six.

6K 630 6
                                    

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
Hah.. untuk apa aku pulang kalau akhirnya aku terus bersama dengan orang ini, pikir Rajendra sembari menengok malas pada lelaki Prancis disebelahnya ini.

Sudah menginjak waktu seminggu ia di Indonesia tetapi lelaki Prancis itu tidak hilang sekali pun dari pandangannya. Mau beralasan apapun pasti sang Ibu terus menyuruhnya untuk menemani dan mengajak Edgar berkeliling disini padahal ia sendiri bukanlah sekretaris pribadi lelaki pucat itu.

Dan saat ini mereka tengah berada di taman umum dekat komplek perumahan Rajendra yang dipenuhi oleh tukang jajanan lokal serta anak-anak yang sedang bermain dengan riangnya. Sebenarnya hari ini Rajendra memang berencana akan mencari jajanan lokal yang ia rindukan, tetapi ternyata sang Ibu menyuruhnya untuk mengajak Edgar sekalian karena lelaki pucat itu sama sekali tidak pernah mencicipi jajanan lokal. Kalian pikir Rajendra akan langsung menerimanya? Tentu tidak, bahkan ketika sang Ibu menyuruhnya untuk menelpon Edgar ia tidak melakukannya dan memilih untuk menutup telinga. Tapi sayangnya si bungsu Jidan lah yang menelpon Edgar untuk datang ke rumah, hhh sepertinya ia harus memberikan Jidan sedikit pelajaran nanti, pikirnya.

"Kau mau beli yang mana?" tanya Rajendra pada Edgar yang sedari tadi hanya menatap ke sekeliling dengan rasa ingin tahunya.

"Yang mana yang enak? Aku belum pernah mencoba ini semua." jawab Edgar dengan jujur.

Rajendra pun mengangguk paham, "Bagaimana kalau semuanya? Ku yakin kau tidak akan menyesal."

Belum juga Edgar menjawab, namun Rajendra langsung meraih pergelangan tangannya dan menarik lelaki pucat itu ke gerobak permen gulali. Edgar hanya menaikkan sebelah alisnya tak paham ketika melihat sang penjual membentuk sesuatu yang lengket pada sebuah stik yang ada ditangannya dengan lihai, matanya berbinar ketika bentuk itu mulai terlihat, itu adalah bentuk pacifier yang biasanya tersumpal dimulut bayi.

 Edgar hanya menaikkan sebelah alisnya tak paham ketika melihat sang penjual membentuk sesuatu yang lengket pada sebuah stik yang ada ditangannya dengan lihai, matanya berbinar ketika bentuk itu mulai terlihat, itu adalah bentuk pacifier yang bias...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Permen-permen gulali yang Edgar lihat digerobak si penjual.)

"Wow.." gumam Edgar takjub, Rajendra yang mendengar gumaman takjub itu hanya terkekeh kecil.

"Satunya berapa, Pak?" tanya Rajendra pada si penjual.

"Satunya seribu lima ratus Mas." jawab si penjual dengan ramah.

"Ohh, kalau gitu saya mau dua ya Pak. Mau yang bentuk ayam sama endot bayi."

"Oke, siap Mas!"

Kedua lelaki itu pun menunggu dengan sabar. Tentu saja Edgar kembali memperhatikan bagaimana lelaki tua itu membentuk lelehan gula berwarna-warni tersebut dengan takjub, sedangkan Rajendra ikut memperhatikan pembuatan permen tersebut sembari mencuri pandang sesekali pada Edgar. Siapa suruh ekspresi takjub yang lucu tanpa dibuat-buat itu begitu mencuri perhatiannya.

Kedua permen berbeda bentuk itu selesai dibuat dalam waktu singkat, Rajendra segera membayar kedua permen tersebut dengan uang dari sakunya lalu mengucapkan terima kasih pada sang penjual. Ia langsung mengulurkan sebuah permen gulali berbentuk endot bayi pada Edgar namun lelaki pucat itu mengulas sedikit rengutan diwajahnya.

Le favori d'Edgar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang