Pemuda itu duduk sembari menunjukan senyum rapuh nya. Pria dewasa di hadapannya hanya menunduk tak kalah rapuh dari sang pemuda.
"A-ayah" gugup Chenle.
Guanlin tercekat, namun tak kunjung menatap iris mata anak nya. Dia hanya menunduk di dalam ruangan yang di batasi oleh kaca tebal yang menghubungkan keduanya. Chenle meremat ujung seragam SMA nya.
Yang dia ketahui, dulu. Guanlin adalah paman terbaiknya, sama hal nya seperti paman Doyoung. Namun ia tak mengira kalau nyatanya laki-laki ini adalah Ayah sekaligus orang yang membunuh Buna nya.
Chenle mendesah ringan. "Ayah" ia kembali menyeru.
Dengan ragu Guanlin menoleh ke arah anak nya. Janggut mulai tumbuh di area dagu nya, rambutnya memanjang. Dia benar-benar bukan Guanlin yang dulu. Nampak seperti pria tua yang tak berdaya dalam sel tahanan penjara.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Chenle lagi.
Jisung berada tak jauh dari mereka, rahangnya menegas. Ingin sekali dia membunuh pria tua yang menjadi biang masalah di masa lalu, namun Jisung harus berpikir lebih logis. Dia akan berakhir sama seperti Guanlin jika ia melakukan hal itu.
"Aku baik" jawab Guanlin, suaranya parau. "Bagaimana denganmu?"
Chenle tersenyum kaku. Kemudian mengangguk. "Aku baik"
Hening kembali.
Pemuda itu bingung harus mengatakan apa lagi. Pada akhirnya Chenle menangis pelan. Guanlin terkejut, meraih tangan anaknya melalui lubang kecil di kaca tersebut. "Kenapa? Kenapa menangis?" ia cemas.
Chenle hanya menggeleng. Anaknya itu sudah besar, dan dia tak lagi muda. Di usianya yang sudah tua, Guanlin baru pertama kali lagi melihat anaknya. Mengusap punggung tangan anaknya. "Kamu sudah besar nak"
"Siapa orang yang akan menjadi kekasihmu?" Guanlin terkekeh mencoba untuk mencairkan suasana.
Pipi anak itu merona merah. Chenle menggeleng kuat. "Ayah bicara apa??? Aku belum punya pacar!"
"Haha, sungguh?" Guanlin terkekeh lagi, kerutan halus di wajahnya nampak terlihat. "Padahal anak Ayah ini cantik sekali. Mirip dengan Buna mu dulu"
"Jangan mencoba untuk menggodaku!" ia mempoutkan bibirnya.
Sesaat kemudian, Jisung menghampiri mereka. Dia duduk di samping Chenle. Mata sipit nya menatap tajam ke arah Guanlin.
Guanlin terdiam beberapa lama, dia mencoba untuk mengingat-ngingat siapa anak ini. "J-jeno?" ia bergumam. Kemudian menggeleng. "Kau Jisung kan?"
Jisung mengangguk. "Benar"
"Ahh" Guanlin meringis pelan. Chenle ikut diam.
"Kalian berpacaran?" Guanlin kembali berujar, membuat pemuda itu saling melempar tatapan terkejut kemudian menggeleng bersamaan.
"Tidak!" jawab keduanya serempak.
Guanlin mengernyit. Mereka ini kenapa? Pikirnya.
"K-kami bersaudara Ayah!" seru Chenle menengahi. "Kami bersaudara semenjak Ayah Jeno menikah dengan Papa nya Jisung"
"Ohh begitu, aku pikir kalian mempunyai hubungan khusus" Guanlin kembali membuat dua pemuda itu saling pandang.
"Tidak!"
-
-
-
Salju turun di Seoul. Jisung menggenggam tangan Chenle, dia tidak suka ketika beberapa orang melihat ke arah Chenle. Chenle tumbuh menjadi pemuda yang baik, dan juga cantik. Berbeda dengan dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] Ineffable - nomin ft jisung
Ficção Adolescenten. ceritanya bikin nguras emosi. jadi kalau gamau emosi ya jangan baca ngehe. Hiruk pikuk kehidupan itu memang lah sangat menyesakkan dada. Setiap manusia mempunyai kesabaran nya masing-masing, namun hal itu tidak menutup kemungkinan jika kesabaran...