onze.

6.9K 632 42
                                    

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
Kira-kira sudah tujuh hari Rajendra tidak melihat sosok Edgar disekitarnya. Ia tidak tahu apakah laki-laki itu sudah pulih dari sakitnya atau belum, yang jelas saat ini ia masih belum mendapatkan penjelasan apa-apa perihal kantor barunya itu karena ia langsung pulang ke rumah setelah ia membiarkan Edgar kembali terlelap waktu itu.

Hari ini Rajendra memilih untuk pergi berkeliling kota Dinan sebelum ia kembali bekerja besok. Untuk masalah kantor sepertinya ia akan memakai kantor yang diberikan oleh Edgar terlebih dulu selagi ia menunggu perbaikan kantor lamanya. Sangat tidak mungkin jika ia memakai kantor baru itu begitu saja, ia tidak mau dianggap macam-macam oleh orang-orang disekitar Edgar apalagi kalau sampai ada yang mengatainya salah satu koleksi pria murahan milik Edgar.

"Hey." sapa sesosok lelaki bersetelan jas rapih yang baru saja menghampirinya.

Rajendra tentu saja tertegun ketika melihat kedatangan sosok yang baru ia pikirkan barusan, iya, kini Edgar sudah berada dihadapannya dengan kondisi yang sudah terlihat lebih segar dari yang terakhir ia lihat. Lelaki itu tampak sempurna dengan setelan kantornya yang berwarna navy gelap, jam bermerk yang melingkar dipergelangan tangan kiri, serta sepatu pantofel yang mengkilat.

"Sedang berkeliling?" tanya Edgar sembari melepas kacamata hitam mahalnya.

Rajendra menganggukkan kepalanya singkat, "Ya seperti yang kau lihat. Sudah sembuh?"

"Ya, seperti yang kau lihat." balas Edgar dengan perkataan yang sama membuat Rajendra melemparkan lirikan sinis main-main ke arahnya.

Setelahnya kedua pria dewasa itu berjalan beriringan ditrotoar jalan yang terlihat lumayan lengang, Rajendra sibuk memanjakan matanya dengan pemandangan yang ada sedangkan Edgar sibuk berdiam diri dan berjalan mengikuti langkah lelaki manis disampingnya ini.

"Ada yang ingin ku tanyakan tentang suatu hal." ucap Rajendra sembari menengok sekilas ke sampingnya.

Edgar pun menggerakkan tangan kanannya seolah mempersilahkan Rajendra untuk bertanya padanya.

"Untuk gedung kantor itu, kau tidak serius memberikannya padaku secara cuma-cuma kan?"

Setelahnya sebuah dengusan pun terdengar dari Edgar, "Ku kira kau sudah membaca isi surat kontrak yang Sam berikan padamu, Jen."

Langkah dari kaki jenjang Rajendra berhenti saat itu juga hingga membuat Edgar ikut menghentikan langkahnya, lelaki bermata biru itu membiarkan Rajendra berdiri menghadap kearahnya sembari melipat kedua tangan didepan dada. Oh, Edgar tidak tahu kira-kira berapa pesona yang dimiliki oleh Rajendra. Kenapa tiap ia menatapnya, ia selalu saja terpesona dengan segala tingkah dan ekspresi yang keluar dari tubuh lelaki manis itu.

"Ya aku sudah melihatnya, tapi serius, Ed? Kau membeli dan memakai namaku atas kepemilikan gedung itu?" tanya Rajendra tak percaya.

"Aku hanya ingin membantumu." balas Edgar dengan santai.

"Membantu? Itu terlalu berlebihan Edgar. Sebelumnya kau sudah membantuku dengan memasukkan ku ke ruangan VVIP di rumah sakit serta membayar seluruh tagihannya, dan sekarang gedung perkantoran? Kita bahkan bukan siapa-siapa Ed, aku bukan keluarga, teman, atau sahabat hingga aku bisa mendapatkan bantuan sebesar ini."

"Kalau begitu jadilah keluarga, teman, dan sahabat untuk ku. Kalau perlu jadilah pasangan hidupku."

Hening. Rajendra membelalakkan matanya tak percaya sebagai respon dari ucapan Edgar yang terlampau santai itu. Apakah ia baru saja dilamar secara tidak langsung? Sungguh ia tak paham dengan jalan pikiran lelaki pucat itu, apakah menurutnya sebuah pernikahan itu adalah hal yang enteng dan mudah? Kenapa Edgar terus berlagak seperti kalau pernikahan bukanlah hal yang serius.

Le favori d'Edgar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang