1. Seribu Tahun Yang Lalu

1.4K 271 73
                                    


---

Oblivion (noun): the state of being completely forgotten or destroyed.

(Keadaan terlupakan atau hancur sepenuhnya)

---


Dingin.

Aku tidak bisa merasakan kedua kakiku sama sekali, seolah-olah keduanya telah melebur akibat terjangan udara dingin ini. Kutarik jubah bulu unta yang kupakai supaya bisa menutupi tubuhku.

Ini... di mana?

Sejauh mata memandang, hanya terlihat satu warna saja. Putih. Tidak ada langit yang biru, bukit yang hijau, atau tanah yang kecokelatan. Semuanya putih, terselimuti salju. Bahkan angin yang melolong keras di sekelilingku ikut berwarna putih, akibat tercampur dengan serpihan-serpihan es.

Akibatnya aku tidak tahu persisnya di mana aku sekarang. Terasa seperti khayalan, tetapi dari rasa dingin yang menggigiti setiap jengkal tubuhku, aku tahu ini nyata. Meski begitu, aku tak merasa ketakutan berada di tempat yang belum pernah kukunjungi seumur hidupku ini.

Aku hanya ingin tahu.

Di antara deru angin, aku mendengar bunyi lain. Desisan, seperti beras yang ditumpahkan perlahan-lahan ke atas mangkuk. Lalu beberapa langkah dari hadapanku, semburat warna lain muncul. Emas. Mulanya hanya berupa lingkaran kecil, tapi garis emas itu meledak menjadi sebuah lingkaran besar yang bercahaya.

Dari tengah lingkaran itu, terlihat pemandangan sebuah gunung runcing yang puncaknya tertutup salju. Ada hutan yang pohon-pohonnya sudah kering karena musim dingin, kayu-kayunya berwarna hitam legam seperti terbakar, amat kontras dengan gunung yang putih di belakangnya. Aku pernah melihat lingkaran seperti itu sebelumnya—lingkaran itu yang membawaku ke tempat ini, seperti semacam pintu. Lingkaran portal, kurasa itu istilahnya.

Lalu seseorang muncul, melangkah melewati tepi lingkaran portal itu dengan anggun.

Meski sosoknya terhalang terpaan es, aku tahu dia sedang menatapku. Aku tidak bisa melihat wajahnya. Yang tampak hanyalah pakaiannya; dia memakai sejenis jubah panjang warna hitam, dengan selendang berwarna emas, dan sebuah topi dari anyaman yang berbentuk segitiga yang menghalangi matanya. Dia juga memegang sebuah tongkat panjang, ujungnya tersemat gelang-gelang logam yang berkilau.

Sosok itu mengatakan sesuatu.

Dari suaranya, dia seorang laki-laki. Aku tidak memahami kata-katanya.

Pria itu mendekatiku. Aku tetap di tempatku, tidak merasa aku harus takut padanya. Tongkat panjang pria itu bergemerincing saat dia mendekat, kaki-kakinya yang ditutupi sepatu kulit tebal berwarna putih melangkah pasti ke arahku. Aku masih tidak takut. Pria itu tidak punya hawa mengancam. Sebaliknya, dia membuatku merasa begitu... tenang.

Ketika dia sampai di hadapanku, dia menjulang lebih tinggi dariku sehingga aku harus mendongak untuk menatap wajahnya. Matanya yang sipit nyaris tertutup oleh alisnya yang tebal, amat kontras dengan kepalanya yang botak. Wajahnya tidak punya kerutan, sehingga aku tidak bisa menebak berapa usianya.

"Qara," katanya, sambil tersenyum padaku.

Aku mau menjawab, tetapi aku ragu dia mengerti bahasaku. Aku belum pernah melihat pria seperti ini di desa kami; pakaiannya, topinya, tongkatnya, gelagatnya... semuanya terasa asing. Namun pria itu hanya mengangguk, seperti bisa mendengar suara hatiku. Dia berbalik membelakangiku, dan melakukan gerakan tangan seperti sedang mengaduk udara. Muncul lingkaran emas lain yang meledak menjadi portal. Di seberang portal tampak sebuah bangunan megah yang baru setengah jadi. Selusin laki-laki yang berpakaian lusuh sedang bergotong royong mengangkut batu dan kayu, sibuk membangun dan memahat.

THE NEW GIRL 3: OBLIVION (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang