Part 8

137 9 0
                                    

Xaries menyeka keringat yang menetes dari dahi. Setelah Dallif pamit berangkat ke kantor, ia mulai membereskan rumah. Dari mulai menyapu, mengepel, menyuci, membereskan kamar, menyetrika semua sudah ia lakukan. Sekarang ia akan memasak untuk makan siang Dallif. Sebelum pergi Dallif berpesan ingin makan siang diantar ke kantor. Berkutat dengan dapur yang memakan waktu cukup lama akhirnya selesai. Sekarang ia tinggal mandi dan sholat zhuhur karena sudah waktunya.

Xaries mengendarai mobil membelah jalanan kota. Hal yang dilakukan saat dalam perjalanan ialah bernyanyi. Walaupun bersuara fals, ia tetap menyumbangkan suara. Tidak terasa ia sudah berada di kantor Dallif. Setelah memarkirkan mobilnya ia berjalan memasuki kantor.

"Mba, mau nanya. Ruangan pak Dallif dimana ya?" Tanya Xaries pada resepsionis.

"Apakah ibu sudah membuat janji?"

"Sudah, mba." Xaries mengatakan dengan senyum hangat. Ia berpikir kalau tidak disuruh Dallif ngapain datang kesini.

"Baiklah, bu. Ibu naik ke lantai dua puluh lima terus lurus nanti belok kanan disitu ruangan pak Dallif."

"Makasih ya." Wanita resepsionis itu membalas dengan senyuman. Sepertinya kantor Dallif menyeleksi karyawan yang ramah senyum timbang terbalik dengan Dallif yang muka datar, mulut pedas, tentu tidak ramah senyum bintang satu.

Xaries langsung menuju lift dan menuju ruangan Dallif. Tanpa mengetuk pintu Xaries langsung masuk.

"Saya sudah katakan kalau masuk ketuk pintu dahulu." Disaat yang sama Dallif menoleh kearah pintu mendapati istrinya yang bermuka masam.

"Apa lo? Istrinya dateng bawa makan siang bukannya disambut dengan baik malah marah-marah. Cepet tua tau rasa lo!"

"Lo juga bukannya salam malah nyelonong masuk."

"Jadi gue yang salah?" Xaries bertanya sambil menunjuk dirinya.

Dallif menggeleng kepalanya dengan senyum terpaksa. Perempuan selalu benar. Ia menarik Xaries untuk duduk di sofa.

"Nih, makan siangnya. Makan yang banyak ya suami biar bisa cari duit yang banyak buat istrimu ini." Xaries menepuk pelan kepala Dallif.

Dallif tidak menggubris perkataan Xaries. Yang ia lakukan ialah makan dengan khidmat. Sesekali menawarkan suapan kepada Xaries namun ditolak tapi pada suapan terakhir tiba-tiba istrinya itu meminta. Mau tidak mau Dallif memberikan suapan terakhir itu.

"Udah, kan?" Dallif mengangguk dan bersandar pada sofa sedangkan Xaries mengemasi tempat bekal.

"Yaudah gue pergi dulu mau ke Caffe,"  saat akan berdiri Dallif menahan pergelangan tangannya.

"Apa nih? Apa nih? Mau apa lagi lo?"

Dallif menggeleng dan mengisyaratkan untuk tetap duduk.

"Gue mau ke Caffe ya, Lip. Terus nanti mau siapin baju ganti buat besok kita nginep di rumah mama. Mumpung besok jum'at lo libur."

"Ck, bentar." Dallif menggeserkan tubuhnya mendekat ke Xaries lalu menjatuhkan kepalanya ke bahu Xaries.

Walaupun sudah sering berkontak fisik dengan Dallif tapi perlakuan Dallif yang tiba-tiba mampu membuat jantung Xaries berdegup kencang.

"Eh, eh, eh. Waktu istirahat udah habis ngapain tidur sih Lip?" Sambil menjauhkan kepala Dallif dari bahunya. Bukannya menjauh malah Dallif berpindah tempat menjadikan paha Xaries sebagai bantalan dan memeluk perut Xaries.

Waahhh, kacau nih. Makin meledak nih jantung. Ni anak ada-ada aja anjing, kan gue baper. Tapi baper ama laki sendiri gapapa kan ya? Bodo ah ini gimana caranya biar gue ga tahan nafas woy astagfirullah ga paham lagi. Jangan bikin gue makin sayang sama duit lo ya Lip eh salah lo nya gitu.

Dallif & XariesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang