjoon akhirnya mencoba jujur pada Yoongi.
"Mereka sering melakukannya?"
"Tidak juga?" Namjoon menjawab pertanyaan itu dengan nada tak yakin.
"Mereka mengambil uangmu."
"Eum..." Lirih Namjoon.
"Apa Taehyung tau itu."
"Tidak." Ok, sekarang suara Namjoon semakin lirih dan hampir tak terdengar di ruangan gawat darurat yang cukup ramai itu.
"Apa Taehyung juga diganggu?"
"Aku tak tau hyung. Ia tak pernah membicarakannya. Namun firasatku ia juga mulai diganggu. Sudah dua kali ia pulang menggunakan sepatu ruangan miliknya. Namun, setiap aku bertanya ia selalu mengalihkan topik." Namjoon memberanikan diri berbicara menatap hyungnya itu. Sekilas ia melihat kilasan amarah dalam iris hitam legam milik Yoongi.
"Besok kau dan Taehyung pindah ke sekolah Jimin dan Jungkook. Tunggu disini aku akan membayar tagihan." Tanpa memberi waktu untuk Namjoon menyela dan memberikan pendapat, Yoongi melangkah keluar dari tirai ranjang Namjoon dan hilang dari pandangan.
Ok. Sekarang Namjoon bingung. Amat bingung. Apa yang akan ia katakan pada eommanya serta kakaknya. jelas Yoongi akan mengatakan tentang hal ini pada orangtua mereka. Ahh... Kepalanya terasa sakit kembali memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Namjoon pun memejamkan mata mencoba untuk terlelap di tengah-tengah ruang ER yang penuh dengan kebisingan itu.
***
"Appa. Kau ada di rumah sakit?" Kata-kata tak sopan Yoongi ternyata juga ia gunakan pada sang ayah walaupun lewat sambungan telepon.
["Ne, wae?"] Sang ayah menjawab.
"Apa ayah bersama eomma?"
["Ne. Wae..???"]
"Ku tunggu di taman belakang rumah sakit. datanglah bersama eomma."
["Hei, jawab dul-"] Sambungan telepon itu diputus sepihak oleh Yoongi.
Seo Joon pun hanya bisa menghela nafas menghadapi putra sulungnya itu. Ia pun segera beranjak ke arah Min Young yang tengah melihat drama bersama Jimin sembari mengupaskan apel untuk sang anak.
"Minnie... Appa pergi sebentar dengan eomma mu ya... Tak akan lama."Baik Jimin maupun Min Young pun menoleh ke arah Seo Joon memberi perhatian.
"Apa itu Yoongi hyungie?"
"Eung." Sang appa mengangguk pelan.
"Kalau begitu bergegaslah appa. Mungkin itu hal penting. Sangat jarang Yoongi hyungie menghubungi appa."
"Eung. Kajja Min Young-ah" Min Young pun sedikit heran mengapa sang sulung Min itu juga ingin bertemu dengannya sendirian seperti ini. Min Young beranjak membenahi kupasan apelnya, menarik meja makan Jimin dan meletakkan apel yang sudah ia potong di atas meja tersebut serta tak lupa meraih botol minum milik Jimin dan ia letakkan di samping piring apel tersebut.
"Eomma segera kembali. Kalau ada apa-apa segera hubungi eomma. Ne? Kau belum bertemu calon saudara-saudaramu kan. Mereka berkata akan kesini sebentar lagi. Kalau mereka datang hubungi eomma, ne?" Min Young pun beranjak sembari mengelus pelan surai Jimin.
"Ne eomma. Jimin akan jadi anak baik dan akan menyambut baik hyungdeul. Kajja cepatlah bergegas eomma. Yoongi hyungie sedikit menyeramkan kalau marah." Jawab Jimin dengan senyuman geli terpasang di wajahnya.
Minyoung pun menjawab dengan anggukan dan tersenyum balik ke arah Jimin. Kedua sosok orang tua itu pun perlahan meninggalkan ruang rawat inap Jimin dan berjalan ke arah lift dan segera menuju ke taman belakang rumah sakit.
*TBC*
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Casa [BTS]
FanfictionCerita ringan tentang keluarga. Bagaiman jika Min bersaudara dengan semua tingkah absurdnya dijadikan satu dengan para Kim bersaudara yang malah lebih abstrak? Berisi keegoisan diri, trauma dan masa lalu yang menghatui. Apakah mereka berhasil meng...