1. Mochi Mini

258 10 2
                                    

Sendiri kita cepat, tapi bersama kita melaju jauh.


Vote sebelum membaca, komen pas lagi baca☺☺☺☺

Aku meletakkan buku-buku sambil memastikan kembali letak buku seperti semula. Aku mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Hanya ada barisan buku yang tertata rapi di setiap raknya. Karena masih jam pelajaran, suasana perpustakaan hari ini masih sepi hanya ada penjaga perpus yang sedang duduk di bangkunya.

Aku mempercepat langkah kakiku menuju kelas. Saat melewati gudang, aku mendengar suara tawa anak laki-laki yang membuat ku merasa penasaran.

Ku beranikan diri untuk mendekat dan ku lihat kurang lebih lima orang siswa yang sedang merokok masal di sana. Beberapa botol minuman bersoda juga tergeletak di lantai.

Aku berbalik ke belakang saat mereka menyadari seorang gadis tengah  memergokinya sekarang. Namun, satu diantara mereka menarik paksa lenganku sampai membuat ku kembali menghadapnya.

Bondan namanya. Dia adalah ketua geng One View. Geng beranggotakan lima orang itu dikenal dengan tabiat buruk mereka yang suka membully dan bertingkah semaunya.

Kutahan air mataku saat dia mencengkeram erat daguku membuatku mendongak padanya. "Bang, lepasin gue." Pintaku.

Bondan malah mendorong ku sampai aku terjatuh dan ditangkap oleh dua orang lainnya, mereka memegang erat lengan kiri dan kananku.

"Hajar aja, Bon!"
"Paksa dia tutup mulut." Ucap diantara mereka yang semakin membuat ku takut.

Bondan hanya diam, namun dia mengeluarkan handphone dari saku celananya, dan melangkah mendekati ku. Aku meronta saat dia merobek  seragamku dengan tangan kirinya, membuat beberapa kancing terlepas. Sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk merekam  itu semua.

"Tolong jangan... Tolong lepasin gue, bang!" Seruku, sambil berusaha melarikan diri. Namun, mereka malah semakin memegangi ku dengan erat yang justru membuat ku semakin takut.

"Gue bakal sebarin video lo kalau lo berani buka mulut, apalagi ngadu ke guru tentang apa yang lo liat barusan." Ucap Bondan sambil memberikan instruksi kepada dua temannya-Koko dan Jerry untuk melepaskan ku.

"Mending lo pergi sekarang."

Segera aku melarikan diri dari sana sambil mengancingkan seragam, tanpa menoleh ke belakang. Air mataku pun jatuh tak bisa ku tahan lagi.

*****

"Jadi gitu ceritanya, Re." Ucapku pada Rere yang sedang memilih mochi mana yang akan dia masukan kembali ke dalam mulutnya.

"Astaga, Fuji... Untungnya lo nggak sampai diapa-apain sama mereka." Ada jeda, "Tapi, perasaan gue kok, jadi  nggak enak gini ya. Gimana kalau mereka nekat nyebarin video lo itu?"  Rere cemas sama sekali tidak ada ketenangan di wajahnya.

Melihat itu malah membuat ku semakin resah. Belum lagi dengan mengingat kelakuan mereka yang selama ini tidak ada baiknya. Aku yang tertangkap basah memergoki mereka merokok masal tadi siang, bisa membuat mereka menjadikan aku sebagai sasaran pembullyan.

Aku menghela nafas sejenak. "Gue coba untuk tetap tenang kali ini, gue masih punya asuransi kalau ada apa-apa sama gue."

"Buset dah, Fuji. Di saat kayak gini lo masih bisa melawak, ya?" Rere langsung memutar bola mata di depanku.

"Iya karena nggak semua yang gue takutin itu berubah jadi nyata, kan." Aku tersenyum.

"Benar sekali." Rere mengangguk. Ia mendekat untuk memelukku.

Aku bersyukur, meski masalah baru menambah beban pikiran ku, aku masih punya Rere yang menemaniku sejak aku berseragam putih biru.

"Fuji, hoodie abu gue udah lo cuci kan?" Tanya Frank. Dia kakakku, lebih tua dari ku tiga tahun.

"Udah gue cuci kok, ada di lemari lo, bang." Jawabku sambil melepas pelukan Rere.

"Bagus." Frank melangkah menjauh meski sempat menatap pada ku dan Rere bergantian.

Rere menatapku penasaran, "Abang lo, masih suka seenaknya sama lo?"

Aku menggeleng. "Nggak, kok. Itu emang tugas gue."

"Hah? Lo yakin? Fuji, abang lo itu udah gede ya. Dia bisa urus dirinya sendiri. Dan nggak perlu lo turutin kemauan dia terus," ucap Rere. "Lo itu adiknya, bukan pembantunya."

"Re, nggak gitu... Nggak ada salahnya kan gue kerjain kerjaan rumah? Gue  cuma punya dia sekarang, Re. Gue nggak mungkin ngelawan dia."

"Tapi gue tau kelakuannya kayak apa ya, Fu. Gue masih ingat saat dia nampar lo cuma karena lo lupa nggak nyuci sepatunya? Abang macam apaan yang suka nyakitin adiknya sendiri?"

"Udah... Lo kenapa malah jadi ngomongin abang gue, sih?"

"Tapi, Fu..."

Tok tok tok.

"Fuji... Rere... Lo berdua di dalem, kan? Ini gue-Nasya sama Arsyi." Suara Nasya yang terdengar membuatku melangkah kan kaki menuju pintu utama. Rere mengekor di belakang ku.

"Ngucapin salam dulu kali, Nas. Kan enak didenger sama yang punya rumah." Ucap Rere sambil menatap kesal Nasya ketika aku sudah membuka pintu.

Yang ditatap kesal pun langsung memeluk Rere erat. "Assalamu'alaikum..." Ucap Nasya hampir bersamaan dengan Arsyi yang berada di sebelah nya.

Aku dan Rere saling pandang. "Wa'alaikumussalam."

"Apa kabar lo berdua? Gue kangen tau, nggak?" Ucap Arsyi sambil memelukku dan Rere bergantian.

"Gue juga kangen sama lo. Yuk berpelukan berempat, biar kayak teletubbies." Ucap ku sambil merentangkan tangan untuk memeluk mereka. Kami berempat pun berpelukan seperti kartun anak-anak yang sudah tidak tayang di televisi itu.

"Ciee, yang baru pulang liburan dari Bandung. Oleh-olehnya mana nih, kalau boleh tau?" Ujar Rere, kontan membuat pelukan kami terlepas.

"Ini dong, udah gue siapin." Ucap Arsyi sambil menunjukkan plastik putih berisi dua bungkus kardus berwarna coklat.

Aku dan Rere hanya bisa diam dan saling pandang melihat isi dari plastik putih dari Arsyi. Itu adalah mochi dengan balutan wijen sama seperti yang sudah kami berdua makan sejak tadi.

*****

Bersambung.

#Utamakan membaca Al-Qur'an 🌼

I BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang