Ujian Setelah Ujian

16.2K 1.4K 11
                                    

Gandhi POV

Hari ini aku menyelesaikan ujian terakhirku sebagai anak SMP. Selanjutnya aku ingin membahas dengan mama mengenai sekolah SMA yang ingin aku masuki, yaitu salah satu SMA swasta di kota Jogja. Aku pikir tidak akan sulit mendiskusikan ini dengan mama, nilaiku juga cukup untuk masuk kesana dan aku siap jika harus mengikuti tes.

Sore tadi mama sibuk membuat kue di mini kitchenya yang ada di halaman belakang, terpisah dari rumah utama kami. Aku sengaja tidak mengganggunya, karena sepertinya mama sibuk membuat orderan yang istimewa sehingga harus dikerjakan di rumah, biasanya mama selalu menyelesaikan disalah satu toko pastry-nya.

"Mah aku udah mutusin mau masuk SMA mana" ucapku sumringah pada mama. Aku cukup lega, telah menemukan pilihan SMA yang tepat setelah berdiskusi dengan teman-temanku yang berencana memasuki SMA yang sama.

Mama tersenyum padaku. Senyum ramah yang selalu aku sukai dari mama, karena senyum yang selalu ia berikan seperti memberikan ketenangan. 

Tapi hari ini senyum mama, seperti tertahan... seperti ada yang disembunyikan.

"Kak, kakak udah besar kan? udah mau SMA" ucapnya sambil berjalan kearahku

"Kenapa ma? Ada yang mau mama ceritain?" aku mulai curiga

"Kakak mau SMA di Jakarta?" Tanyanya tiba-tiba, aku sedikit kaget. Karena hal ini di luar dari rencana kami yang seharusnya.

"Bukanya gak boleh? Aku gak masalah ma kalau SMA di jogja. Di sini gak kalah kok sama di Jakarta" Jawabku, mungkin mama mempertimbangkan sekolah yang tepat untukku sehingga memberikan aku kebebasan untuk sekolah di luar kota.

Mama menghela napas, dan aku semakin bingung

"Besok aja kita bahas ya. Kita masih punya waktu kan?"

Aku tidak tau harus menanggapi seperti apa lagi, apa mama seingin itu aku sekolah di Jakarta saja?

"Kak, besok ada yang mau datang. Kakak jangan kemana-mana ya, diam di rumah, temani mama."

"Siapa?" tanyaku penasaran

"Besok aja. Sekarang istirahat dulu deh, tadi siang kan habis ujian. Mama bolehin main gamenya sampe malem hari ini tapi gak boleh lebih dari jam 12 malam ya"

Yesss!!! Inilah yang aku tunggu-tunggu setelah menyelesaikan ujian. Aku bisa lebih lama main game online

"Yess, okee" aku memeluk mama dan segera berlari ke kamarku. Melupakan pembahasan kami tentang SMA dan seseorang yang akan datang esok hari.

***
Luna POV

Tidak ada yang lebih buruk dari ekspresi Gandhi hari ini, aku memejamkan mata dan tertunduk. Menguatkan diri, mungkin setelah ini, anakku akan sangat membenciku.

Papaku yang menjelaskan semua permasalahan ini, berhati-hati melanjutkan kalimatnya agar Gandhi bisa mengerti kondisi ini.

Setelah kepulanganku dari Jakarta, esok harinya tanpa sepengetahuanku, Gama datang ke rumah papaku di Jogja. Papa memberitahuku tentang kedatanganya untuk meminta maaf, dari awal papa memang orang yang paling tenang menghadapi masalahku dengan Gama, papa menerima segala keputusan yang kami rasa baik, tidak seperti orang tua Gama apalagi Tante Tatri saat itu yang tak segan-segan melampiaskan emosinya padaku.

Itulah yang membuatku bersyukur, masih ada papa tempatku untuk berkeluh kesah.

Hingga saat Gama datang menemuinya, papa dengan berbaik hati untuk mau memahami tujuan kedatangan Gama.

"Kita gak mungkin menutup fakta ini lagi pada Gandhi nak. Papa mengerti, dan mari kita hadapi ini bersama-sama lagi, seperti dahulu" itulah yang papa katakan setelah Gama mendatanginya, hal itu tentu membuatku menangis lagi.

Beruntungnya aku memiliki papa yang betul-betul mengerti kondisiku.

Tapi saat ini, aku lebih takut dibandingkan saat-saat itu, melihat bagaimana Gandhi menatap Gama dengan sorot mata tajam dengan mengepalkan tanganya, aku tak bisa membayangkan sebanyak apa amarah yang sedang berusaha ditahanya.

Aku gemetar, tapi aku takut untuk menenangkan dia seperti biasanya saat dia marah atau sedang bersedih.

"Eyang mengerti jika kamu butuh waktu untuk memahami kondisi ini nak, tapi eyang akan berterima kasih jika mulai sekarang kamu mau menerima kehadiran papamu dan keluarganya"

Gandhi tak menjawab atau mungkin tidak peduli lagi apa yang papa katakan. Dan aku mulai terisak menyadari anakku yang mungkin tidak akan sama lagi dengan fakta yang baru dia ketahui ini.

"Aku gak mau memaafkan siapapun!" Ucapnya tegas dan berlari pergi dari ruang tamu menuju keluar rumah

aku dan Gama mengejarnya ke depan, tapi dengan cepat ia pergi dengan sepedanya. 

Sekuat tenaga kami mengejarnya, tapi hingga di pertigaan jalan, kami kehilangan jejaknya.

"Aku bakal cari dia, minta kontak semua teman-temanya" Mendengar ucapan Gama, aku segera tersadar dan kembali kerumah untuk mengambil Handphoneku.

***
Saat ini sudah pukul sembilan malam. Aku dan Gama sudah mencari Gandhi ke semua rumah teman sekolahnya. Tapi tidak ada seorang pun yang tau, bahkan sahabat baiknya seperti Eling dan Rio juga gak tahu keberadaanya. Aku sempat tak percaya, hingga mencari ke semua penjuru rumah Eling dan Rio yang ku kira menyembunyikan keberadaan anakku.

Saat ini aku sudah seperti orang gila, aku tak henti-henti menangis, aku sama sekali tidak tahu keberadaanya sekarang. Bukan hanya rasa bersalah, aku juga khawatir dengan keselamatanya yang hanya membawa sepeda hingga malam hari seperti ini. Apalagi kasus Klitih saat ini sedang ramai-ramainya di Jogja.

"Aku mau keliling kota dan lapor polisi, kamu pulang dulu istirahat. Aku akan terus ngabarin kamu, sekarang kondisi kamu sedang gak baik. Apalagi kamu alergi dingin"

"Enggak, aku mau ikut!" Aku menolak keinginan Gama

"Aku gak tenang Gam, anakku hilang!" ucapku histeris

Gama menepikan mobilnya dipinggir jalan, dia merampas handphone di pangkuanku.

Ia menekan kontak, memilih kontak Eling dan menekan tombol loudspeaker

"Halo Eling, ini Om Gama. Gandhi masih belum menghubungi kamu atau Rio?"

"Hmm belum om, nomornya juga gak aktif. Teman-teman yang lain juga masih belum tau" Eling berbicara dengan nada suara yang juga terdengar khawatir.

"Kamu tau tempat yang sering dia datengin gak? Selain sekolah atau rumah kalian?" Gama tentu bingung saat ini harus mulai mencari dari mana, apalagi dia tidak begitu familiar dengan jalanan di Jogja.

"hmmm" Eling terdengar berpikir,

"Ooh astagaa, om aku baru inget!! Tapi ini aku ragu dia kesana. Minggu besok sebenarnya kami janji akan camping di pantai, tapi masih ragu karena belum pernah nginep di pantai dan takutnya gak di ijinin orang tua. Gandhi pengen banget camping di Gunung Kidul, kami sempat milih buat nginep di Pantai Watu Kodok. Tapi jauh banget om. Aku ragu dia kesana sendirian apalagi tanpa bawa kendaraan."

Aku memijat pelipisku, sangat berbahaya jika dia benar pergi kesana dengan kondisi seperti ini.

"Oke gak ada pilihan lain, Eling, om boleh minta tolong untuk tunjukan jalan kesana? Om langsung ke rumah kamu. Kita langsung kesana malam ini" Gama mulai menghidupkan mobilnya lagi

"Baik om, aku ajak Rio juga"

Setelah menutup telpon, Gama menatapku

"Please kali ini nurut sama aku, kamu diem di rumah. Gak mungkin kamu ikut, angin pantai bahaya buat kamu!" Aku mengangguk pelan, aku memang sangat alergi dingin.

Kondisi akan lebih parah jika aku sakit sebelum Gandhi kembali kerumah.

...

Please Vote!!

Thankyou darl :)

Berpijak dengan Dua Kaki [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang