Sudah sekitar dua puluh menit Xaries mencoba segala macam cara untuk memejamkan matanya. Namun, nihil. Tidak ada dari semua cara yang ia lakukan bisa membuat matanya terpejam. Sedangkan Dallif sibuk mengurus pekerjaan kantornya. Dallif yang mengetahui Xaries susah tidur akhirnya menyelesaikan kegiatannya. Ia beranjak menuju ranjang."Loh udah selese?"
Tidak ada kata yang keluar dari mulut Dallif. Seperti biasa, hanya deheman yang dikeluarkan. Dallif sudah terbaring terlentang.
"Lip, besok gue ikut bantuin di Caffe ya?" Xaries sudah menghadapkan tubuhnya ke arah Dallif.
"Lo masih sakit. Jangan banyak tingkah." Desis Dallif.
Ingin sekali Xaries menampar mulut suaminya itu. Tidak bisa lembut sedikit saja.
"Udah sehat gue. Boleh ya?"
Gelengan tetap diberikan Dallif sebagai jawaban.
"Ck, lo gitu sih. Ntar kalo gue ga ijin ama suami ga berkah. Dosa. Mau ijin ga dibolehin, gimana sih."
"Kalo lo sehat juga udah gue ijinin."
Xaries memang keras kepala.
"Tapi sekarang udah sembuh. Ga ada tuh pusing ama mimisan lagi."
"Sekarang emang ga ada, tapi kita ga tau besok kan?"
"Masalahnya besok hari pertama buka setelah renovasi Dallif."
Dallif kesal melihat istrinya itu tidak menyerah membujuknya. Akhirnya jitakan di kepala Xaries tidak terelakan.
Pletaak
"Sakit lip!"
"Makanya kalo di bilangin tuh nurut."
Melihat Xaries yang mengelus kepalanya, Dallif juga ikut mengelusi kepala istrinya.
"Lo!" Xaries bersungut kesal.
Dallif tidak menghiraukan ucapan Xaries, ia terfokus kepada elusan kepala Xaries. Ia tidak ingin Xaries terlalu memaksakan diri. Ia takut istrinya akan kelelahan seperti hari ini. Apalagi besok ia tidak bisa ikut ke Caffe Xaries karena harus melakukan pengecekan di beberapa rumah makan dan Caffe yang ia miliki. Untuk pekerjaan kantor sudah ia urus.
"Kenapa pake dijitak segala sih anjing!"
"Mulut." Peringat Dallif.
"Ck, salah mulu." Walaupun bersungut seperti itu tetapi Xaries beringsut menuju dekapan Dallif. Ia memeluk suaminya sambil menggerutu.
Dallif menatap istrinya itu namun ia tetap membalas pelukannya. Semenjak setelah kejadian beberapa hari lalu saat ia mabuk, semenjak itu pula istrinya mulai berani memeluk dirinya saat ingin tidur.
"Inget kata gue tadi apa?"
"Tapi gue udah sembuh Dallif."
"Janji besok ga bakal kecapekan. Ngerti?"
Xaries mengangguk. Itu artinya ia diperbolehkan. Saking senangnya ia memeluk Dallif kuat.
"Ck, gue sesek."
Mendengar itu langsung saja Xaries melonggarkan pelukannya. Ia hanya menyengir dan mengagumkan kata maaf.
"Gue bukan ngelarang lo tanpa alasan, kalo lo hari ini ga kecapekan gue bakal ngijinin lo buat besok ikut ngebantu anak-anak di Caffe. Tapi ini lo aja masih kelelahan."
Dallif menghela nafas sebentar.
"Gue udah janji sama diri gue sendiri Ris, dari awal gue ngucapin ijab kabul itu artinya lo tanggungan gue, lo udah jadi bagian dari hidup gue, ga peduli gimana cara kita bisa menikah. Gue yakin itu udah takdir Yang Maha Kuasa tentuin buat kita berdua. Gua ga pernah sedikitpun ngerasa lo jadi beban gue. Inget itu di otak kecil lo. Dan besok, kalo customer rame lo ngebantu semampu lo aja. Jangan maksain. Abis gue dari rumah makan sama Caffe lain buat pengecekan, gue bakal kesana juga buat ngecek keadaan lo sama Caffe baru lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dallif & Xaries
ChickLitBlurb... Tiga orang gadis tengah berkumpul di suatu caffe dan tengah memainkan permainan ToD. Putaran demi putaran botol berlangsung tetapi Xaries belum pernah mendapatkan putaran itu. Botol itu berputar lagi dan tibalah akhirnya tertuju pada Xaries...