dix.

4.5K 574 27
                                    

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
Kedatangan pria paruh baya yang bernama Maximillan di apartment milik Edgar merupakan sebuah kejadian langka bagi si pemilik apartment itu. Pasalnya Maximillan bukanlah pria yang mau repot-repot menyisihkan waktunya untuk mengunjungi tempat tinggal sang putra walaupun ia memiliki waktu senggang, jika ada yang mendesak pun ia akan memilih untuk memerintah putranya untuk pulang dan berbicara dengannya dirumah. Namun kali ini berbeda, pria berwajah Eropa dengan netra yang berwarna biru indah itu sudah duduk dengan tenang di sofa ruang tamu itu.

Dengan kondisi yang belum sehat sepenuhnya plus keberadaan Rajendra dikamarnya membuat Edgar ingin mengusir ayahnya cepat-cepat dari sini. Bukan apa-apa, tetapi Edgar tidak ingin Rajendra mendengar keributan yang biasanya akan terjadi diantara ia dan ayahnya.

"Jadi, ada apa?" tanya Edgar membuka keheningan, membuat Maximillan yang tadinya sedang memperhatikan tiap sudut apartment putranya itu mengalihkan perhatiannya pada Edgar.

"Kau pasti tahu maksud kedatangan ku kemari, son." jawab Max dengan tenang.

"Masalah perjodohan? Ku rasa tidak ada yang bisa aku jelaskan lagi, lebih baik anda pulang sekarang."

Rajendra yang sedari tadi menguping pembicaraan antara ayah dan anak itu langsung terkesiap, baru kali ini ia mendengar usiran secara langsung dari anak pada ayahnya sendiri. Terdengar kurang sopan tetapi kalau Rajendra berada diposisi Edgar ia pasti akan melakukan hal ini juga walaupun kemungkinannya hanya beberapa persen.

"Kau sedang menghindari ku, huh? Sekarang sebutkan alasanmu perihal pembatalan perjodohan kali ini." desak Max sembari menatap tajam ke arah putranya.

Edgar pun kembali mengurut pelipisnya yang terasa berdenyut nyeri itu, "Dengar dad, aku sudah berumur dua puluh tujuh tahun ini. Aku berhak untuk memilih dan memutuskan sesuatu, termasuk siapa yang akan ku nikahi nanti. Lebih baik kau bersantai saja dirumah, kalau sudah waktunya untuk menikah aku pasti akan segera menikah."

"Aku tidak bisa membiarkanmu memilih calonmu sendiri, Ed. Dad tahu tipe kekasihmu itu seperti apa, dan tiap pilihanmu itu pasti tidak cukup sepadan dengan kita."

"Sepadan, sepadan, sepadan! Hanya itu yang Dad pikirkan! Memangnya istri Dad yang sekarang ini sudah cukup sepadan dengan kita, huh? Wanita penggoda itu sudah cukup sepadan dengan kita?!"

"Edgar!!"

Bentakan itu menggema memenuhi apartment berinterior suram ini. Rajendra sendiri hanya menggigit bibir bawahnya ragu, apakah ia harus keluar dari sini dan membantu Edgar? Ah tetapi ia tidak ingin gegabah, ia takut aksinya itu akan membuat keadaan antara ayah dan anak itu makin keruh.

"Apa? Aku benar kan? Sebenarnya apa yang Dad lihat dari Elena? Apa yang dia gunakan untuk menggoda mu kembali, Dad?" ucap Edgar sembari menatap dingin sekaligus melemparkan senyuman remeh pada ayahnya.

"Edgar, kau-"

"Kecelakaan Mom.. itu karena Elena kan? Wanita itu kan yang membuat ibu ku celaka?! Setelah Mom meninggal dia mendatangi mu dan mencoba menggoda mu lagi kan?"

Kini Maximillan lah yang terdiam, ia tidak tahu kalau sang putra sudah mengetahui kebenarannya, "Kau salah paham Edgar! Kecelakaan hari itu tidak disengaja." elak Max.

Sudah berapa lama Edgar menyimpan hal ini sendirian? Maximillan sadar kalau Edgar sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang mempunyai banyak koneksi dan bisa melakukan apa saja untuk mencari tahu tentang semua hal yang ingin ia ketahui, tetapi ia tidak bisa membiarkan putranya itu terus salah paham mengenai hal sensitif ini.

"Pergilah, aku lelah. Taking care of your company is tiring enough for me, it's fucking tiring." ucap Edgar lirih membuat Max merasa bersalah diam-diam.

Le favori d'Edgar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang