Bertemu

18.2K 1.9K 10
                                    

Luna POV

"Gandhiii!!" Rianti nyaris berteriak histeris melihat kehadiranku dan Gandhi di depanya.

"Selamat ya tante, om atas pernikahanya" Gandhi mengucapkan selamat dengan kaku.

"Happy Wedding Rianti, Tara!" Ucapku ceria sambil memeluk Rianti

"Makasii Lun, Gandhi udah dateng" Tara, suami Rianti mengucapkan terimakasih dengan sopan

Rianti yang masih heboh, menangkup pipi Gandhi dengan mata takjub dan berbinar

"Lun, ga nyangka gue Gandhi udah kayak orang gede gini. Dulu perasaan masih hobi nangis di TK kalo telat di jemput!"

"Haha masih inget aja lu. Lu sih ga pernah ke jogja. sekarang taunya gedenya doang kan!"

Rianti memang nyaris jarang mendatangiku ke jogja, tidak seperti saat ia kuliah dulu, selalu menyempatkan diri untuk bertemu denganku di sela-sela liburan kuliahnya. Setelah menyelesaikan S1 nya, Rianti melanjutkan kuliah S2nya di US dan bekerja disana.

Belakangan aku dan Rianti memang sering bertemu, selepas ia pindah ke Jakarta dan setiap kali aku ke Jakarta untuk menyambangi restoran ayah. Aku selalu menyempatkan bertemu denganya. Gandhi memang jarang aku ajak, karena sekolahnya di Jogja.

...

Aku mulai salah tingkah setelah turun dari pelaminan. Area ini terlalu sempit untukku menghindar dari Gama. Kalau bisa memilih, lebih baik Rianti mengadakan acara resepsi di aula yang serba luas dengan undangan ribuan dibandingkan konsep minimalis seperti ini. Setidaknya aku bisa memilih spot-spot untuk menghindar dari pandanganya.

Aku dapat melihat, Gama tak henti-hentinya memandangku dan Gandhi. kemanapun kami pergi. Hingga akhirnya aku mengajak Gandhi untuk berdiri memojok dekat di area band yang sedang memainkan lagu-lagu romantis khas pernikahan. Setidaknya disini, dapat menghindarkan pandanganku dari Gama. Karena entah kenapa, mataku juga tergoda untuk menatapnya lagi dan lagi.

Aku sebenarnya selalu rutin memberi tahu perkembangan Gandhi melalui emailnya, sesuai dengan perjanjian perceraian kami. Dia juga selalu memenuhi nafkahnya untuk Gandhi melalui aku, tentunya tanpa sepengatahuan anaknya. Tapi kami belum pernah berbicara mengenai mempertemukan dia dan Gandhi, karena rumitnya kondisi kami pasca perceraian.

Ibu Gama tidak ingin anaknya berhubungan lagi denganku yang telah hamil di luar nikah dan melahirkan Gandhi. Kami menikah kilat selama 6 bulan hingga Gandhi lahir, setelah itu Ibu Gama memaksa Gama untuk menceraikan aku agar dia bisa melanjutkan sekolahnya dan menyembunyikan kehadiran anak kami dari publik, terlebih lagi posisi Gama sebagai pewaris perusahaan keluarganya.

Aku cukup mengerti hal itu, dan posisi kami sangat sulit untuk bertahan. Hingga, untuk menghindarkan aku dan ibunya dari pertikaian. Gama menuruti kemauan ibunya untuk menceraikanku, dan melanjutkan sekolahnya. Tetapi ia tetap berusaha menjalankan kewajibanya sebagai ayah tanpa sepengatahuan Ibunya.

Aku bukan wanita yang lemah, menangisi cinta yang kandas walaupun saat itu usiaku masih terlalu muda. Bagaimanapun hadirnya Gandhi adalah yang terpenting, aku harus bisa bangkit untuk mendampinginya tumbuh. Apalagi aku juga anak tunggal, biarlah hidupku hanya untuk orang tuaku dan anakku.

Selama ini semua berjalan lancar, tidak ada yang aku keluhkan. Hingga akhirnya malam ini, aku kembali bingung layaknya saat 15 tahun lalu. Apa hidupku tidak bisa untuk normal-normal saja, apakah Gama harus kembali hadir di hidupku dengan kerumitan seperti yang sudah lalu? Masalahnya tentu ini akan menjadi lebih rumit, karena aku punya PR besar untuk menjelaskan pada Gandhi, siapa sosok di hadapan kami ini

"Apa kabar?" Gama berucap singkat, sambil mengulurkan tangan kepadaku.

Aku menoleh pada Gandhi yang tampak kaget dan bingung, kepalaku rasanya pening. Inilah dosa yang harus aku tebus pada anak semata wayangku. Iya, mungkin kali ini semua harus jelas. Gandhi berhak mengetahui semuanya.

"Baik," aku menjabat tanganya dengan ragu

...

Gandhi POV

Aku sudah biasa menemani mama ke kondangan atau ke acara-acara yang ada di restoran eyang. Sehingga aku gak ada keraguan untuk menemani mama hadir di acara pernikahan teman lamanya.

Mana mungkin aku bisa menebak, akan bertemu lagi dengan juri di kompetisi kemarin di acara resepsi pernikahan ini. Sedari tadi aku berusaha menghindari bertemu tatap dengan orang itu. Susah payah aku melihat ke arah lain, tapi karena penampilanku yang lumayan mencolok dengan tinggi di atas rata-rata orang disini, aku beberapa kali tak sengaja melihat juri itu melihat ke arahku.

Aku terlalu malu dan gak mau lagi berurusan denganya. Dari awal pertemuan kami, dia sudah cukup aneh.

Lebih aneh lagi, karena ia tiba-tiba menghampiri aku dan mama. seketika telapak tanganku yang masih di genggam mama berkeringat dingin. Aku mengencangkan genggaman tanganku pada tangan mama. Jangan bilang dia mau ngomongin tentang kompetisi itu! please jangan bahas ituu, mama gak boleh tau! Entahlah mungkin saat ini raut wajahku sangat sudah tidak berbentuk saking takutnya.

"Apa kabar?" Aku cukup kaget, ternyata orang itu mengenal mama. Sejenak aku dan mama bertatapan

mama kenal orang ini?

"Baik,"

"Oiya Gandhi, ini kenalin Gama teman SMA mama juga" mama memperkenalkan aku kepada orang itu

Duh mah, gak usah dikenalin. aku juga udah pernah ketemu.

Ketemunya gak enak lagi.

"Gama, ini kenalin anakku Gandhi" ucap mama pada orang itu

Aku yang masih ingat bahwa orang ini teman lama mama, segera menyalaminya sebelum dia melakukan itu, bagaimanapun aku harus tetap sopan dengan orang yang lebih tua.

"Saya Gandhi om" aku mengulurkan tanganku padanya dengan sopan.

Ia menyambut uluran tanganku, dan aku menempelkan punggung tanganya di dahiku dengan sopan.

Entah kenapa, ia menggenggam tanganku erat. 

"Oh ya, kami sudah pernah bertemu kemarin kok" ucapnya seperti tersadar dari lamunan

Duh mati aku, si om malah buka kartu

"Hah dimana?" mama nyaris berteriak kaget dan menatapku dan si om kebingungan

"Minggu lalu dia salah salah satu peserta lomba coding di perusahaan, kenapa kamu kaget begitu?"  Si om seakan-akan tak mau menghentikan ke kacauan ini, matilah aku

Aku semakin berkeringat dingin, hari ini aku apes banget

"Minggu lalu? kamu bukanya di rumah Eling?" mama tanpa peduli om itu masih di depan kami, bertanya padaku. Sepertinya mama mulai mencium kebusukan yang susah payah aku sembunyikan.

"eeee... Gama sebentar ya!" mama menariku menjauhi kerumunan, keluar dari area pesta, menuju ke tempat parkir.

Aahhh selesai sudah aku. Habis aku dicerca mama. Semua gara-gara om itu!!! aku semakin jengkel denganya

***

Berpijak dengan Dua Kaki [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang