Dua

462 76 195
                                    



Selamat Membaca 🌼 ✨















“Selamat ya, Put. Akhirnya Lo punya pacar. Ternyata puisi-puisi alay Lo itu untuk Bintang, ya. Gue kira untuk siapa,” kata Bulan mengingat puisi milik Putra yang pernah Putra tunjukkan padanya.

Gue kira itu untuk Gue. Bodoh banget gue malah baper,” batin Bulan.

Gadis itu sedang melukis danau seakan-akan itu adalah air matanya yang tertampung setelah Putra resmi menanggalkan status jomblonya dua minggu yang lalu.

Terkesan berlebihan, tapi kenyataannya Bulan memang begitu sedih.

Bagaimana tidak?

Putra sangat mengerti Bulan. Putra menjadi teman cowok pertamanya saat ibunya meninggal ketika umurnya delapan tahun.

Lebih tepatnya, temannya yang selalu ada.

Putra masih di sini, tapi ia merasa Putra akan menjauh karena sudah bersama dengan Bintang.

Teman paling akrabnya tersisa satu. Zahra saja.

Flashback on.

9 tahun yang lalu...

“Hei, kenapa nangis?” Putra melihat Bulan menangis di taman rumah Bulan.

Saat itu hari sudah malam. Semua orang sibuk mengurus jenazah Mama Bulan. Bulan yang butuh dihibur terabaikan karena Mama Bulan yang sempat dirawat di rumah sakit akibat penyakit GERD yang dideritanya hingga lambung bocor, meninggal dunia dan baru saja diantarkan oleh ambulan rumah sakit.

Gadis berumur delapan tahun itu memilih duduk di gazebo bertemankan lampu taman sambil duduk menyudut di ujung gazebo sambil memandangi langit malam dengan air matanya yang mengalir.

Keadaan semakin kacau dan Bulan benar-benar terabaikan karena pada saat itu Papa Bulan membawa anak dan istri barunya ke rumah. Memperkenalkan secara halus bahwa wanita dan gadis seumuran dengan Bulan adalah keluarganya juga.

Keluarga besar yang ditimpa kesedihan langsung tertampar dengan kedatangan wanita dan gadis berumur delapan tahun bernama Bintang.

Keluarga besar Mama Bulan kecewa berat. Mereka tak menyangka bahwa Papa Bulan menjalin kasih dengan wanita lain. Di tengah kesedihan, mereka dihadapkan pada percekcokan.

Keluarga besar Papa Bulan juga kecewa, tapi mereka tidak terkejut. Sebab, mereka sudah tahu kabar itu. Saat Mama dan Papa Bulan menikah karena perjodohan, berselang beberapa hari, Papa Bulan menikah dengan pacarnya yang telah melahirkan Bintang.

Kala itu Bulan tidak mengerti apa itu cinta dan kesetiaan. Namun, saat melihat pertengkaran dua pihak keluarga, ia mendengar bahwa papanya tidak cinta dan setia pada ibunya.

Bulan ikut kecewa. Sebab, papanya penyebab ibunya stres berat hingga mengalami penyakit lambung yang membuat ibunya meninggal.

Bulan menyeka air matanya. Gadis cantik itu masih terisak.

Putra, tetangganya yang datang melayat bersama orangtuanya, naik ke atas gazebo dan menghampiri Bulan.

Dengan hati-hati, tangan Putra mengelus puncak kepala Bulan secara perlahan untuk menenangkan Bulan yang menangis.

“Jangan menangis. Semua orang di dunia ini pasti meninggal. Yang perlu lo lakukan itu adalah berdoa. Doakan Mama Lo supaya tenang di alam kubur.”

Putra, cowok itu menghibur Bulan dengan memberi senyuman hangat serta menepuk-nepuk pundak Bulan.

3. J - ✓ Jangan Baper, Ya!™Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang