BAB 2

324 30 0
                                    

“Auh.” Gumamku pelan sembari membuka mata, pandanganku mengabur. Namun, kulihat sosok yang serius, tegap, dan tampan sedang menulis sesuatu.

Ranjangku paling dekat dengan meja dokter yang ada di ruangan itu. Kuamati wajahnya yang tak berpaling dari lembaran-lembaran itu. Sebetulnya, aku tidak mengerti mengapa diriku bisa ada di tempat yang menyebalkan seperti yang kini aku tempati.

Berarti benar. Dokter itu menyebalkan. Setampan apapun, segagah dan seahli apapun, sifat semua dokter memang sama. Serius, dingin, dan sok ramah.

Kupandangi langit-langit rumah sakit itu. tiba-tiba terlintas di benakku bahwa Arka adalah orang yang bisa aku hubungi saat ini.

Kulihat nakas sebelahku, melihat tak ada satupun barang yang ada di sana. Sial. Kemudian, aku harus menunggu hingga Arka atau siapapun yang mengenalku datang dan mengajak ngobrol. Tidak seperti dokter yang sok sibuk di sampingku ini. Ngomong-ngomong, kok rumah sakitnya sepi ya?

“Udah sadar?” tanya seseorang dengan suara beratnya. Dokter tadi.

Aku menatapnya dengan tanda tanya dan tersenyum tipis. Ia tersenyum juga dan pertama kali aku melihat senyumnya aku ingin sekali mencubit pipinya yang menurutku manis sekali saat tersenyum. Namun, senyumnya tadi sudah digantikan oleh wajah serius saat ia meletakkan stetoskopnya di dadaku.

Saat aku melihat wajahnya, aku serasa ingin pergi saja melarikan diri dari ruangan tadi. Wajahnya kampret banget. Tampannya bikin gila sendiri.

“Jantungmu berdetak cepat, kau merasa nyeri di bagian dada?” tanyanya. Mampus. Aku deg-degan karenamu, dokter bodoh.

Aku dengan cepat menggeleng. Sedetik kemudian, dia tersenyum dan menyeringai. “Atau kau menyukaiku sehingga jantungmu berdetak cepat? Oh tenang saja, banyak pasien yang kuperiksa mengalami hal demikian.” Kekehnya.

“Tidak. Jangan sok tahu!” sungutku sebal karena perilakunya. Rupanya, dokter yang ini tidak begitu dingin meskipun menyebalkan.

“Oh baiklah, Asya, jadi namaku Raka” Oh, dia tahu namaku? Bagus. Satu individu tampan ada yang tahu namaku lagi.

“Bagaimana kamu mengetahui namaku?” aku mengernyit heran. Ia justru tertawa lagi. Aku sebal karena ternyata ia sangat pandai membuatku keki sendiri karena ulahku. “Selucu itukah sampai air matamu keluar?” aku menyilangkan tanganku di depan dadaku.

“Duh..” ia mengusap matanya yang berair karena tertawa. “Duh Sorry, ya jelaslah aku tahu namamu, aku doktermu. Aku yang memeriksa setiap data yang kamu miliki. Mulai sekarang, aku dokter yang akan selalu merawatmu.” Paparnya panjang lebar lalu tersenyum.

"Selain itu, kamu penulis yang mempunyai karangan yang indah," pujinya. Aku hanya tersenyum tipis.

Aku mengangguk mengerti akan apa yang ia ucapkan. Tunggu, tadi aku mendengar kalimat 'selalu merawatmu?' Memang aku akan sakit lama?

“Tadi dokter bilang, dokter akan selalu merawatku? Memang aku akan sakit dengan waktu yang lama?” kini ia yang terdiam. Membuatku bertanya-tanya mengapa sikapnya tiba-tiba berubah. Belum sempat ia menjawabnya, Arka sudah datang dengan tergopoh-gopoh. Membawa seplastik makanan, entah apakah itu.

“Arka!” ucapku girang. Ia tertawa.

“Sorry baru dateng waktu kamu udah sadar. Tadi aku beli makanan dulu.” Terangnya. “Makan ya, Sya” lanjutnya dengan suara yang sangat lembut.

Aku mengangguk. Tanpa aku sadari, dokter Raka sudah menghilang dari hadapanku. Kemana dia? Ingin dia yang membawakanku makanan dan menyuapiku seperti ini. Masa sih aku jatuh cinta semudah itu dengan dokter tampan itu?

***

“Kamu boleh pulang. Besok Senin kontrol ya,” ucap Dokter Raka dengan wajah seriusnya. Ia mencatat resep obat yang harus kutebus nanti di farmasi. Ia tak seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya. Aku mengangguk ketika menerima resep itu.

“Terima kasih, Dokter,” aku tersenyum manis dan beranjak.

“Jangan banyak makan yang dari luar. Nanti menghambat penyembuhan. Makanan instan juga enggak.” Ucapnya sambil menatapku dengan mata elangnya.

“Perhatian banget, Dok. Hahaha” gurauku. Aku keluar dari ruangan itu dan melihat sejenak bahwa ia tengah tersenyum tipis. Bahagia sekali rasanya kalau aku bisa bersamanya. Senin, aku bertemu lagi kan ya? Tandanya dua hari lagi, kan?

Aku Ingin Terus BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang