Part 2.

156 15 1
                                    

Matahari tak memunculkan sinarnya. Digantikan dengan langit yang begitu kelabu. Tetes-tetes embun menghinggapi lembaran hijaunya dedaunan. Suara jangkrikpun tak terdengar lagi. Pagi itu aku sangat tidak bersemangat untuk berangkat ke rutinitasku. Rasa malas menghampiriku. Mungkin kasur sangat ingin menarikku. Tapi tak bisa dipungkiri rutinitasku harus kulakukan demi masa depan yang cerah kata orang-orang.

Sekolah memang tempat yang menyenangkan. Bertemu dengan banyak teman yang suka bercanda. Menghibur ketika duka lara.

Alexa sahabatku, datang menghampiri dengan tampang polos atau tampang kepo aku tidak bisa membaca pikirannya.

"Bengong mulu kalau lagi jalan, ntar kesandung ih" Ucap Alexa

"Ya nggak lah, gue juga punya mata kali Xa" jawabku

"Abis bengong mulu si" muka Alexa agak terlihat kesal

"Jangan kesal dong hahaha" pintaku

Sambil berjalan menuju kelas, aku dan Alexa bercengkrama. Bercerita mengenai masuk universitas, traveling, kuliner bahkan belanja sekalipun sangat menyenangkan bagi Alexa.

"Oh iya, betewe kakak lo Bagas gimana?" tanya Alexa tiba-tiba

"Seperti biasa Xa" jawabku singkat.

Beribu bahkan sejuta pertanyaan yang sama selalu diucapkan oleh Alexa padaku, begitupun aku sebaliknya, aku menjawab pertanyaan Alexa dengan nada yang sama.

Pertanyaan dan jawaban yang sama mengubah obrolan kami, aku dan Alexa kembali membahas tentang universitas yang akan kita masuki.

"Lo jadi beneran ke Korea Nay?" tanya Alexa padaku

"Pengennya iya Xa, cuma gak tahulah takutnya gue gak diterima" Jawabku ke Alexa yang tidak optimis

"Lo harus optimis dong Nay, secara lo kan pinter, rajin, peringkat 1 satu sekolah lagi, apalagi coba?" Alexa memujiku

"Iya, bukan masalah itu, gak setiap orang pintar dan berprestasi bisa masuk segalanya Xa" sanggahku

"Bener memang, tapi itu kelebihan lo Nay, karena lo pintar lo bisa optimis masuk universitas itu" jelas Alexa padaku. Alexa memang sahabatku yang baik bisa dikatakan si, dia selalu dukung aku dalam hal positif dan juga dia selalu ada buat aku.

Sepanjang obrolan kami, akhirnya kami masuk kelas berbarengan dengan seorang pemuda tinggi, itu kategori dari aku. Tapi teman-teman bilang dia sosok yang tampan, macho, tinggi, pintar olahraga lagi. Laki-laki seperti itu selalu digunjingkan oleh teman-teman dikelasku. Secara mereka ingin dia menjadi masa depan mereka, itu kata mereka.

"Hai Nay, Xa" sapa dia

"Hai" balas Alexa sambil melambaikan tangannya.

Aku hanya membalas sapanya dengan senyum, ya mungkin agak terpaksa.

Kami masuk kelas dan menuju tempat duduk masing-masing. Matahari sudah tidak malu lagi, dia mulai menampakkan sinarnya yang menyilaukan pandangan kalau dilihat dari balik kaca jendela sekolahku. Aku fikir hari ini akan mendung sampai sore. Ternyata lagi-lagi aku salah.

Pagi itu aku belajar dengan bu Wati, wali kelasku. Dia mengajar pelajaran fisika, aku sungguh malas untuk memperhatikan pelajaran itu. Bagi sebagian orang fisika adalah mata pelajaran favoritnya, tapi bagi aku, mata pelajaran yang paling aku benci. Fisika membuat otakku jadi lumer akhirnya aku tertidur dikelas.

Selesai bu Wati menjelaskan, akhirnya bel istirahatpun datang. Sebuah kegembiraan bagi teman-temanku begitupun aku.

Sambil menutup buku pelajaran Alexa membangunkan aku yang tidak tidur, aku hanya bermalas-malasan.

PILU UNTUK SENDU [Mark Lee X Ryujin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang