10

10.6K 792 102
                                    

Ketika, cinta itu datang ada kala nya dia memilih untuk pergi. Yang awalnya berjanji untuk mempertahankan dia malah mengambil langkah jauh untuk meninggalkan. Sekeras apapun ego manusia, tetap lah sama. Udara yang mereka hirup, tetap serupa.

Walau pun berbeda. Mereka hanyalah segelintir orang-orang yang kerap kali membuat dosa.

Pemukiman warga, danau, pepohonan, gedung industri semua tersaji di dunia. Kini dua orang itu kembali duduk secara berdampingan. Entah karena alasan apa, ada rindu yang bersembunyi di dalam naungan ego mereka masing-masing.

Di tengah hamparan rerumputan hijau, di depannya di suguhkan dengan danau yang terlihat menenangkan. Ia rupanya baru tau kalau Lee Jeno, pria yang duduk di depannya itu sangat menyukai alam sekitar. Pantas saja kemarin dia menggerutu kesal karena seharian penuh harus terperangkap di ruangan kantor yang sangat menyesakkan.

Untuk yang pertama kalinya Jaemin tertawa lepas. Dia menertawakan kebodohan Jeno. Faktanya, Jeno memang orang seperti itu. "Haha dasar ceroboh" seru Jaemin dengan kikikkan geli.

"Aku hanya teledor, bukan ceroboh" dengus Jeno tidak terima di katai ceroboh. Dia itu profesional dalam hal apapun. Hanya saja ketelodorannya yang malah membuat Mark menggeram kesal dan menyumpah serapahi nya secara terang-terangan.

"Sama saja" pekik Jaemin.

Jingga mulai menghiasi langit yang tadi nya biru, ahh ternyata petang tiba dengan cepat hari ini. "Pulanglah, Renjun pasti khawatir kalau kau selalu menghilang dan malah menemuiku"

"Aku mempunyai kewajiban untuk menemuimu" pungkasnya. "Aku mencintaimu"

Jaemin tak menjawab. Hatinya merasakan desiran hebat. Namun rasa kecewa akan masa lalu masih hinggap dan tak tau sebarapa lama dia akan menetap. "Sudah sore Jen"

"Jawab dulu"

"Untuk?"

"Meyakinkan ku sekali lagi"

"Astaga" jengah Jaemin mendengarnya. Jeno seperti kenakan padahal kumis tipis sudah terlihat di antara bibirnya. "Cukur, jelek" katanya.

Jeno mengerutkan keningnya, memegang rambutnya yang tersingkap ke belakang. Menampakkan kening putih nya yang menawan.

"Bukan rambut" Jaemin menggeleng. "Kumis mu, aku tak suka"

"Oohh, iya besok aku cukur" kekeh Jeno merasa di perhatikan lagi. Jika dulu dia telah berulangkali menyakiti Jaemin, maka mulai detik ini Jeno akan menjadi pelindung baginya.

"Jangan genit" tegur Jaemin ketika tangan Jeno ingin meraih tangan nya namun segera Jaemin peringati.

"Hehe maaf"

"Pulang sekarangg" tekan Jaemin kesal. Lalu melemparkan bungkus berwarna coklat pemberian Jeno yang di dalam nya adalah sebuah jam tangan. "Bawa itu, simpan uang mu, jangan membeli barang-barang mahal hanya untuk membujukku. Aku bukan orang matrelialistis!" dengus Jaemin lalu beranjak berdiri dan pergi meninggalkan Jeno yang termanung di sana.

Baru saja kesadarannya kembali, Jaemin sudah berada jauh darinya. Sekitar lima meter adanya. Jeno mengejar, lalu mendekap tubuh itu erat ketika berhasil menggapainya ulang. "Jangan pergi"

"Aku hanya ingin pulang" dingin Jaemin. Hati kecil nya menghangat, namun ia masih sadar akan posisinya yang tetap akan menjadi sebagai pihak ketiga di dalam cerita ini. Mata rusanga meredup. Mengelus punggung tangan Jeno yang melingkar di pinggang nya. "Besok temui aku lagi, tapi sekarang kau harus pulang. Jangan membantah"

"Baiklah" walaupun berat, pada akhirnya Jeno menurut patuh. Jaemin bagaikan bintang yang jatuh ke bumi, indah tutur katanya, paras nya yang mempesona, serta kerendahan hatinya yang dapat membuat siapapun terjatuh. Jika di tangan yang salah, Jaemin hanya akan menjadi seorang korban. "Jaga diri baik-baik" kata Jeno sebelum ia pamit dengan mobil hitam nya yang kini sudah jauh dari pandangan Jaemin.

[ ✔ ] Ineffable - nomin ft jisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang