Gama & Gandhi

46.1K 2.2K 61
                                    

Jemari-jemari itu menari di atas keyboard, matanya yang menghitam jelas menunjukan ia sudah tidak tidur berjam-jam. Rambut gondrong sebahunya yang kriting, tampak mengkilat. Sudah seminggu tidak di keramas.

Sesekali, ia menggaruk kepalanya saat berpikir untuk melanjutkan kode kode dihadapanya.

Disamping kiri dan kananya, teman setimnya tertidur pulas. Tidak peduli hanya pada kursi hajatan yang disiapkan panitia, membuat kepala mereka terdongak, tapi itu tidak akan mengganggu tidur nyenyak mereka, karena sudah tidak memejamkan mata lebih dari 24 jam.

Saat ini Gandhi satu-satunya anggota tim yang masih terjaga karena ia sudah dapat waktu istirahat 1 jam sebelum teman-temanya teler tadi, mengambil alih proses untuk sistem sensor yang ia buat dalam kompetisi programmer oleh salah satu perusahaan telekomunikasi di Indonesia.

Mereka, Gandhi, Rio dan Eling merupakan tim termuda kompetisi ini, mereka berusia 15 tahun dan duduk dibangku 3 SMP. Dapat maju ke tingkat nasional di kompetisi ini tentu tidak boleh di sia-siakan. Walaupun saingan mereka sudah ditingkat SMA, perguruan tinggi hingga orang-orang yang sudah bekerja di bidang IT, mereka tetap berani menantang diri sendiri untuk maju di kompetisi ini. Ya walaupun saat awal datang dan melihat tim-tim yang mereka hadapi rata-rata sangat berpengalaman, membuat hampir pipis di celana.

Demi mama... aku harus bisa. Gandhi membuat janji di dalam hati untuk mempersembahkan gelar juara kepada ibunya yang sangat ia sayangi. Apalagi dia sebenarnya berbohong, izin akan menghabiskan waktu liburan di rumah Eling yang terletak di Kaliurang atas selama seminggu untuk bermain di persawahan dan perkebunan milik keluarga Eling yang penuh dengan sayuran dan buah-buahan. Mamanya tentu mengizinkan, karena di rumah mereka yang berada di tengah kota Yogyakarta, Gandhi sangat jarang dapat bermain di alam.

"Oke yess"

Gandhi bergumam, setelah berhasil menyelesaikan kode-kode yang ada di depanya.

"Ri, Ling bangun bangun!!" Sambil menepuk lengan Rio dan Eling bergantian
"Hah?? udah sampe mana Ndhi??"

Eling terperanjat, ia masih dalam keadaan setengah sadar karena kaget dengan tepukan Gandhi dan berusaha mengerjakpan matanya sambil membetulkan posisi kaca mata.

"Coba-coba di deteksi!"

Rio mengambil kardus bekas yang berisi sayuran busuk yang mereka ambil dari perkebunan milik Eling.
Pada kompetisi ini mereka mencoba untuk menemukan alat pendeteksi sayur busuk. Ide ini tercipta karena orang tua Eling yang berprofesi sebagai petani sekaligus pedagang sayur dan buah, sering mengeluh karena tidak jarang para supplier yang membeli sayur dan buahnya mengembalikan banyak sayuran dan buah-buahan yang tidak laku karena busuk.

Rio kemudian mengeluarkan satu per satu sayur sawi, kol, wortel, brokoli, tomat hingga timun untuk di sensor pada kamera.

"Bisa semuaa weeeh, kecuali timun nih. Lecet dikit gak bisa ke deteksi" Rio berkata sambil mengamati buah timun yang lecet kecokelatan di pinggirnya

"Oke, berarti tingkat ke akuratanya sekitar 83%" Gandhi menghitung cepat di kepalanya.

"Oke oke, sekarang kita siapkan presentasi, waktunya 1 jam lagi. Kamu sih Ndhi gak bangunin kita dulu"  Eling ngomel sambil menghidupkan laptop lain untuk mempersiapakan presentasi

"Sorry tadi aku ga sadar waktunya udah tinggal sejam! yoweslah, lagian template pptnya kan udah kita siapin sedikit kemarin" Gandhi dan Rio mendekatkan kursi mereka pada Eling yang mulai mengedit bahan presentasi mereka

Berpijak dengan Dua Kaki [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang