Mereka di sebuah cerita yang ditulis wanita paruh baya
dengan sedikit kopi dan irisan mangga, ia duduk di hadapan keindahan senjad
deretan bunga edelweis yang ia tunggu untuk mekar belum juga menampakkan wajahnya
aku menulis "Sini nak, kuceritakan sedikit tentang rindu dan akhirnya sua"
waktu itu, aku berdiri di depan halte bus menunggunya dengan syal merah yang ku genggam, tapi kaki ku gemetar, mungkin dia sudah lebih dekat soalnya gertakan listrik yang seperti biasa ia beri sangat terasa
saat itu kakinya masih sakit, jadi ia harus mennggunakan sebongkah egonya untuk berdiri di hadapanku, di hadapan bis itu dengan sombong, sangat sombong, hingga bibirnya hampir robek karena kelakuannya sendiri
aku memanggilnya masa lalu, sudah lama
tapi aku udah lupa sekarang dengan itu
mungkin esok akan ku coba ingat lagi, tapi tidak
biarkan saja, esok aku hanya ingin tertawa dengan bayangannya saja
karena yang asli hanya menyisakan ini, selainnya ia telah bawa ke surga
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernah Menjadi Lautan Rindu
PoezieTerkadang merindu saja belum cukup, mau sebanyak buih di laut pun perlu aksi juga, aksi pun belum tentu membuatmu mendapatkannya.