ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
"Iya Maa, oke nanti aku sampein salamnya buat Caraka. Hu'um, dadah!"Klik.
Sambungan telepon itu pun terputus, Rajendra juga kembali menghembuskan nafasnya berat. Baru minggu kemarin ia kembali dari Indonesia namun ia sudah merindukan keluarganya disana, harusnya ia merencanakan liburan yang lebih lama mengingat ia itu jarang sekali pulang ke rumah.
"Tuan, sudah hampir jam makan siang. Ingin saya pesankan sesuatu?" tanya seorang wanita cantik yang mengisi posisi sebagai sekretarisnya itu.
"Eumm.. sepertinya tidak, Grace. Aku akan keluar sendiri untuk mencari makan siang, kau pergilah makan siang bersama yang lain." jawab Rajendra dari kursi miliknya.
Grace pun mengangguk paham lalu berpamitan pada bosnya itu sebelum akhirnya ia berjalan keluar dari ruangan tersebut. Rajendra memang sudah berencana untuk mencari makan siangnya sendiri sembari berjalan sebentar karena ia sudah berjam-jam duduk dikursinya ini untuk mengurus berkas para client-nya hingga membuat kakinya itu sedikit terasa kaku.
Berita terkini datang dari kantor kepolisian Dinan, kepala kepolisian memberikan himbauan pada masyarakat Dinan untuk selalu waspada dan berjaga-jaga dari serangan mendadak seorang penjahat bersenjata yang baru saja dilaporkan kabur dari sel tahanan. Masyarakat diharapkan untuk langsung menelpon ke kepolisian Dinan apabila—
"Wow.. bahkan sekarang ada penjahat bersenjata yang berkeliaran di kota kecil ini? Yah.. mari berdoa semoga penjahat itu hanya melewati toko ku ini ketika dia melintas dan tidak berbuat macam-macam." gumam Rajendra dengan mata bulat yang tidak berpaling dari layar televisi.
"Ah, sudah jam dua belas lewat sepuluh. Sebaiknya aku segera pergi mencari makan." sambungnya lalu membereskan berkas-berkasnya diatas meja, ia juga meraih ponsel dan dompetnya lalu memasukkannya ke dalam saku celana.
Rajendra melangkah dengan ringan menuruni tangga, ia hanya mendapati suasana yang sepi ketika melihat ke sekeliling tokonya. Menandakan kalau para pegawainya sudah pergi untuk makan siang.
Klingg!
Lonceng dari pintu masuk tokonya pun berbunyi membuat langkah Rajendra memelan di anak tangga yang paling terakhir.
"Maaf Tuan, toko kami sudah memasuki jam makan siang. Anda bisa kembali setelah jam makan siang berakhir." ucap Rajendra ramah, namun ia tidak mendapatkan pergerakan dari lelaki bertubuh tegap itu.
Lelaki dengan pakaian serba hitam dengan tudung hoodie yang menutupi kepalanya itu membuat Rajendra sedikit merinding, apalagi lelaki itu sama sekali tidak bergerak dari pintu masuk tokonya itu. Dengan langkah ragu Rajendra berusaha mendekati lelaki itu walaupun ada rasa takut dalam hatinya.
"T-Tuan?"
Tidak ada sahutan lagi, lelaki itu bahkan masih menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke kedua saku mantelnya.
"T-Tuan maaf—"
Dorr! Dor! Dorrr!
Suara tembakan itu melantun begitu keras setelah lelaki tersebut mengeluarkan tangan kanannya dan menarik pelatuk dari hand gun-nya, untung saja Rajendra langsung berjongkok sembari menutup kedua telinganya hingga ia bisa menghindari peluru-peluru itu. Gemetar ditubuh tidak bisa Rajendra elak, mendengar suara tembakan beruntun yang mengenai perabot dan dinding tokonya serta suara teriakan orang-orang diluar toko membuatnya sangat lemas.
Ia hanya bisa berdoa pada Tuhan semoga setelah ini ia masih bisa diberikan keselamatan, ia juga meneriakkan kata tolong berkali-kali dalam hatinya tetapi ia tahu kalau tidak akan ada yang mendengarnya. Suara tembakan itu berhenti, tetapi suara langkah dari sepasang sepatu boots yang lelaki itu pakai membuat Rajendra semakin resah. Lelaki itu mendekatinya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Le favori d'Edgar.
FanfictionAdiatma Rajendra Madani si kesayangan Edgar Emilliano Adijaya. • boys love. • lee jeno x na jaemin.