Sepasang insan tengah menonton televisi. Mereka menonton seperti biasanya. Menonton dengan khidmat, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tanpa memperdulikan sekitar. Tapi, setelah mereka mengenal satu sama lain ada peningkatan komunikasi satu sama lain.
Xaries yang sudah bosan dengan siaran televisi berangsur pindah ke kamar. Ia duduk di atas kasur sambil memainkan ponselnya. Saling bertukar cerita dengan sahabatnya. Mereka memamerkan sedang malam mingguan. Patia dengan gebetannya dan Aurel dengan pacarnya. Sedangkan Xaries baru ingat bahwa sekarang malam minggu. Saatnya beraksi membawa Dallif keluar dari sangkarnya. Ia tidak boleh kalah dari sahabatnya. Apalagi ia sudah halal.
Dallif yang masih anteng menikmati tontonan merasa terganggu karena lengannya di colek-colek oleh Xaries. Perasaan Dallif istrinya itu tadi sudah ke kamar.
"Lip."
Dallif menoleh dengan menaikan satu alisnya tidak lupa dengan wajah datarnya.
"Sekarangkan malming, jalan-jalan yuk. Atau cari makan kek, apa kek gitu,"
"Tadi udah makan."
"Ya jalan-jalan aja."
"Mending di rumah tiduran."
"Ck, gue mau keluar lip."
"Ngeliat apaan lo tadi di kamar? Balik-balik malah minta keluar." Xaries menyengir. Sepertinya sudah tertangkap basah.
"Temen gue pada keluar, gue iri. Mereka pada pap semua. Bangsat banget kan!" Sungut Xaries.
Tiba-tiba Xaries merasakan bibirnya seperti ditempel benda kenyal. Shit. Itu Dallif menciumnya tanpa aba-aba.
"Coba ngomong kasar lagi."
Dallif mode on. Wajah datar dan tatapan tajam. Sementara istrinya salah tingkah ditempat.
"Keceplosan ngomong gitu. Ya makanya ayo keluar. Gue maksa!"
"Mager!"
Dallif beranjak dari sofa menuju kamar mereka. Sementara perempuan itu menggerutu kesal. Tapi tidak selang beberapa menit Dallif keluar dengan membawa dompet dan kunci mobil.
"Ayo pergi!"
"Gue ga mau pake mobil, maunya pake motor."
"Ck, banyak mau." Walaupun begitu Dallif tetap menukar kunci mobil dengan kunci motor.
"Yuk gue udah."
Dallif menyerahkan dompet dan helm kepada istrinya. Mereka keluar apartemen dan turun menggunakan lift menuju parkiran. Mereka menyusuri jalanan yang ramai entah itu pasangan remaja, pasangan yang sudah dewasa ada juga yang sudah berumur.
Dengan iseng Xaries mengeluarkan ponselnya untuk memotret momen ini.
S
etelah melakukan itu ia kembali menyimpan ponselnya. Ia melihat para pedagang kaki lima. Sepertinya makanan yang dijual itu menggiurkan perutnya. Menepuk bahu Dallif dan mengatakan ingin makanan pinggir jalan itu. Dallif yang seolah mengerti langsung memberhentikan motornya ke arah para pedagang.
"Gue mau makan bakso, Lip."
Dallif mengeluarkan deheman artinya itu ia membolehkan Xaries.
"Lo mau ga?"
"Ntar kalo mau gue minta lo aja."
"Mata lo petak. Enak aja. Ga ada ga ada. Pesen sendiri!"
Setelah mengatakan itu Xaries langsung memesan bakso diikuti oleh Dallif dari belakang.
"Beneran ga mau pesen?"
Dallif menggeleng, ia rasa sudah kenyang karena sebelum keluar tadi mereka sudah makan malam. Memang Xaries saja perut karet.
Setelah memesan dan mendapatkan baksonya mereka mencari tempat kosong untuk duduk.
"Lip, kenapa ga bawa minuman matcha dari rumah aja tadi ya."
Mulai. Mulai. Mulai. Dallif menghela nafas melihat maniak matcha didepannya ini.
"Minum minuman yang ada aja kenapa sih, Ris?"
"Enakan matcha ga sih?"
"Lo disini, gue beli orange jus disana." Sambil menunjuk penjual jus.
Xaries mulai memakan baksonya, dan menunggu Dallif. Akhirnya Dallif datang dengan dua buah cup jus ditangannya. Memberikan satu kepada Xaries. Tanpa banyak bicara langsung diseruput oleh perempuan itu.
"Ah, enak. Makasih."
Seperti biasa deheman sebagai jawaban. Melihat Xaries makan tampaknya bakso itu menggugah selera.
"Aaaaa."
"Kan, kan, kan. Tadi dibilangin suruh pesen sendiri ga mau, sekarang minta."
Walaupun begitu Xaries tetap menyuapi suaminya. Hingga bakso habis Dallif tetap menumpang makan.
"Alhamdulillah. Mana uangnya sini kau bayar."
"Kan tadi dompet gue kasih ke lo."
Xaries menepuk dahinya, ia lupa dompet suaminya ada padanya. Saat ingin mengambil dompet ia tidak sengaja bertatapan dengan orang yang berada di sebelahnya yang ternyata perempuan. Orang itu menatap Xaries dengan tatapan aneh. Tapi saat Xaries menatapnya balik, perempuan itu mengalihkan pandangan tetapi berbicara pelan dan masih terdengar oleh Xaries.
"Itu sok romantis apa pelit, bakso aja satu berdua."
"Maksudnya apa ya kak? Apa kita saling kenal?"
"Maaf mba, kenapa ya?"
Xaries yang mendengar itu, tidak terima. Apa-apaan perempuan ini. Tidak tahu saja kalau suaminya anak tunggal kaya raya. Kacau. Kacau.
"Lo yang kenapa? Emang gue minta duit lo? Jangankan bakso, mulut gue jabanin buat gue beli."
"Gue ga ngomong apa-apa loh."
Dallif yang melihat istrinya sebentar lagi akan meluap cepat segera menariknya dari sana dan membayar bakso serta pergi meninggalkan para pedagang itu. Sedangkan Xaries masih saja menggerutu kesal dibelakang Dallif.
"Ga tau aja laki gue bisa beli tu gerobak bakso."
"Emang mulutnya perlu di sekolahin deh kayaknya. Kalo ketemu lagi gue kasih hadiah. Liat aja ntar."
"Laki gue yang dermawan begini dikatain pelit. Wahh, hahahha. Emang stress tu orang."
Masih banyak lagi gerutuan Xaries namun Dallif yang mendengar itu tersenyum. Hatinya menghangat mendengar sang istri secara tidak langsung membelanya. Selama menggerutu Xaries mengeratkan pelukannya. Mereka melanjutkan berkeliling kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dallif & Xaries
ChickLitBlurb... Tiga orang gadis tengah berkumpul di suatu caffe dan tengah memainkan permainan ToD. Putaran demi putaran botol berlangsung tetapi Xaries belum pernah mendapatkan putaran itu. Botol itu berputar lagi dan tibalah akhirnya tertuju pada Xaries...