Operasi pemindahan hati dan pengangkatan tumor berhasil. Tubuh Asya dinyatakan bersih.
Asya masih terpejam di ruangannya. Dua jam kemudian, matanya mengerjap dan ia sudah sadar.
"Bagaimana? Apakah pusing?" asya mengangguk.
Raka memeriksa detak jantung Asya. Normal.
"Syukurlah. Seminggu lagi kamu dirawat dan kamu bisa keluar rumah sakit."
Asya tersenyum. Dia tak melihat Arka. Namun, mulutnya masih enggan untuk membuka suara. Maka dia hanya terdenyum, mengangguk, dan terdiam.
***
Seminggu Kemudian..
"Raka!" panggil Asya.
"Ada apa cantik?" jawab Raka sembari tersenyum. Asya tersenyum lalu bertanya.
"Kamu tahu dimana Arka?"tanya Asya.
"Mengapa menanyakan dia?" tanya Raka. Ia tak kuasa berkata bahwa sahabatnya telah tiada demi wanita yang ia sayangi seumur hidupnya.
"Mengapa diam? Kalau tidak mau memberi tahu, aku akan cari tahu sendiri!" ucap Asya pada akhirnya. Sebelum Asya beranjak, lengan Asya dipegang oleh Raka. "Ikut aku." Ucap Raka.
***
"Kenapa kita ke makam?"tanya Asya.
Namun Raka tidak menjawab. Raka sudah berjalan dengan langkah besarnya dan menuju ke salah satu kuburan yang dikenalnya. Dengan cepat, Asya mengikuti Raka. Namun, langkahnya tercekat ketika melihat dari jarak lima langkah, Raka berhenti di sebuah nisan yang bertuliskan nama Arka. Nama lengkapnya.
Lutut Asya seakan tak bisa menopang tubuhnya. Ia menangis. Terduduk di tanah dan menangis sejadi-jadinya.
"KENAPA ARKA! KENAPA KAMU PERGI!! KAMU NGGAK NEPATIN JANJI KAMU ARKA!! HUAAAA" tangis Asya pecah saat itu juga. Raka meneteskan air mata. Merengkuh gadis itu dalam pelukannya.
"Arka masih hidup. Hatinya berada di dalam dirimu. Berterimakasihlah."
Tangis Asya semakin pecah. Pandangannya mengabur lalu dunia menjadi gelap.
***
"Arka!" Asya terperanjat dari tidurnya karena memimpikan Arka. Ia sudah berterimakasih dalam mimpinya. Namun, ia tak rela Arka pergi. Pergi sejauh jauhnya darinya. Takkan ada lagi sahabat yang selalu peduli padanya. Ia menangis lagi.
Ia menangis sejadi-jadinya. Ia membuka telefon genggamnya dan membuka fotonya saat bersama Arka. Saat-saat itu, menegangkan, menyenangkan, menakutkan, menyebalkan, semua ia lewati bersaa sahabat yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Hampir satu jam dia menangis sesenggukan sampai matanya memerah dan bengkak.
Ia berjalan menuju wastafel dan membasuh mukanya. Kesegaran terpancar seketika. Namun, beberapa menit kemudian wajahnya kembali sendu. Ia bingung. Ia tak rela Arka pergi. Meski sekarang ia bisa hidup tenang tanpa penyakit itu. apakah harus ada yang berkorban? Kenapa harus Arka?
Klek.
"Kamu udah bangun?" tanya Raka.
"Kapan aku boleh pulang?" tanya Asya pelan.
"Besok ini juga boleh. ohya, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Aku akan menjemputmu lusa malam. Apakah kau bersedia?" Raka tiba-tiba mendadak serius.
"Memang mau kemana?" tanya Asya balik.
"Ke suatu tempat." Jawab Raka singkat. "Jangan bersedih. Arka pesan padaku supaya kau selalu tersenyum. Dengan melihatmu tersenyum, maka dia akan tersenyum juga di alamnya. Dia masih ada di sini." Ucap Raka pelan sambil menunjuk dada Asya. Tangis Asya kembali pecah. Kali ini berada dipelukan Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Terus Bersamamu
RomanceNasyaradana Almiradewi, seorang wanita muda yang merajut karirnya sebagai penulis. menorehkan sejuta prestasi dalam naungan hatinya yang tercurah pada sebuah tulisan. hingga ia mengidap suatu penyakit, dan hari-harinya begitu muram meski ada dua ora...