.
.
.
Jika kopi memiliki karakteristik cita rasa yang berbeda. Apa cinta jua?
**
SMA Cerah, secerah hari pertama sekolah memasuki semester genap.
Kelas 11 Ipa 2, memiliki wali kelas Ibu Esy guru sejarah, itu adalah kelasku. Ibu Esy biasa kami juluki Bu Keong, predikat itu karena jalannya yang lambat.
"Sinyal brengsekkk! Push rank! Ngelek!" teriak salah satu murid membuat semua penghuni kelas kaget dan terbelalak ke arahnya.
Ada menatap kesal.
Ada yang menggelengkan kepala.
Dan ada juga yang melemparnya dengan kertas. Namun tak membuatnya berpaling menatap layar ponsel.Apalagi posisi duduk di meja paling belakang membuatnya semakin leluasa untuk bermain game saat jam pelajaran. Dia memiliki nama lengkap Alan Nugraha masuk sekolah cuma seminggu sekali dan itu hanya singgah untuk bermain game di sekolah dan memberi surat cinta untuk Via. Entah, lelaki itu jodohnya siapa nantinya!
Bila hari Senin ini Alan masuk pasti besok sudah tidak menampakkan batang hidungnya. Kabarnya sih! Di sekolah dan di rumah hanya bermain game. Aku juga tidak tahu pasti. Karena aku bukan teman dekatnya, teman dekatnya itu adalah Azka dan Ozi walaupun mereka berdua tidak suka bermain game seperti temanya tapi mereka tetap satu tujuan. Tujuan biang kenakalan di kelas! Minggu kemarin mereka hampir di keluarkan karena terdapat menyimpan video tidak senonoh di ponselnya.
Alan, Azka, dan Ozi tapi mengelak, karena itu bukan ponselnya, tapi tidak ada yang percaya dengan pembelaan mereka.
Sudahlah! Lebih baik sekarang membantu Via yang sibuk membereskan surat atau kado, seperti hari-hari kemarin. Surat dan kado yang melambangkan ungkapan cinta yang dikirimkan untuk dirinya.
Entah mengapa semua selalu kepadanya, mungkin juga karena terlalu banyak yang menyukainya. Ya, Bisa dikatakan anak cowok seantero sekolah menyukainya, aku saja sampai bosan melihat tulisan di surat mereka.
I need you.
Aku sayang kamu.
I love you.
Saranghaeyo
Kau seperti game di hatiku, yang selalu online tidak pernah AFK.
Nah, kalau yang terakhir ini pasti kalian sudah paham surat cinta dari siapa?
Masa enggak paham. Ya, dari Alan. Ahk.... Entah apa-apa saja, surat-surat yang diimbuhi berbagai gambar bunga atau hati pelambangan cinta mereka.
Apa lagi kakak kelasku Desta Arifin, bukan aku kenal dengannya karena aku melihat di tag name seragamnya, karena dia sering ke kelasku untuk bertemu dengan Via dan memiliki pekerjaan sampingan yaitu memalak murid di kelas.
Kegila-gilaan anak cowok terhadapnya memang berbagai cara. Seolah jika tidak tersalurkan bukan hanya muncul jerawat di muka mereka tapi mungkin bisul ikut tumbuh.
Tapi! Tidak satu pun anak cowok yang dapat meluluhkan hati sahabatku ini.
Kening mengernyit sesaat melihat gestur Via sedikit cemas, "Kenapa?" tanyaku.
Via kelabakan, berkata, "Ya ampun, tugas catatan Sejarah! Aku lupa!"
Aku melihatkan buku catatan, "Yang ini, aku sih sudah."
"Duh, gimana?"
"Hadehh ... kok bisa kamu belum mengerjakan tugas?"
"Soalnya kemarin ada kelas biola."
Bu keong telah tampak berjalan ke arah kursinya jalannya pun lambat bagaikan keong, dengan ekstra kesabaran kami menunggu dia duduk di kursinya.
Setelah Bu Keong duduk di kursinya kami lekas mengucapkan salam. Bu Keong langsung menyuruh kami mengumpulkan tugas catatan yang diberikan minggu lalu ke depan mejanya.
"Yang tidak buat silakan berdiri di luar kelas!" teriak Bu Keong dengan lantang dari kursi duduknya saat memeriksa kumpulan tugas.
Via menoleh ke arahku layaknya meminta pertolongan, namun aku pun tak dapat berbuat banyak.
Sementara Alan, dan culun telah berjalan menuju keluar kelas. Ada gejanggalan. Tampak tidak percaya melihat Via dan culun tidak membuat tugas.
"Aigo!"
Terdengar teriakan melengking yang biasa kami dengar dari mulut Mayang. Suara itu menyebabkan kami menutup telinga. Tapi kami sudah maklum.
Mayang anomali K-pop.
"Berisik woy," Sahut Alan santai tanpa dosa.
"Sudah, sudah!" teriak Bu Keong.
Lalu Bu Keong melanjutkan memeriksa buku catatan yang telah ada di mejanya. Tatapan kedua matanya tidak lagi menatap buku yang diperiksa melainkan mengalihkan perhatian matanya ke arah langkah Via.
"Via?" panggil Bu Keong.
Mereka berhenti tepat di dekat pintu keluar dan menoleh ke arah Bu Keong.
"Ibu memanggil Via, kenapa kalian ikut berhenti!" bentaknya.
Alan dan culun langsung refleks menundukkan kepala menatap langkahnya yang mengayun menuju pintu kelas.
"Ini buku catatanmu!" Bu Keong memperlihatkan buku catatan yang bernama Vialin Anditia. "Jadi! kenapa maju ke depan?" tanya Bu Keong menaikan salah satu alisnya menatap Via.
"Aaaa ... aa ... anu Buk," Via terbata bingung dan menggigit jari kelingkingnya. "Aku ... ak---"
“kembalilah duduk!” Bu Keong memotong ucapan Via yang gelagapan.
"Itu, catatan siapa Vi?" tanyaku dengan sedikit berbisik, sesaat Via telah duduk di kursinya.
Via mengangkat kedua bahunya, "Aku aja heran. Kok ada buku catatan bernamaku."
Sedikit aku menaruh kecurigaan, bahwa itu buku catatan si Culun.
Culun memiliki name tag di seragamnya Reahan Pranata tapi kami lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan culun.
Hidup si culun sangat mengenaskan. Bagaimana tidak! Dia selalu menjadi bulan-bulanan buat Alan, Ozi, dan Azka. Sampai pernah ditelanjangi, hanya alat kelaminnya di tutupi oleh lakban. Lalu di kurung semalaman di dalam WC.
Tapi! Si Culun itu anak kesayangan dari Bu Keong dan dia juga ketua kelas. Kalian percaya jika culun lengah untuk tidak membuat tugas. Sementara dia berpredikat murid berprestasi, waktu duduk di bangku sekolah menengah pertama, dan selama aku sekelas dengannya baru ini dia tidak membuat tugas. So! Apa catatan yang bernama Via itu milik culun?
Segitunya berkorban demi CINTA?C-I-N-T-A. Jika benar, menurutku cinta itu mengerikan terkadang membutakan akal sehat.
"Bunga?"
Seketika aku melotot dan menoleh ke arah sumber suara.
Bersambung...
___________________________________😍
.
.
.Catatan dari author to readers:
Vomen, dan folow, ya.
Akan ada giveaway novel ini versi cetak, nanti kami pilih acak yang paling antusias. 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepompong [ON GOING]
Teen FictionBunga Citra memiliki keinginan persahabatan dan percintaannya berjalan beriringan. Namun, apalah daya bila cinta tumbuh tanpa disuruh. Andai persahabatan, dan percintaan seperti gula dan kopi, mungkin Bunga mampu untuk menemukan takarannya. Tapi, ti...