BAB 11

172 26 1
                                    

Setetes air langit mulai membasahi bumi. Asya masih duduk dengan ata terpejam. Ia merasa pusing sekali sore ini.

Terbesit pelan dalam pikirannya. Raka dengan wajah tampannya datang menjenguknya. Tidak. Ia tidak boleh berharap demikian.

Ia mengamati seluruh sudut ruangannya dan mencium bau obat dan alkohol pembersih. Ia mendengus pelan dan kembali terpejam.

Raka, apa kamu masih menyimpan rasamu untukku barang setitik? Apakah kau masih memikirkanku dibalik diammu? Apakah kau masih menjagaku dikala aku tak tahu? Apakah kau menyelipkan namaku diantara doamu?

"Selamat sore, dingin ya?" ujar Raka pelan sembari masuk dan diikuti Suster Erika. Asya terbelalak mendengar suara yang sedari tadi dinantikannya.

Asya hanya mengangguk membenarkan bahwa ia merasa dingin. "Apakah ada rasa sakit kepala?" tanya Raka dengan tenang lalu menyentuhkan stetoskopnya ke dada Asya. Sedetik kemudian, Raka tertawa dan mendengus geli. "Bisakah kamu normalkan detak jantungmu?"

Asya mendelik, lalu membuang wajahnya ke arah lain meski tak dipungkiri sebelah pipinya memerah. Raka sesungguhnya rindu akan moment ini. Namun, kini tugasnya hanyalah berbaikan dengan gadis ini dan menyembuhkannya. Karena bagaimanapun juga, Arka sahabatnya dan dia sudah berjanji.

"Keadaanmu agak memburuk. Tumormu kembali ada." Terang Raka pelan.  Asya terbelalak. Menatap Raka seolah tak percaya.

Asya menatap kosong pintu ruangannya. Sedetik kemudian air matanya menetes. Segera saja Raka merengkuh tubuh mungil nan lemah itu. gadisnya harus kuat menghadapi semuanya.

"Kuatlah. Maafkan aku telah memutuskanmu secara sepihak, dulu. Mulai sekarang, kita mulai dari awal. Seolah tidak terjadi apapun? Bagaimana?" Asya melepaskan pelukan Raka dan itu membuat Raka kecewa.

"Kamu bisa berbicara seperti itu dengan mudahnya? Dan tidak terjadi apa-apa? Pernyataan macam apa itu?" cecar Asya dengan pelan.

"Kamu tidak mau? Baiklah. selamat tidur," belum sempat Raka beranjak jauh, ada cekalan lemah dilengannya dan membuatnya tertahan.

"Baiklah," ujar Asya menyerah.

Raka mengulurkan tangan dan dibalas oleh Asya. "Aku Raka, gadis cantik. Siapa namamu?" tanya Raka seolah mereka belum kenal. Asya tertawa.

"Namaku Asya pangeran, apakah pangeran mau menemani putri Asya di sini?" lalu mereka tertawa bersama-sama.

Sesungguhnya, Asya tidak begitu yakin atas keputusannya. Ia terdengar murahan. Mau dipermainkan oleh Raka. Bagaimana bila lelaki itu bermuka dua? Bagaimana jika ia disakiti lagi? Tapi, untuk saat ini, mungkin ia lebih baik berbaikan dengan Raka demi penyembuhannya. Tak hanya itu, sesungguhnya di dalam lubuk hatinya, Asya masih menyimpan rasa yang dalam pada Raka.

***

"Berdasarkan hasil lab nya, sudah ada sebagian tumor yang merambat ke daerah lain, di bagian hatinya sudah ada. Untuk meminimalisir, saya harap operasi segera dilakukan. Dan untuk hatinya, mungkin harus dibutuhkan donor." Jelas Raka dengan kacamatanya yang bertengger di pangkal hidungnya.

"Untuk golongan darah B?" tanya Arka. Raka mengangguk membenarkan. "Ambil hatiku, untuk dirinya."

"Kamu serius?"tanya Raka. "Kau harus mempertimbangkan keputusan ini. bukankah kamu mencintainya sepenuh hatimu dan hidupmu?"

"Ya. Dan aku ingin membuktikan bahwa aku mencintainya dengan cara mendonorkan hatiku untuknya, dengan hatiku ada di tubuhnya, aku akan selalu ada untuknya. Selain itu, aku akan bahagia melihatnya bahagia dengan orang yang ia sayangi." Suara Arka bergetar. Ia meneteskan air mata.

"Kalau kamu memang ingin melihatnya bahagia, apa kamu yakin, bila tak ada dirimu dia akan bahagia seperti sekarang?" tanya Raka. Arka mengangguk.

"Ia membutuhkanmu," ujar Arka pasrah. Raka memeluk sahabatnya itu lama dan menenangkan Arka yang masih meneteskan air matanya. Ia belum pernah melihat sahabatnya seterpukul ini. mungkin, ia juga begitu mencintai Asya. Sama seperti dirinya. Ia tahu bahwa cintanya tidak lebih besar dari Arka. Namun, ia mencintai Asya sepenuh hati dan hidupnya. Apabila nyawanyalah yang akan ditukar, ia justru mau, demi kebahagiaan gadisnya.

"Jika itu keputusanmu, aku akan iyakan. Ikuti prosedur yang akan disampaikan suster Erika pra operasi. Dan, mungkin satu minggu kalian akan bersama, sebelum hatimu dipindahkan ke tubuhnya."

***

Arka terlihat bahagia hari ini.tentu saja, di sisa kehidupannya sebelum mendonorkan hatinya untuk gadisnya, ia akan menghabiskan kebahagiaannya bersama Asya. Sebelum ia hanya bisa melihat dari atas langit.

"Arka! Hidung kamu tu pesek ya ternyata," tawa Asya kembali pecah.

"Nggak ngaca! Situ pendek!" sungut Arka tak kalah menyebalkan. Bibir Asya mengerucut. Kemudian mereka tertawa bersama.

Semoga kamu bisa tetap tertawa dengan lepas setelah tidak adanya aku. Karena aku tahu bahwa aku tidak bisa menjagamu lagi. Aku akan menjagamu dari jauh. Meminta pada Tuhan supaya melindungimu selalu. Cepat sembuh, pretty girl... batin Arka di sela tawanya.

***

jangan lupa vote dan comment nya yaaa!!!

Aku Ingin Terus BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang