menahan rasa

54 7 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kalian memberi warna yang saling melengkapi meski berada di dua labirin yang berbeda.



**




Tak terduga, ternyata salah memprediksi, layar ponsel tertera nama culun. "Angga keluar dari sekolahnya karena melakukan mesum dengan salah satu wanita di sekolah yang lama. Tolong jaga in Via," kataku pelan membaca pesan.

Kesetanan apa dia? Biasanya ngirim pesan hanya membahas pelajaran. Sekarang tidak ada angin dan hujan. Tiba-tiba menyebar luaskan berita fiktif.

Aku mengusap wajah pelan, sepertinya tidak memutuskan untuk menjawab pesan.

Sore...


"Bunga udah makan? Bibi buatin nasgor ama susu anget, ya?" bibi yang sedang menyapu menawarkan.

"Mau, Bi," balasku yang sedang rebahan di kasur.

Malam...


"Bunga nih bibi ada cemilan." Bibi masuk ke kamar. Menunjukkan snack yang dibeli tadi pagi.

"Mau dong."


Sebenarnya, aku merasa terlalu dimanja oleh bibi. Sedikit ketakutan saat menatap beberapa tahun ke depan.

Apakah aku bisa ngapa-ngapain sendiri?

Jujur, aku emang jarang keluar rumah, bahkan keluar kamar hanya ke kamar mandi kecuali ada kegiatan di kedai.


Esok hari.


Kegiatan sekolah kembali di mulai. Hari ini cukup terik, meski berada di bawah kaki gunung, udara cukup terasa membakar.

Di jalan menuju kelas sekelebat terpikir, sesaat menatap wajah sahabatku yang semringah ini.


"Kok cantik banget hari ini?"

"Ada deh!"

Aku baru teringat bahwa hari ini akan ada anak baru, yaitu 'Angga'.


Lalu, tanpa canggung, aku berkata, "Aku tau pasti in---"

"Benar," potong Via. "Angga juga akan sekelas dengan kita."

Aku menghela napas jika bicara tentang Angga. Perasaan suka bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja apakah harus serta-merta merasa bersalah hanya karena menyukai orang yang sama dengan sahabat?

Sedikit kupertimbangkan konsekuensi dari setiap langkah yang akan diambil. Dengan cara menyelesaikan masalah yang melibatkan perasaan tanpa harus mengorbankan hubungan pertemanan yang telah berlangsung.



Seketika pikiranku terbawa ke masa SMP dulu di mana, Via dan Angga sangat dekat. Tak heran bila beberapa anak yang menganggap hubungan mereka lebih dari sekadar teman.


Aku tak pernah mau merespons Angga yang terus mencari tahu tentang Via, melalui informasi dariku. Meski dari tadi tidak ada satu pun pertanyaan cowok itu yang dijawab. Tetap saja, cowok itu memasang wajah yang bersahaja. Memang dia adalah cowok yang menyampingkan segala egonya.


"Via juga selalu menceritakan kedekatannya sama kamu, dia bilang bahwa kamu dan dia kayak kepompong," kata Angga.

Aku sempat diam, mendengarnya.


"Kepompong?" Aku jadi penasaran. Dari sini aku harus melumpuhkan rasa suka terhadap Angga, karena tak mungkin merusak hubungan sahabat sendiri.


"Iya, kepompong ... Menurut kamu Via itu orangnya kayak gimana sih?" tanya Angga. Bibir itu tersenyum menunggu jawaban.

"Entahlah," jawabku cuek.


Raut kecewa tergambar jelas di wajah Angga karena jawabannya itu. Aku sadar, bahwa aku hanya menjadi sumber informasi untuknya, dan aku tahu Angga memang sepeduli itu dengan Via. Jika Via meminta sesuatu pasti Angga ingin cepat-cepat memberikannya.

Saat pelajaran Bahasa Inggris yang tak membawa kamus tidak dibolehkan masuk ke dalam kelas dan Via lupa untuk membawa kamus. Angga rela memberikan kamus miliknya kepada Via. Meskipun setelahnya cowok itu tidak dibolehkan masuk ke dalam kelas.



"Heh, palah bengong?!"



"Hah, g-gimana Vi?" balasku tergagap. Kaget, tersadar dari lamunan tentang Angga. Sebaiknya, mengganti topik obrolan, tentang materi sekolah.

"Tugas Matematika kamu uda?" tanyaku yang membuat panik dirinya. "Gawat! Kamu tau sendirikan Ibu Rosneli, dinobatkan guru tergarang di seantero sekolah. Ini bisa menjadi malapetaka."


Via berkedip, "Beres! Malam tadi aku minta tolong culun untuk mengerjakannya."

Aku mencengkeram bahu Via dan melotot, "Dasar! Buat orang panik aja kamu?"

Sesampainya di kelas tampak semua murid telah berkumpul seperti pembagian sembako, mereka mengerjakan tugas secara berjama'ah.


"Bunga! Pinjam tugasmu!" teriakan Damar seperti biasa, dia memang sering membegal tugas, tampak di sebelah Damar ada Ozi dan Azka dengan tatapan seperti vampir haus darah.


Ada yang kurang dari kelompok mereka. Yaitu Alan. Seperti kebiasaannya, kalau kemarin sekolah pasti sekarang tidak menampakkan batang hidungnya.

Lalu aku memberikan buku tugas kepada mereka, daripada mereka menjahili, hitung-hitung memberi sogokan agar mereka segan.

Terlihat dalam kelas yang sudah mengerjakan tugas hanya kami berempat. Aku, Via, Mayang dan culun, dan kami duduk di bangku kami masing-masing melihat yang lainnya lagi sibuk mengerjakan tugas itu.


"Vi ... Via ini tu-tugasmu." Culun menyodorkan sebuah buku.

Sementara Via lekas menyambutnya tanpa harus berterima kasih.


"Kasihan Reahan! Sudah gagap di panggil culun, di manfaatkan lagi," ucapku terkekeh dalam hati melihat culun yang duduk tepat di belakangku, dan posisi duduk di meja paling depan di sebelah pintu, dan sebelah kiriku pastinya Via! Tidak ada tujuan khusus kami memilih meja paling depan di sebelah pintu. Hanya saja, bila bosan menyerang ada pemandangan luar kelas.

Suasana hening jika Bu Rosneli telah tiba meski hanya di ambang pintu. Saat jejak langkahnya juga terdengar seolah suasana pun menjadi mencekam, waktu seperti enggan berlalu.

Rumus pitagoras yang terpampang di papan tulis yang ada di depan kelas pun tampak telah selesai di tuliskan olehnya tapi aku tidak dapat memasukkan satu rumus pun dalam otakku.

Bagaimana tidak! Pikiran terperangkap dalam rasa penasaran tentang Angga yang akan pindah. Ya. Tuhan! Pikiran itu membuat konsentrasi belajar terusik.

Tok,

Tok,

Tok....

Suara pintu kelas diketuk. Membuat aku terlonjak kaget, sesaat kedua mata menangkap seorang wali kelas berdiri di sebelah pintu dengan anak baru.


Ya, Tuhan! Seketika saja suasana hening itu menjadi ramai. Semua penghuni kelas mendominasi menatap ke arah anak baru.





Bersambung...

___________________________________😍

.
.
.

Catatan dari author to readers:

Berikan saran, pesan atau hal yang berkesan setelah membaca part ini?

Komentar kalian sangat berpengaruh terhadap perkembangan cerita ini, lohh?!

Ups! Jangan lupa juga untuk vote, ya...

Kepompong [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang