Rintik hujan membasahi pekarangan rumah tua milik Jaemin. Dua orang dewasa di sana tengah duduk sambil di temani dengan secangkir kopi, yang satunya lebih memilih menikmati sajian teh hangat.
Dua anak laki-laki tengah berada di halaman depan. Jisung menarik lengan Chenle ke arah hujan. Niat Jisung hanya ingin menghibur adiknya. Membawanya hujan-hujanan.
"Jisung cepat akrab ya" seru Jeno dengan suara parau. Dia masih terkejut akan kejadian kemarin, begitu mendadak dan mengejutkannya. Jeno bahkan tidak mau pergi ke China untuk menyusul Mark.
Dia tidak mau kalau hal yang terjadi pada Renjun akan terjadi kepada Jaemin. Jeno menyayangi keduanya. Walaupun Jeno tidak mencintai Renjun sebagai istrinya, tetap saja dia pernah menyukainya.
Jaemin mengangguk pelan. "Iya, Jisung tidak menyukai orang sekitarnya bersedih, dan dia harus jadi alasan kebahagiaan itu datang lagi" lirih Jaemin.
Jeno meraih tangan Jaemin. Menggenggamnya erat. "Na"
"Ya??"
"Maaf"
Ia menggeleng cepat. Menatap Jeno dengan raut wajah penuh tanya. "Kenapa harus minta maaf? Jen . . aku yang salah"
"Tidak"
"Renjun menyelamatkanku"
"Aku sudah melihatnya" potong Jeno. Dia tidak menyukai gaya bicara Jaemin yang seolah selalu menyalahkan dirinya. Padahal, ini kesalahan Lai Guanlin.
Laki-laki sialan itu.
Jeno menggeram pelan. Menarik tengkuk Jaemin dan langsung menciumnya. Menuntut. Jaemin tersentak, mata Jeno terpejam. Bibirnya menari di atas bibir Jaemin, menghisap dan menggigitnya kasar.
"J-jennh??"
Ciuman di lepas. Jeno mendesah kasar. "Jangan menyalahkan dirimu terus" katanya. Jaemin tersentak, dia ingin lari sekarang.
"T-tapi"
"Renjun menyuruhku untuk menikahi mu di surat yang ia tulis. Jadi, bagaimana?"
"H-hah?"
"Menikahlah denganku, kita urus Jisung dan Chenle bersama-sama" ujarnya, tak lepas dari atensinya yang memerhatikan manik coklat itu. "Jisung membutuhkan ku, dan Chenle membutuhkan mu. Bukan kah ini impian mu sejak dulu Na?" Jeno bertanya.
"Keluarga yang utuh" tambahnya.
Jaemin memejamkan matanya perlahan. "Beberapa orang mungkin tidak setuju dengan tindakan mu Lee"
"Kau juga?" sahut Jeno. Jaemin menggeleng.
"Orang tuamu, orang tua Renjun, dan-"
"Lalu apa peduli ku?"
"Jenoo"
"Ini kemauan kita bertiga. Aku, Renjun, dan kau juga menginginkannya" tegas Jeno. Meremat jemari mungil Jaemin dalam genggamannya. "Untuk saat ini, pikirkan perasaan mu sendiri Jaemin. Jangan pedulikan orang lain dulu" lirihnya.
Jaemin menatap Jeno sayu. Dia menangis lagi.
"Aku sedang melamarmu Na, kenapa malah menangis??" ia frustasi. Mencoba menenangkan Jaemin dengan menepuk bahu sempitnya.
"A-aku tidak tau"
-
-
-
Empat tahun kemudian.
"LEE JISUNG-!!" pekik Yeonjun sambil mencengkram kuat kerah seragam Jisung. Anak itu kini duduk di kelas empat sekolah dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] Ineffable - nomin ft jisung
Novela Juveniln. ceritanya bikin nguras emosi. jadi kalau gamau emosi ya jangan baca ngehe. Hiruk pikuk kehidupan itu memang lah sangat menyesakkan dada. Setiap manusia mempunyai kesabaran nya masing-masing, namun hal itu tidak menutup kemungkinan jika kesabaran...