Belajar memang menyenangkan bagi sebagian orang dan itu bukan termasuk aku. Tapi demi masa depan aku berusaha belajar dan mencapai impianku biar bisa kuliah ke luar negeri. Senin depan sudah waktunya untuk ujian tengah semester. Aku berkutik dengam buku pelajaran dan soal-soal yang diberi guru kepadaku. Ditemani alunan musik merdu yang membuat suasana tenang. Aku berusaha memahami mata pelajaran satu per satu, ya walaupun ada mata pelajaran yang sangat tidak aku suka. Tapi demi masa depan kata orang-orang aku berusaha untuk memahaminya.
Ketukan pintu yang begitu keras membuatku terkejut bukan main. Aku sangat takut dengan ketukan pintu yang membuat panik itu. Ternyata mama yang melakukan itu. Kubuka pintu kamarku segera dan melihat mama dengan raut wajah yang tak bisa di artikan. Nafas mama naik turun, ada raut gembira sekilas tampak di wajahnya.
"Kenapa ma? " tanyaku mencoba untuk tenang.
"Kakak kamu udah sadar nak" ucap mama padaku dengan penuh haru. Mama memelukku dengan erat dan mengucap rasa syukur.
Aku diam di pelukan mama. Tak lama air mataku menetes dengan indahnya. Aku memejamkan mata dan mengucap rasa syukur atas jawaban dari doa-doaku selama ini. Kak Bagas sudah bangun.
"Ma, aku mau lihat kak Bagas ma" pintaku pada mama yang langsung di angguki oleh mama.
Kami berangkat ke Singapura hari itu juga. Papa sudah lebih dulu disana menemani hari-hari kak Bagas di bangsalnya. Pekerjaan papa di tunda nya terlebih dahulu demi menemani anak lelakinya.
***
Derap langkah kakiku sama mama terdengar merdu di lorong rumah sakit. Raut haru kebahagiaan tak terbendung lagi. Mama selalu tersenyum selama perjalanan ke Singapura. Di bukanya pintu kamar kak Bagas dirawat, langkah mama begitu cepat dan tak pernah melepas tanganku dari genggamannya.
Sampai pintu terbuka dan langkah kaki mama masuk aku berhenti. Aku sangat takut sekali untuk berjumpa dengan kak Bagas. Aku berfikir kak Bagas sangat membenciku karena sudah membuatnya koma selama bertahun-tahun. Aku sangat merasa bersalah atas apa yang telah aku lakukan pada kak Bagas.
"Kenapa Nay? " tanya mama padaku, keningnya mengernyit karena aku tiba-tiba berhenti di depan pintu.
"Ma, Nayra disini saja ya, Nayra belum siap ketemu kak Bagas" jawabku dengan nada parau. Aku sangat takut untuk bertemu dengan kak Bagas. Aku butuh waktu untuk mempersiapkan diri kalau-kalau kak Bagas nanti mencercaku.
Mama sangat tahu akan diriku, dia mengerti dengan keadaanku yang takut untuk berjumpa dengan Kak Bagas. Mama akhirnya memberikanku akses untuk mempersiapkan diri. Aku duduk di bangku ruang tunggu sambil masih berucap syukur karena doa-doa kami di kabulkan Tuhan. Sesekali aku lirik kak Bagas dari luar. Wajahnya tampak pucat, dia kurus sekali sungguh menyayat hatiku. Tapi berkat mama dan papa kak Bagas bisa tersenyum walaupun sesekali dia masih merintih kesakitan.
****
Suasana di rumah sakit memanglah tidak mengasyikkan. Aku terbangun dari tidurku pagi itu. Ponselku sudah berdering sejak setengah jam tadi. Aku lupa memberi kabar pada Alexa jadinya dia menelpon ku berkali-kali.
"Halo" jawabku setelah ku angkat telepon dari Alexa.
Suaranya diseberang sana sangat memekakkan telingaku. Dia mencercaku habis-habis karena tidak memberi kabar. Aku tahu Alexa pasti sangat khawatir padaku. Takut-takut nantinya aku melakukan hal yang tidak-tidak.
"Lo dimana dan kenapa lo gak masuk sekolah hari ini? " tanya Alexa diseberang sana. Nada suaranya sangat tinggi tapi aku tahu dia mengkhawatirkanku.
"Xa, Kak Bagas udah sadar dan gue sekarang lagi di Singapura" Jelasku. Air mataku berlinang lagi. Rasa haru bahagia saling menyapaku kali ini.
Diseberang sana Alexa sangat bahagia dari suaranya yang ku dengar dia mengucap rasa syukur pada Tuhan karena kak Bagas akhirnya bangun dari komanya.
"Ya udah, gue nanti bakal bilang sama wali kelas kita kalau lo izin, nanti kalau kak Bagas udah boleh pulang ke Indo lo kabarin gue, lo baik-baik disana oke!! "
Alexa memang sahabatku yang pengertian. Dia sama sekali tak pernah merasa di rugikan berteman denganku. Dia yang selalu mendampingi hari-hariku yang dipenuhi dengan kata 'tidak semangat'.
Selepas dari teleponan sama Alexa. Papa memanggilku. Wajah lelahnya sangat terlihat namun papa berusaha tetap menunjukkan kalau dia baik-baik saja. Raut wajah papa memang lelah tapi disana juga ada raut yang sangat bahagia.
"Ayo samperin kak Bagas. Katanya dia kangen lihat kamu, dia pengen tahu udah kayak gimana si wajah kamu sekarang, terus kata Bagas kamu udah pintar dandan belum" Suara papa sangat bahagia ku dengar. Papa mencoba membujukku untuk ketemu sama kak Bagas. Tapi nyaliku masih belum bisa untuk bertemu dengan kak Bagas.
"Aku takut pa" jawabku.
"Kamu harus berani nak, kamu gak boleh gitu, kak Bagas juga butuh kamu loh" Dirangkulnya pundakku oleh papa. Papa berusaha menenangkanku.
"Kak Bagas seperti ini karena aku pa" tangisku mulai pecah.
"Gak ada yang bisa di salahin nak, ini semua udah jalan hidup kita yang diberi Tuhan, kita harus sabar menghadapinya. Kamu gak salah sayang, jangan menyalahkan diri kamu atas kecelakaan kak Bagas. Ingat kak Bagas gak pernah menyalahkan kamu" di usapnya air mataku oleh papa dan memelukku, tangisku hanyut dalam pelukan papa.
_____________________________________
Akhirnya kak Bagas bangun. Tapi Nayra belum berani untuk ketemu sama kak Bagas. Doain aku ya supaya kak Bagas menerima aku.
Jangan lupa vote ya guys, lofyuu all 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
PILU UNTUK SENDU [Mark Lee X Ryujin]
FanfictionKetika hati ingin berbicara, lisan yang menghalanginya, dia tidak ingin mengungkapkan sebuah perasaan yang terlalu dalam hingga meninggalkan jejak yang tidak bisa dihilangkan.