“Bulan.”
Bulan yang sedang beristirahat di UKS karena sakit yang ia derita, bangkit duduk dari kasurnya. Ia tidak ikut upacara pagi karena ia tak sanggup berdiri terlalu lama terpapar sinar matahari. Hal itu karena tubuhnya yang lemah.
“Lo ngapain?” Bulan bertanya bingung campur kaget ketika melihat Sandy menyibak gorden penutup ranjang yang ia tempati.
“Gue lagi patroli sekolah cari murid yang bolos upacara. Ternyata Lo bolos. Poin lima,” Sandy merogoh saku celananya. Ia mengeluarkan sebuah notes kecil dan pulpen dan menuliskan nama Bulan di notes.
Ketua OSIS sekaligus ketua seksi keamanan OSIS itu selalu patroli tiap Senin pagi. Hanya saja, ia tak tahu kalau ada orang yang selalu istirahat di UKS untuk menghindari upacara. Ia tahu setelah Zahra memberitahunya karena ia ingin bertemu dengan Bulan.
“Gue gak enak badan bukan bolos,” sangkal Bulan melirik Sandy yang menuliskan namanya di kertas notes.
“Gak enak badan apa Lo? Sakit maag doang, kan? Sakit maag pake bolos segala,” kata Sandy mengingat Zahra bilang padanya kalau Bulan menderita sakit maag.
“Sakit maag?”
“Iya. Kata Zahra Lo punya sakit Gerd. Makanya, jangan banyak pikiran. Stres buat sakit lambung. Masih muda udah penyakitan. Payah. Malah bolos upacara, pula. Lo tiap Senin bolos, kan? Ngaku, Lo,” cerocos Sandy. Cowok itu mengedarkan pandangan, mencari kursi.
“Gue udah izin sama Bu Halimah,” sangkal Bulan menyebut Guru BK sekolah.
Sejak kapan ia sakit maag? Zahra ada-ada saja ngarangnya. Bulan bersyukur karena Zahra menyembunyikan penyakitnya dari Sandy.
Sandy mengambil kursi dan mengangkatnya ke samping brankar yang ditempati Bulan.
“Lo ngapain malah di sini?” tanya Bulan tak suka.
Sandy merogoh kantong celananya. Ia mengeluarkan sebuah jepitan rambut dan sebungkus roti selai.
Sandy meletakkannya di samping Bulan, di atas tempat tidur.
“Punya Lo.”
Bulan mengambil jepitan rambut miliknya. “Kok ada sama Lo?”
Bulan menyimpan jepitan rambutnya ke dalam saku. Ia mengenakan jepitan rambut warna hitam hari ini. Jepitan oranye akan begitu kontras dengan jepitan rambutnya sekarang. Lagian, dia memakai sweater biru. Warnanya tidak akan nyambung.
“Sabtu lalu jatuh di lantai halte... Oh ya, ini roti buat Lo. Pasti Lo belum sarapan, kan? Makanya, jangan lupa sarapan biar gak sakit.”
Bulan menatap Sandy bingung. Kenapa cowok itu begitu baik memberinya roti? Apa disuruh Zahra?
“Lo disuruh Zahra, ya?”
Sandy tak menjawab. Ia sibuk menyimpan pulpen dan notesnya dalam saku celananya.
Bulan membuang napasnya dari mulut.
“Kenapa Lo mau disuruh-suruh Zahra buat ngasi ginian ke gue?”
“Ya gak apa-apa. Itung-itung beramal baik. Kapan lagi, coba?” Sandy bangkit berdiri.
“Makan tuh. Jadi orang tuh yang kuat. Jangan suka nyusahin orang lain,” Sandy pergi meninggalkan Bulan yang terdiam.
Bulan meraih roti pemberian Sandy yang dibungkus plastik putih. Zahra beli dimana, ya? Kok ada pikiran beli roti kayak gini? Yang Bulan tahu, Zahra tidak begitu suka roti.
KAMU SEDANG MEMBACA
3. J - ✓ Jangan Baper, Ya!™
Novela JuvenilSandy Baskara, cowok itu diminta untuk mengantar Bulan pulang setiap hari Sabtu. Perlahan tapi pasti, mereka semakin dekat. Namun, siapa sangka kalau Bulan tak akan lagi pulang dengannya setiap Sabtu? "Jangan baper, ya. Gue gak suka sama Lo. Gue cum...