"It's not your fault, it will never be your fault," -ljm.
Tentang yeonjoo dengan 23 kakak laki-lakinya. Keluarga yang tidak seharmonis apa yang terlihat, 23 kakak jail, adu mulut, seru-seruan?
Tidak.
Mereka dingin. Terlalu banyak hal yang disembunyi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
...
"Bang Jungwoo?"
Tepat seperti dugaanku.
Lelaki jangkung yang sedang bermain ponsel sambil bersandar di depan pintu rumahku itu menoleh mendengar panggilanku. Hidungnya memerah akibat dinginnya udara musim gugur, sepertinya dia menunggu di situ cukup lama.
"Bukain pintunya dong! Dingin!" suruhnya.
Aku segera membuka sandi pintu rumahku dan tanpa kupersilahkan bang jungwoo lebih dulu memasuki rumah, meringkuk di sofa ruang tamu -kedinginan.
"Lo gua telponin, ga nyaut-nyaut kenapa?" tanyanya dengan suara gemetar.
Aku mengernyit. Dengan cepat aku mengambil ponselku, benar saja layarnya menunjukkan 4 kali panggilan tidak terjawab dari bang junguwee. Ponselku memang sengaja ku-silent, mana aku tahu bang jungwoo menelepon tadi. Aku hanya mengedikkan bahu ke arahnya.
"Ngapain ke sini?" tanyaku sambil melempar selimut dari kamarku kepadanya.
"Mo numpang makan,"
"Apa banget," aku mendecih.
"Dompet gua ketinggalan di rumah ayah, males ngambil,"
Bang Jungwoo berjalan menuju dapur, mengecek kulkas dan beberapa lemari berharap menemukan makanan yang bisa ia makan.
"Dih, gaada makanan apa?"
"Buat aja, ada bahannya kan di kulkas? Kemaren bunda beli,"
"Males," ia duduk di ruang makan, mengambil sekotak ayam goreng yang sebenarnya disediakan bunda untuk sarapanku tadi. Masih ada beberapa ayam, aku tidak menghabiskannya. "Joo, gua makan ya,"
Bang Jungwoo langsung melahap ayam itu tanpa mengetahui jawaban yang kuberikan. Yaa, aku akan tetap bilang iya juga sebenarnya. Aku menghampirinya dan duduk di hadapannya.
"Kok lo tau rumah gua, Bang?" tanyaku menyelidik.
Abangku tidak ada yang pernah ke rumahku sebelumnya, mungkin hanya Bang Johnny? Karena Bang Johnny kadang mengantarku pulang dari rumah ayah. Tapi yang lain tidak pernah, jadi perlu ditanyakan kenapa Bang Jungwoo bisa sampai datang ke rumahku.
"Tau lah," katanya masih dengan mulut penuh ayam.
"Lo nanya ayah?"
"Males banget gua nanya ayah," sarkasnya.
Aku mendengus, ia menjawab asal-asalan.
Aku berjalan gontai mengambil buku yang baru saja kubeli. Ralat, dibelikan orang. Kemudian aku duduk di sofa, mulai membaca bagian awal dari buku itu.