prolog

637 23 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.


Pemandangan di puncak gunung terlihat indahnya sudah seperti ini, kebayangkan indahnya merajut masa depan bersama Jung Kook. Astaga! Pikiranku emang penuh halu, kalau sudah duduk di depan teras rumah.

Daerah pedesaan tempat kutinggal ini berada di bawah kaki gunung, suasananya yang masih asri nan indah. Meski gempuran era kemajuan teknologi bikin orang makin berpolarisasi. Segala hal berbau modern dan hi-tech selalu dianggap jauh lebih unggul dari budaya dan tradisi masyarakat. Tapi, tidak dengan desaku ini karena dua hal itu bisa dikombinasikan menjadi satu kesatuan yang harmoni dan padu.

Aku tinggal bersama bibi, tak berlebihan jika bibi layak digelari wanita tangguh. Meski hanya membuka sebuah kedai kopi kecil, namun itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan kami.

Tak jarang pula aku selalu membantu di kedai, hingga tanpa sadar terbekali keahlian meracik kopi yang tidak kalah dengannya.

Salah satu hal yang istimewa racikan kopiku adalah mampu membuat seseorang jatuh cinta dengan secangkir kopi. Seperti sahabatku yang dulunya tak pernah suka kopi jadi pecinta kopi.

Dia bernama Vialin Anditia, aku bersahabat telah cukup lama, sejak dalam kandungan. Tapi bo'ong.

Pertama kali pindah ke desa, dialah orang pertama yang kukenal. Ya, masih zamannya main pakai kancut saja. Mainnya masih digendong bibi dan Via digendong mamanya. Kami juga selalu satu sekolah, sampai sekarang dan kami selalu satu kelas dari SMP sampai SMA. Buat yang bertanya kok bisa?

Aku juga tidak tahu entah mengapa? Hanya Tuhanlah yang tahu alasannya mengapa?

Waktu di sekolah dia selalu menjadi anak yang populer. Sampai SMA pun resmi menjadi anak cewek tercantik. Apalagi dengan rambut panjangnya yang tergerai membuat penampilan sempurna di mata yang memandang.

Tak heran, jika semua penghuni di sekolah pasti mengenalinya dari....

Tukang sapu

Tukang somay

Ibu kantin

Atau abang tukang rujak pun tak asing dengan nama Via.

Mungkin kecantikannya seperti Kim Ji-soo yang memiliki wajah cantik, belum lagi piawai menarikan jari cantiknya memainkan alat musik biola. Kehebatannya bermain biola tidak kalah dengan Vanessa-Mae. Berbeda denganku yang memiliki rambut pendek sebahu.

Kembali bicara tentang meracik kopi. Menurutku meracik kopi suatu keistimewaan karena meracik kopi tidak semudah yang dibayangkan. Dibutuhkan teknik khusus dan skill untuk membuat secangkir seduhan kopi yang berjiwa. Bukan hanya sekadar menjadi peracik kopi di era mileneal ini menjadi seorang penyaji kopi itu keasyikan sendiri bagiku. Meski di usia segini kebanyakan orang bicara tentang cinta, meski hanya cinta monyet.

Cinta? Apa itu cinta?

Bukankah lima huruf itu membuat orang banyak mati rasa karena dibuat kecewa dan sia-sia. Aduhh...

___________________________________😍

.
.
.

Catatan dari author to readers:

Vomen, dan folow, ya.
Akan ada giveaway novel ini versi cetak, nanti kami pilih acak yang paling antusias. 🤗

Kepompong [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang