Jenandra Alversado, seorang remaja yang sekarang hidup untuk kakaknya, Juanda Alversado. Kakak-beradik ini susah dipisah. Jenandra selalu ada dimana 'pun Juanda berada, tapi Juanda tak selalu ada dimana 'pun Jenandra berada karena Jenandra tak membi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌻🌻
"Lagi ngapain?" Jenan bertanya pada Juan yang sedang mengoleskan selai di atas roti. Jenan mengambil sekotak susu di lemari es, bersiap untuk berangkat sekolah.
"Mau?" Juan bertanya pada mulut penuh. Ia memakan roti dengan selai kacang. Jenan menggeleng.
"Lo ngga mau bareng sama Theo? Temenin dia naik bus kek," nada Juanda sedikit meminta. Mengingat kejadian semalam, ia merasa iba kepada Theo. Ternyata sifat berandalannya itu merupakan sebuah coping mechanisme.
Jenan terdiam.
"Kak Ju–" Theo datang dari depan melihat kedua kakak beradik yang sedang berbincang di dapur. Ia menatap Juanda.
"Apaan kak–kak!" ucap Jenan ketus.
"Serah lo! Gue berangkat duluan," Theo melangkah pergi. Niatnya tadi hanya ingin berpamitan kepada Juan, tapi ia tak tahu jika Jenan juga ada disana.
"Theo!" ia berhenti melangkah ketika namanya terpanggil. Tapi itu bukan suara Juan. Ia membalikkan badan.
"Apa?" tanyanya kepada Jenan, yang memanggilnya barusan.
"Mau naik bus barengan ngga?" tanya Jenan. Juan dan Theo terkaget. Mereka menatap Jenan yang sedang menyedot susu kotak secara bersamaan.
Theo menunjuk ke arah dirinya sendiri, untuk memastikan jika yang Jenan maksud adalah dirinya. Jenan mengangguk.
"Kesambet apaan lo?" tanyanya.
"Ngga mau ya udah!" Jenan membuang kotak susu ke tempat sampah, lalu melangkah keluar dari dapur hendak melewati Theo.
"Eeeeeehhhh.." jari Theo menarik ransel Jenan yang melewatinya.
"Apaan anjir?!" Jenan bergerak gusar melepaskan diri.
"Kita mencar pas di sekolah tapi,"
"Ya emang, kan kelas kita beda tolol!"
"Ga usah ngegas asu! Ayo!" Jenan berjalan di belakang Theo.
"Kak, kita berangkat. Bye!" Juan melambaikan tangannya ke arah dua orang yang barusan keluar dari pintu rumahnya. Ia tersenyum lebar ketika barusan adiknya dan sepupunya yang bisa dibilang pernah punya dendam pribadi terlihat akur.
