Sembilan

318 71 32
                                    

Sorry, this section has not been revised.

Feb 2022
















“Sandy,” Sandy menoleh melihat seorang gadis yang memiliki tinggi 164 sentimeter melangkah menghampirinya.

Bintang Pramoedya.

Tumben gadis populer itu menyapanya. Dan, tunggu, gadis itu menghampirinya yang sedang mencoba memainkan lagu barunya untuk sang mama?

Bintang mengempaskan bokongnya di kursi kayu di sebelah Sandy.

“Lo pacaran sama saudara tiri gue, kan?”

“Bulan?”

“Iya,” balasnya tak bersahabat.

“Kenapa emangnya?” bukannya menjawab, Sandy malah balik bertanya.

Bintang membuang napasnya dari mulut. Ia merutuki dirinya malah mendatangi Sandy dan ingin mengatakan hal yang sebenarnya sangat tidak penting menurutnya.

Namun, gadis itu tidak tahu harus berbuat apa. Jujur saja, ia masih memiliki hati nurani yang akan ikut simpati akan apa yang dialami Bulan hampir di setiap harinya di rumah.

Ia terlalu kaku. Ia tak mau terlalu dekat dengan saudara tirinya itu. Apalagi keluarga saudara tirinya itu tidak menyukai dirinya dan ibunya.

“Hibur dia.”

Alis Sandy naik sebelah. “Hibur?”

Bintang memutar bola matanya malas. “Lo pacar dia bukan sih? Dia gak pernah gitu nangis depan Elo?”

Nangis?

Oke, Sandy pernah lihat Bulan nangis. Saat di ruang lukis, awal pertemuan mereka. Lalu saat di rumah sakit.

Sandy sudah pernah melihat Bulan menangis dua kali.

“Pernah.”

“Terus? Kalo dia nangis, Lo apain?”

Sebenarnya Sandy tidak pernah menghibur Bulan. Terakhir kali melihat Bulan menangis di rumah sakit, ia malah menasehati Bulan panjang lebar.

“Penting banget gue kasitau?”

Bintang berdecak. “Ah, serah deh. Males gue. Untuk apa sih gue malah peduli sama tu anak?” Bintang menggerundel. Gadis itu bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Sandy yang memanggilinya.










“Sandy, menurut Lo, gue lebih baik ngasi tau perasaan gue ke Putra, atau lebih baik gue simpan perasaan gue?” Bulan duduk di tribun sambil memperhatikan Jamal bermain bola.

Jamal ikut ekskul futsal. Begitu juga dengan Sandy. Namun, Sandy memilih duduk di tribun menemani Bulan setelah main satu round.

Sandy berdeham. Cowok itu menoleh melihat Bulan yang memegang botol air mineral.

“Lo... Masih suka sama Putra?”

“Iya. Gue masih suka. Suka banget, San,” kata Bulan. Gadis itu menatap Sandy yang memandanginya.

Sebenarnya, Bulan ingin bercerita tentang masalahnya, tapi bisa-bisanya mulutnya membahas hal lain yang tidak penting.

Bulan ingin curhat tentang papanya. Ia sudah sering bercerita pada Zahra, tapi ia enggan bercerita lagi. Ia tak ingin Zahra ikut sedih.

Ah, ia juga tak ingin Sandy ikut sedih. Namun, ia tahu kalau Sandy tipe orang yang masa bodoh dan pasti akan mengomelinya ini itu. Jadi, pilihan untuk bercerita pada Sandy mungkin pilihan yang tepat walau ia malah lari dari niat awalnya hendak cerita apa.

3. J - ✓ Jangan Baper, Ya!™Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang