The Name of Pramoedya

12.8K 1.4K 35
                                    

"Nanti pulang jam berapa kak?"

"Jam 6 paling, kenapa ma?"

Sejak menyelesaikan kontrak 3 bulannya di kantor sang ayah, Gandhi semakin tertarik untuk jadi freelance dan sekarang ia melanjutkan kegiatan nya itu di salah satu start-up aplikasi pembelajaran yang baru berdiri tahun ini. Kebetulan tidak ada syarat pendidikan untuk menjadi freelance di bidang IT di perusahaan itu, dan ketika Gandhi melamar menggunakan portofolionya, ia dengan mudah diterima.

"Tante Shelin kan baru buka brand fashion nya itu looh. Kemarin habis launching. Nah malem ini kita di undang untuk ngerayain ini di restoran mama, khusus keluarga aja. Kamu ikut yah. Cuma keluarga kita sama orang tua tante Shelin kok" Jelas Luna panjang dengan penuh semangat

Lepas dari bayang-bayang masalah Dina yang entah dimana sekarang. Shelin memutuskan untuk tidak melanjutkan kontraknya dengan agency yang sama. Wanita itu memutuskan untuk beralih ke PH dengan tekanan kerja yang lebih ringan dan memiliki waktu untuk memulai mimpinya untuk memiliki brand sendiri. Selama itu juga, Luna menjadi teman curhat Shelin selama memulai usahanya ini. Karena menurutnya Luna sudah terbiasa mengurus bisnis, dimana restorannya sudah memiliki cabang di banyak kota.

"Iya bisa, aku berangkat ya ma" Ucap Gandhi sambil menyalami mamanya itu dan berlari turun untuk berangkat ke sekolahnya

Luna hanya menggelengkan kepalanya melihat kamar Gandhi yang sangat berantakan. Handuk, baju, celana berserakan di kasur sampai ke lantai. Meja belajar dengan buku terbuka dan acak-acakan, cangkir teh yang masih berisi setengahnya dan gelas-gelas kosong lain yang belum dibereskan.

Sejak Gandhi semakin sibuk dengan freelance nya, bisa dikatakan anak itu pulang hanya untuk numpang tidur. Sisanya, pagi berangkat sekolah dan pulang saat sudah gelap.

Tok...tok..tok

"Iya masuk"

"Maaf Non Luna, bapak memanggil"

Luna yang masih memunguti pakaian Gandhi yang berserakan di lantai sambil memegangi perutnya yang semakin membesar, kemudian melihat siapa yang memanggilnya dari arah pintu kamar Gandhi

"Oh Bi Narti, kenapa ya bi?" Tidak biasanya ayah mertuanya memanggil sepagi ini

"Bibi kurang tau Non" jawab Bi Narti sambil memegang nampan kosong ditanganya, sehabis menghantarkan makanan pada Nyonya Tatri

"Oh, iya Bi. Habis aku beresin ini yaa" Jawabnya sambil memperlihatkan pakaian Gandhi di tangannya

"Biar bibi saja Non, Non Luna pasti repot harus nunduk seperti itu" jawab Bi Narti sambil terburu-buru menaruh nampan di meja lampu tidur dan mebantu Luna memunguti pakaian Gandhi yang masih banyak berserakan di lantai.

Bi Narti tidak tega melihat Luna menunduk memungut pakaian sambil memegangi perut. Ini kalau Gama tau, pasti Luna akan dimarahi, pikirnya dalam hati. Pasalnya Gama sangat menentang Luna untuk melakukan pekerjaan berat.

"Duh Bi gak usah, gak papa. Gak enak aku sama bibi, ini Gandhi tumbenan kamarya kaya kapal pecah"

Jawab Luna sambil tersenyum malu, Gandhi biasanya memang membereskan kamarnya sendiri. Tidak pernah Luna membolehkan anak itu meminta pembantu di rumah ini untuk membersihkannya kamar pribadinya.

"Wajar Non, Mas Gandhi pasti sibuk sekali belakangan ini" jawab Bi Narti sambil tersenyum mengingat Gandhi.

Bi Narti sangat senang dengan kehadiran Gandhi di keluarga besar ini. Tuan mudanya itu sangat bisa memperlakukan semua orang di rumah ini dengan begitu sopan dan menghargai. Tidak hanya pada anggota keluarga, Gandhi juga begitu baik terhadap pembantu, tukang kebun hingga supir di rumah ini. Membuat mereka semua juga nyaman untuk berinteraksi dan bersenda gurau dengan si tuan muda.

Berpijak dengan Dua Kaki [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang