"Baiklah jika memang tidak ada lagi pertanyaan, Bapak akhiri saja perkuliahan kita hari ini ya. Apabila ada kata-kata yang salah mohon dimaafkan. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."
Dosen pun keluar diikuti oleh sebagian mahasiswa yang sedari tadi tak sabar menunggu mata kuliah habis. Begitu pun aku. Sebenarnya aku tidak terlalu terburu-buru sih... Hanya saja rasa penasaran yang menyelimuti jiwaku ini yang membuat aku tak sabar untuk menemui Rafa dan memecahkan segala teka-teki yang ada.
Aku bergegas memasukkan binder dan alat tulis ke dalam ransel hitamku. Kayla yang telah siap menghampiri meja dan menepuk halus pundakku. "Hei, jalan-jalan yuk!!"
"Eh, Kayla. Sorry ya, Kay kayaknya gue gak bisa deh hari ini."
"Yaahhh... Mau ke mana emangnya?"
"Ada janji sama temen lama gue. Udah lama gak ketemu," jawabku berbohong.
"Yah kalah cepet nih gue. Yaudah deh gapapa. Hati-hati ya, Sayangku..."
"Hehehe oke, Sayang. Langsung pulang yaa jangan ngayap."
"Iye, Mak. Siap. Eh tapi gue mau ke gramedia deh sebentar, bosen banget... Di rumah juga gak ada orang."
"Ajak si Mela aja, Kay... Kemarin kalau gak salah dia ngajak ke Gramedia juga."
"Oh, boleh deh, nanti gue ajak dia. Yaudah gue duluan ya, Rev, takut Mela keburu pulang nanti."
"Oke, Kay. Fii amanillaah!"
Kayla pergi mendahuluiku. Huh, alhamdulillah... Maaf ya, Kayla aku udah bohong sama kamu. Aku gak tahu gimana cara menjelaskan apa yang telah terjadi sama kamu sementara aku sendiri juga masih bingung.
"Tumben ditinggal sendiri," ucap Latisha dengan sinis. Aku tak tahu mengapa Latisha dan teman-temannya itu terlihat sirik padaku dan Kayla, padahal kami berdua sama sekali tidak pernah mengganggu maupun mengusik kehidupan mereka.
"Ada perlu," jawabku singkat.
"Ada undangan di mana lagi hari ini, USTADZAH?!" Tanyanya meledek.
"Kenapa? Mau ikut? Sini daftar di gue."
"Sorry, kita gak level ya dengerin ceramah dari ustadzah setingkat lu!"
"Maunya apa sih ni orang? Huhh... Sabar, Revaline." Ucapku dalam hati.
"Oke deh kalau gak ada yang mau daftar, GUE PERMISI!"
Aku langsung pergi dari hadapan mereka. Entah apa yang mereka bisingkan setelah aku pergi dari situ, aku tak peduli. Peduli terhadap mereka hanyalah membuang-buang waktuku saja.
Rafa telah menungguku di ujung sana bersama Rani, dan si kembar Roni dan Toni. Kami langsung masuk ke dalam mobil Rafa. Saat tengah diperjalanan, Aku dan Rafa mencoba menjelaskan apa yang akan kami lakukan dan apa yang harus mereka lakukan. Sebenarnya tugas mereka hanyalah memerhatikan dan berjaga-jaga jika ada sesuatu yang di luar kendali terjadi.
"Kok bisa gitu sih?" tanya Roni.
"Ya mana gue tahu, Ron. Gue sama Reva aja masih bingung," jawab Rafa.
"Kalau nanti tiba-tiba terbang gimana?"
"Hahaha au dah ya. Kayaknya gak mungkin."
"Gimana kalau seandainya nanti tiba-tiba ustadzah sama abang hilang lagi? Kita harus bilang apa coba sama orang-orang?" Tanya Rani.
"Panggil kakak aja, Ran kalau lagi di luar mejelis," ujarku.
"Oh iya us, ehh Kak... Hehehe"
"Mmm... Tapi kalian bener juga ya? Kita gak tahu apa yang bakal terjadi kalau ini berlangsung lama. Kalau beneran hilang gimana?" Sambungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafa and Revaline
EspiritualPerihal cinta memang tak akan pernah ada habisnya. Dia seakan menjadi misteri yang sulit untuk dipecahkan. Dikira jodoh sama si Ini ternyata sama si Itu. Dikira jodoh sama si Itu, ternyata sama si Ono. Hadeuhh.. sudahlah, tak perlu dipikirkan. Jalan...