Dua hari pra operasi pengangkatan hati Arka untuk Asya.
"Hahaha. Mau minum lagi?" tanya Arka disela tawanya.
Asya mengangguk dan menyeruput susunya lagi yang sudah diberikan rumah sakit. Arka memang seminggu ini menghabiskan waktunya.
Berat di hati Arka. Matanya mendadak panas dan ingin meneteskan air mata. Namun, ia tahan sedemikian rupa.
"Asya." Panggil Arka.
"Seandainya aku tidak ada nanti, apakah kamu akan sedih?"
Uhuk. Asya tersedak dan segera Arka berdiri lalu mengelus punggung Asya. "Pelan-pelan cantik. Grogi ya sama aku?" sementara Asya diam menanggapi gurauan Arka.
"Mengapa kamu bilang begitu?" tanya Asya sinis.
"Tanya saja."
"Kamu bertanya seperti itu. bukankah aku yang harusnya bertanya karena umurku yang lebih pendek darimu?! Apa maksudmu bertanya demikian!" bentak Asya lalu Asya menangis. Segera Arka memeluknya.
"Bukan maksudku seperti itu! aku hanya bertanya. Tolong jangan marah padaku, Sya. Aku nggak mau kehilangan kamu dan kamu harus sembuh ya." Ucap Arka dengan suara bergetar sementaraAsya masih terisak di pelukan Arka.
"Arkaa.. jangan pernah pergi dari aku." Ujar Asya lirih yang diberi anggukan pelan sekaligus tidak yakin oleh Arka. Karena bagaimanapun juga, tumor yang sudah mencapai hati Asya harus segera dimusnahkan. Apalagi keadaan hati Asya yang makin hari makin memburuk karena digerogoti oleh tumornya.
"Asya." Panggil Arka lirih.
Asya mendongak. Arka menghapus sisa air mata Asya dengan ibu jarinya. "Boleh aku menciummu?"mata Asya terbelalak.
"Kalau kamu tidak mau tidak perlu dipaksakan." Namun, sedetik kemudian, Asya mengangguk lemah.
"Benarkah?" tanya Arka memastikan.
"Ya." Asya tersenyum kecut.
Perlahan, Arka memegang kedua bahu Asya dan mendekatkan keningnya ke kening Asya. "I love you. Tolong cepat sembuh. Jangan menangis."
Setelah mengucapkan kata-kata manis itu, Arka menempelkan bibirnya ke bibir Asya. Melumatnya dan menyalurkan rasa cintanya yang selama ini terpendam. Asya menangis di sela ciumannya. Ia merasa sakit. Bersalah kepada Arka. Ia seperti wanita yang tidak tahu berterimakasih kepada Arka.
Air mata itu makin deras mengalir seiring makin dalam ciuman mereka. Namun, di sela ciuman mereka, Asya merasakan sesak di dadanya. Arka yang mengetahui itu segera memencet bel rumah sakit dan sedetik kemudian Raka masuk. Secepat itu? ya. Karena Raka sudah mengetahui semua kejadian dari awal di balik pintu.
***
Semua alat sudah terpasang dengan rapi. Arka dengan seragam biru mudanya sudah tertidur dengan damai. Ia memang sengaja tidak memberitahukan ini pada Asya. Biarlah dia tahu saat yang tepat.
"Dokter, buat garis penanda dulu, ini agak aneh." Ucap Erika.
"Tolong ambilkan pisau bedah,"
Tangan Raka masih sibuk. Keringat mengucur dari keningnya. Buliran itu diseka pelan oleh Erika. Sesekali, suster itu membantu mengambilkan beberapa barang.
Di dalam hari Raka, dia tidak rela sahabatnya harus pergi. Matanya memanas, namun ia tetap mencoba untuk konsentrasi akan jalannya operasi.
"Ambilkan penjepit,"
Beberapa menit yang cukup lama untuk mengangkat hati Arka pun terlewati. Kini, sudah tidak ada lagi hati di tubuh Arka. Raka meneteskan air matanya namun segera diseka kasar. Ia menjahit bagian bekas pengambilan hati Arka dan menangis di samping sahabatnya itu.
"Kamu teman terbaik yang pernah aku miliki. Berhati mulia. Meski pada awalnya kamu ingin menang. Namun, kurasa, ini kemenanganmu. Hatimu ada di hatinya. Membuatnya hidup. Sementara aku, hanyalah seorang pecundang! Aku sepertinya tak pantas mendapatkan Asya. Tidak sama sekali. Aku hanya perebut darimu! Sahabat macam apa aku ini." isak Raka dengan tangan yang terkepal.
Raka menyesali kebodohannya. Ia memang seseorang yang tak pantas mendapatkan Asya. Manamungkin sahabatnya saja rela deminya, ia yang hanya melepaskan Asya tidak sanggup. Dia merasasangat tidak berguna. Dia harus bisa membahagiakan Asya demi sahabatnya yang telah tenang di surga.
"Tidur yang tenang sob, gue bakal jagain apa yang semestinya lo punya." Ucap Raka kemudian meninggalkan ruangan itu. para suster menghampiri Arka yang sudah terbujur kaku tak bernyawa. Ia tertutup kain putih.
Raka berjalan dengan tatapan kosong. Kakinya mengarah untuk menemui gadis itu. Gadis yang selama ini diperebutkan. Selama mereka bersahabat, mereka tak pernah berebut. Dan sekali mereka berebut adalah tentang cinta yang membuat satu dari mereka mengorbankan nyawa.
Raka tak rela sahabatnya seperti itu. Namun, ia juga tak rela gadisnya menderita. Mengapa dunia tak adil? Mengapa harus ada kehilangan? Apakah operasi Asya akan berhasil? Apakah Asya masih mau menerima lelaki sepertinya?
Raka mengingat kejadian dua hari yang lalu di mana Arka dan Asya berciuman di kamar Asya. Dadanya nyeri seperti tertusuk duri. Lututnya seakan tak bisa menopang dirinya. Kepalanya pusing dan pandangannya mengabur melihat semua itu. ia memijit pelipisnya.
Keluarga Arka datang. Mereka membawa jenazah Arka dan mengebumikannya di tanah pemakaman umum jakarta. Keluarga sempat sedih. Namun, setelah menerima penjelasan, akhirnya pihak keluarga mulai mengerti dan merelakan Arka.
Sementara itu, Asya masih belum mengerti. Meskipun, ia sering bertanya kemana Arka pergi. Banyak sekali alasan yang dilontarkan pihak keluarga Asya agar dirinya tidak memikirkan Arka terlebih dahulu. Namun, bukan Asya namanya kalau tidak puas dengan jawaban yang diberikan.
"Sebenernya kemana sih Ma?" tanya Asya.
"Sibuk di Singapore." Jawab Mama Asya sambil mengelus rambut Asya.
"Seriusan?"
"Iya. Ohya, kamu besok operasi. Jadi istirahat yang cukup." Pesan Mama. Akhirnya Asya pun menurut dan mulai tertidur. Di dalam mimpinya, ia melihat Arka yang mengenakan baju putih. Menggandengnya menuju taman yang terindah. Memberinya mahkota dari bunga dan mengecup keningnya. Namun, ia juga melihat bahwa Arka pergi melalui gerbang yang berbeda. Asya berlari mengejar Arka. Arka semakin cepat dan sampai akhirnya-
"Arka jangan pergi!" teriak Asya.
Asya mengerjap dan memahami bahwa ia kini ada di ruangan yang bersih. Raka di hadapannya dan tersenyum kecut.
"Syukurlah kamu sudah sadar. Sudah siap untuk operasi?" tanya Raka. Asya mengangguk.
"Baiklah. tiga jam lagi operasi dimulai. Jangan grogi." Jelas Raka lalu mengecup kening Asya sekilas.
"Tunggu!" teriak Asya.
"Ada apa?" tanya Raka.
"Jangan tinggalin aku." Ucap Asya lirih.
Raka berbalik arah dan memeluk tubuh mungil yang dingin itu. ia membisikkan kata-kata yang menguatkan gadisnya. Sampai akhirnya gadis itu kembali tenang dan bisa tersenyum.
***
makin gaje ajaaya partnyaa. iya e rencananya mau bikin cerita baru, tapi takutnya mengecewakan kalau berhenti di tengah jalan. ya doakan saja cerita yang baru lebih baik daripada ini.
tapi inshaaAllah ini tetep dilanjutin sampai akhir kok. votenya yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Terus Bersamamu
RomanceNasyaradana Almiradewi, seorang wanita muda yang merajut karirnya sebagai penulis. menorehkan sejuta prestasi dalam naungan hatinya yang tercurah pada sebuah tulisan. hingga ia mengidap suatu penyakit, dan hari-harinya begitu muram meski ada dua ora...