(Name) memejamkan matanya kesal mendengar ocehan serta pertanyaan-pertanyaan yang diberikan mereka kepadanya. Saking banyaknya hingga ada beberapa pertanyaan yang (Name) tidak ingat, namun dia tidak peduli dan tidak berusaha untuk mengingatnya lagi.
"Jadi, kau benar-benar Otsutsuki (Name)? Adik dari Momoshiki?"
(Name) menghela napas berharap rasa kesalnya menghilang begitu saja "Iya, lalu?"
"Kau bertanya 'lalu?' seakan-akan bukan hal penting," ucap Shikamaru.
"Sudah lama aku mendapat izin untuk tinggal disini, dan aku juga memiliki suratnya! Jadi aku sudah berperan sebagai rakyat biasa."
"Meskipun begitu tidak menutupi bahwa kau memiliki beberapa informasi rahasia yang perlu kita ketahui."
"Dan aku tidak ingin memberitahukannya karena semakin sedikit yang kalian tahu, itu semakin baik. Lagipula aku tidak begitu mengerti dengan pola kehidupan seorang Otsutsuki, yang aku lakukan hanya mengikuti mereka dengan gaya hidupku sendiri."
Naruto menggaruk pipinya yang tak gatal, dia sungguh merasa sedikit kasihan dengan (Name) yang dipaksa untuk membuka mulut oleh teman-temannya.
"T-Tunggu, bukankah lebih baik jika tidak dipaksa? Bagaimana kalau dia memang tidak mengetahui dalam tentang klan Otsutsuki?" putus Naruto sebelum keadaan semakin rumit.
(Name) menghela napas lega karena Naruto yang peka dan membantunya untuk keluar dari dirinya yang terpojok oleh pertanyaan mereka.
"Tapi Naruto, setidaknya dia tau dua sampai tiga informasi tentang klannya, bukan?"
"Ya, ya, ya, aku memang tahu sedikit tapi informasi itu pasti juga sudah kalian ketahui karena informasinya bersifat umum."
'Gara-gara hal ini juga aku kehilangan sumber uang utamaku! Harusnya aku tidak melawan Jigen saat itu, lebih baik aku memanfaatkan uangnya dulu sampai dia mati... toh keberadaan dia juga membahayakan menurutku,' batin (Name) menyesal.
Kalau dipikir-pikir, apa Code juga akan memusuhinya ya? Dia tidak masalah, hanya saja Code adalah babunya yang kedua. Jika dia kehilangan babu-babunya, maka tidak ada harapan baginya untuk hidup bak putri di dunia ini.
Karena orang-orang di depannya sibuk berdiskusi dan tidak memberikan pertanyaan lagi kepadanya. Akhirnya (Name) berinisiatif untuk keluar sendiri dari ruangan ini tanpa peduli kalau investigasinya sudah selesai atau belum.
Di Lobby rumah sakit, (Name) bertemu dengan Boruto dan Kawaki yang sedang berbicara. Ekspresi mereka terlihat rumit, mungkin mereka sedang membicarakan hal serius yang menyangkut karma. (Name) tidak peduli dan segera berlalu melewati mereka berdua yang menyadari keberadaannya.
"Oh, hei (Name)!" panggil Boruto.
(Name) menghentikan langkahnya dan menoleh malas ke arah Boruto serta Kawaki.
"Apa mereka melakukan sesuatu kepadamu?"
Sejenak (Name) menatap Kawaki dulu sebelum mengalihkan pandangannya, "Tidak."
Boruto menghela napas lega, ia takut jika (Name) akan diusir dari desa karena dirinya berasal dari klan Otsutsuki. Karena mau bagaimanapun Otsutsuki dimata mereka adalah klan yang berbahaya sekaligus musuh utama mereka.
"Syukurlah, aku takut akan terjadi keributan antara dua pihak..."
Mendengar perkataan Boruto membuat Kawaki sedikit berpikir 'Itu tidak mungkin terjadi karena posisi kita saat ini tidak menguntungkan, terlebih..,' Kawaki menatap ke arah netra (Name) dengan lekat.
'Aku tidak yakin bisa menang melawannya meskipun ada diposisi terbaik.'
(Name) yang menyadari tatapan Kawaki menatapnya balik dengan penuh kebingungan. Tapi sekarang itu tidaklah penting... yang penting adalah alasan mengapa kakaknya hanya menampilkan raut biasa saja ketika tahu bahwa dirinya semakin lama semakim membaur dengan manusia yang notabenya dianggap makhluk rendahan oleh kakaknya.
'Apa aku sudah dikeluarkan dari kartu keluarga?!' batinnya.
"Hei! Hei (Name)! Apa yang kamu lamunkan?" tanya Boruto heran, sedari tadi perkataannya tidak digubris oleh lawan bicaranya.
(Name) mengerjapkan matanya pelan "Ah, oh... maaf. Aku hanya memikirkan sesuatu."
"Kau baik-baik saja?"
"Iya, sangat baik sampai uang saku ku habis tak tersisa," balas (Name) dengan wajah datar.
Gapapa siapa tau Boruto mau ngasi dia uang jajan gitu, kan? Keberuntungan gaada yang tau~.
"Eh, aku baru sadar kalau kau tinggal sendiri tanpa memiliki profesi apapun! Tunggu, jadi selama ini kau tidak makan? Maksudku— kau hanya memakan buah semangka yang ada dilahan belakang rumahmu?!"
"Tidak, aku juga memakan karbohidrat dari uang yang aku curi dari saku Jigen. Tapi sekarang uang itu sudah habis, jadi aku sedang bingung apa yang harus ku lakukan. Menurutmu, profesi apa yang cocok untukku?"
Kawaki terperangah dengan jawaban (Name), begitupun Boruto yang sama dengannya.
"Kau- kau mencuri uang Jigen?!"
(Name) berdehem, kenapa mulutnya sangat asal ceplas-ceplos "Bu-bukan... maksudku iya, tapi tidak banyak kok!"
Boruto memasang pose berpikir "Profesi yang cocok untukmu mungkin, ah, benar juga... kenapa kau tidak jadi shinobi saja?"
Tatapan (Name) langsung menjadi datar "Kenapa aku harus membuang tenagaku? Shinobi itu terlalu banyak melakukan berbagai aktivitas, dimulai dari berlari, memanjat, eksplore, dan bertarung. Sudah cukup dengan itu semua! Aku ingin keluar dari dunia yang memiliki peran besar seperti itu."
"Kalau begitu jadi pengangguran saja," sarkas Kawaki.
"Tck, hei! Apa maksudmu?"
Boruto menengahi pertengkaran mereka "Sudah, sudah! Bagaimana jika kamu membuka usaha kecil? Siapa tau akan berkembang besar."
"Iya! Memang itu mau ku, sayangnya aku memiliki semangat yang rendah untuk menjadi seorang pengusaha."
"Sudah kubilang jadi pengangguran saja."
"Diam kau orang asing! Aku tidak butuh asumsimu!"
"Kau juga orang asing—."
"Tsk, berisik! Enyahlah!"
Kawaki dan (Name) saling melemparkan tatapan permusuhan. Padahal saat di markas Kara mereka sama sekali tidak pernah bertengkar secara terang-terangan seperti ini.
"Hei jangan bertengkar di rumah sakit! Bagaimana jika ada pasien yang terganggu dengan pertengkaran kalian?!" tengah Boruto.
"Dia duluan yang memulainya!" teriak mereka berdua bersamaan.
Boruto yang melihat Inojin dan Shikadai pun meneriakki nama mereka meminta bantuan untuk memisahi kedua orang di depannya ini.
"Shikadai! Inojin! Bantu aku!"
"Apa yang terjadi dengan mereka berdua, Boruto?" tanya Inojin dengan wajah watadosnya.
"Jelas-jelas mereka bertengkar," balas Shikadai.
Shikadai maju mendekati (Name) dan Kawaki dan tangannya menarik masing-masing kerah mereka.
"Jangan ikut campur urusan kami! Biarkan aku menghajarnya!" pekik (Name).
"Justru aku yang akan menghajarmu duluan Otsutsuki sialan!" balas Kawaki tak mau kalah.
Shikadai menghela napas lelah mendengar perdebatan mereka yang sepertinya tidak akan ada habisnya.
Brakk
Tiba-tiba ada seorang shinobi yang mendobrak pintu rumah sakit sambil berlari panik ke arah (Name).
"H-Hei! Namamu (Name), kan? Rumahmu— rumahmu... terjadi kebakaran di rumahmu!" ucapnya panik.
Wajah (Name) menggelap. Tanpa basa-basi dia langsung melepaskan cengkraman tangan Shikadai yang menarik kerahnya, lalu membuka portal jikukan miliknya.
"Whaa! Kita harus segera menyusul," ucap Boruto dan berlari menyusul (Name) karena tidak sempat masuk ke dalam portal milik (Name).
- (Name) side -
"ANJENG RUMAH GUA!" teriaknya memekikkan telinga dengan bahasa Indonesia.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
- 'BORUTO
FanfictionHidup seseorang tidak luput dari kesalahan dan juga... kesialan. Tapi, apa mungkin dalam sehari yang seharusnya normal menjadi tidak wajar? Bagaimana bisa tiba-tiba masuk dunia lain dan menjadi adik dari seseorang? Terlebih, orang yang menjadi kakak...