23. ALMOST DONE

2K 86 0
                                    

Pagi ini ruang rawat Gio terasa ramai sekali, pasalnya orang tuanya sudah kembali dari luar negeri, dan masih ada beberapa temannya yang menemani. Sedangkan Gio tidak menemukan kehadiran Kinaya disini, apa gadis itu sudah pulang? Namun Gio sudah terbangun sejak jam menunjukkan pukul 6 pagi, mengapa Kinaya pulang begitu pagi? Ah mungkin ia juga lelah, dan tidak nyaman jika istirahat disini.

"Kamu tuh Gi yaampun sedih deh Bunda."

"Aku gapapa Bun,"

Nayla menjitak kepala Gio, "Kamu tuh abis ketusuk ya Gi, bisa bisanya bilang gapapa!"

"Udah Bun, kita pulang yuk nanti siang kesini lagi. Bunda biar istirahat dulu," ajak Darren membujuk istrinya yang sejak tadi sampai di ruangan sudah misuh misuh kepada anak laki lakinya.

Nayla menghela nafas lalu mengangguk, "Lain kali jangan bikin Bunda sedih ya Gi, Bunda bener bener takut banget."

"Bunda nangis terus Abang," ucap suara si gembul nan gempal yang sedang berada dalam gendongan Darren.

Gio terkekeh gemas, "Iya maafin Abang ya, Aska jagain Bunda dulu selama Abang sakit. Oke?"

Aska mengangguk semangat. "Oke!"

Gio menggenggam erat tangan wanita didepannya, mengerti akan ke khawatiran yang dirasakan oleh Ibu nya. "Iya Bun, maafin Gio ya,"

"Bunda pulang ya, Yuk semuanya." Pamit Nayla kepada semua yang berada diruangan.

Darren maju mendekat ke arah anaknya. "Lain kali harus bisa jaga diri sendiri, kalau kamu ga bisa jaga diri kamu. Mana bisa orang bisa percaya kamu untuk ngejaga orang lain,"

Gio tertegun mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Papanya. Benar, bagaimana ia bisa berjanji untuk melindungi seseorang jika ia sendiri tidak bisa melindungi dirinya sendiri.

Darren menepuk pelan bahu anak satu satunya ini, berusaha untuk meyakinkan. "Papa pulang, kamu baik baik disini. Maafin Papa datang terlambat,"

Gio menggeleng, "Gio yang harusnya minta maaf, maaf Pa.."

Darren mengangguk lalu berpamitan, dan keluar menyusul istrinya yang sudah lebih dulu keluar.

"Kalian kalau mau pulang gapapa, sorry jadi nahan kalian disini,"

"Santai aja Gi, kaya sama siapa aja deh lo," balas Devan.

"Gue ga ngeliat Jere, dia kemana?"

"Ngurus cctv di markas, dia ikut kesini semalem. Tapi langsung cabut,"

Gio mengangguk, mengerti jika temannya yang satu itu tidak akan diam saja, dia akan bergerak sesuai dengan kemampuannya.

Gio menoleh ke arah Bara yang sedari tadi hanya diam dan menyimak.

"Bar!"

Bara menoleh. "Gue gapapa, ga usah terus terusan ngerasa bersalah. Gue benci ngeliatnya,"

Bara menundukkan kepalanya, "Gue malu banget sama lo,"

Mereka semua mengalihkan pandangan ke arah Bara, terkejut dengan kata yang keluar dari mulut temannya ini.

"Gue juga gatau kenapa, tapi ngeliat lo semalem yang ga bisa ngapa ngapain gue ancur banget ngeliatnya. Gue ngerasa gagal jadi temen,"

Damian merangkul bahu Bara, "Bar, disini kita bareng bareng. Lo ga perlu ngerasa bersalah, bukan salah lo. Kita juga gaakan tau kalau Leon bakal senekat itu."

Devan mengangguk, "Ini pure musibah Bar."

"Udah?"

Bara mengangkat kepalanya, "Sorry Gi."

Gio mengangguk. "Ada yang tau ga Kinaya balik jam berapa?"

"Gatau, gue bangun aja dia udah ga ada." Jawab Devan.

"Kayanya dia pulang pas pagi deh, mungkin istirahat kali. Soalnya dia juga udah dari pagi pagi buta disini. Mana bawa makanan sama baju ganti." Ucap Damian.

Damian menoleh ke arah Gio, "Dia baik banget sih Gi, maksud gue kita kan bisa dibilang baru kenal ya. Tapi dia keliatan tulus banget gitu loh, jarang banget ada cewek yang mau kaya gitu."

"Iya, semalem udah berasa di urusin istri," celetuk Devan dengan semangat yang langsung dibalas tatapan elang oleh Gio.

Devan menyengir kuda dan terkekeh canggung, "Bercanda Gi,"

"Kalian bolos udah izin?"

"Udah bos, langsung izinnya ke bapak tercintanya Bara malah."

Devan memukul lengan Damian, "Bego banget lo, dimana mana izin ya sama wali kelas. Mana ada lo izin sama kepala sekolah."

"Si Damian kadang kadang goblok banget ya,"

"Heh seenggaknya gue ga lebih goblok dari pada lo ya Dev!" Kesal Damian.

Devan menahan tawanya, "Berarti lo mengakui kalau lo goblok,"

Damian mendengus kasar, merutuki kebodohan mulutnya.

"Udah udah, berisik banget lo pada." Jengah Bara.

"Gue kapan bisa balik?"

"Nanti sore, luka jaitannya juga sebenernya ga terlalu parah kan kata Dokter? Yang penting lo rajin ganti perban." Jelas Bara.

Gio mengangguk, memang sebenarnya luka ini tidak begitu sakit, sakit yang masih bisa ia tahan.

****

Kinaya keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tubuhnya, lalu berjalan ke arah meja rias.

"Sial! Muka cantik gue,"

"Gapapa deh, sebanding sama hasilnya," kekeh Kinaya

Drtt drtt

Kinaya menoleh kearah handphonenya yang berbunyi, setelah melihat nama yang tertera dilayar, segera Kinaya menggeser tombol hijau.

"Jo."

"Ay, good news."

"Hm? Apa?" Jawab Kinaya antusias.

"Almost done! Jujur gue agak shock karena melenceng dari dugaan, tapi gue masih berusaha untuk ngumpulin bukti yang lain, siapa tau nambah nambahin masa hukuman."

Kinaya mengangguk dan tersenyum tipis. "Jangan lupa, tua bangka satu itu dia ikut andil dalam masalah ini."

Terdengar gelak tawa disebrang sana, "Chill. Gampang banget buat orang kepercayaan dia berada di pihak kita."

"Oh iya. Lo ga mau main ke sini? Anak anak kangen banget sama lo,"

Kinaya terdiam, ia merutuki kebodohannya. Ia hampir melupakan teman temannya yang lain karena terlalu sibuk mengurus masalah ini.

"Soon! Gue pastiin gue bakal secepatnya ketemu mereka."

"Fine, goodbye. i miss you."

"Thanks, i miss you more."

Lalu panggilan terputus. Ia harus segera menyelesaikan segalanya, ia sudah muak! Dan secepatnya ia harus kembali ke tempat sebelumnya. Disini bukan tempat tinggalnya, disini hanya tempat persinggahannya, bukan untuk menetap.

Sudut bibirnya tertarik tipis mengingat ucapan Jo, ia sudah percaya Jo akan mengatasinya dengan baik dan benar saja, Jo tidak pernah mengecewakannya.


****
Tbc

JUNI ( COMPLETE )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang