ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
Menikah? Tentu hal itu tidak pernah terpikirkan oleh Edgar dari awal ia mengalami masa puber hingga saat ini. Walaupun sebenarnya umurnya sendiri sudah terbilang cukup matang untuk menikah dan membangun sebuah rumah tangga tetapi entah kenapa ia hampir tidak pernah memikirkan soal itu.Ia sendiri bukanlah orang yang suka menjalin sebuah hubungan secara serius. Yang ia lakukan hanyalah menyentuh para wanita dan lelaki yang menginginkannya itu tanpa memikirkan status kedepannya, padahal kebanyakan dari mereka menaruh harapan lebih padanya.
Sebenarnya ada alasan lain kenapa ia tidak pernah memikirkan soal pernikahan, salah satunya adalah ia merasa tidak cocok untuk menyandang status kepala rumah tangga. Walaupun ia adalah seseorang yang bijaksana di perusahaannya sendiri, namun jika menyangkut soal rumah tangga ia langsung mengalami krisis percaya diri.
Namun sore itu, minggu lalu, disaat ia sedang jatuh sakit, Edward (sepupunya) tiba-tiba datang berkunjung ke apartment-nya dan memberikan sebuah kalimat mengejutkan yang terus menempel dengan lekat diotak Edgar.
"Kau lebih baik segera menikah Ed, tidak baik menyia-nyiakan lelaki manis sepertinya." ucap Edward setelah ia tidak sengaja berpapasan dengan Rajendra di lift sebelumnya. Padahal ia tidak tahu kalau laki-laki manis yang ia temui di lift barusan adalah sosok yang dibicarakan oleh Edgar terakhir kali, namun ia selalu beranggapan kalau firasatnya itu tidak pernah salah.
"Maksudmu?" tanya Edgar tak mengerti, ah sepertinya disaat sakit seperti ini kemampuan berpikirnya jadi sedikit tersendat.
"Lelaki yang berpapasan dengan ku barusan, lelaki tampan yang mempunyai garis wajah yang lembut itu lelaki yang kau maksud waktu itu kan? Ia juga baru turun dari lantai ini, dan di lantai ini hanya kau yang menempati." cerocos Edward dengan sebuah seringaian kecil dibibirnya.
Seketika Edgar terdiam, ia menimbang-nimbang jawaban yang akan ia lontarkan pada Edward, "Y-Ya itu dia."
Edward pun mengangguk puas, "Lalu tunggu apa lagi? Kau tertarik padanya, bersikap baik padanya, bahkan kau sudah melakukan banyak hal untuknya. Bukankah semua itu sudah menunjukkan apa yang harus kau lakukan selanjutnya?"
"Aku tidak bisa seenaknya membuat keputusan, Edward. Aku harus benar-benar yakin, siapa yang tahu kalau ternyata rasa tertarik itu hanya sementara, aku tidak mau memperumit segalanya." ucap Edgar dengan tegas.
"Well, I'm not sure about that. Siapa yang tahu kalau kau sudah benar-benar tertarik dan jatuh hati pada lelaki itu, kan? Aku sangat ragu kalau kau hanya menganggapnya sebagai 'mainan'. Kau terus mengunjunginya, mengajaknya berbicara, memberikannya good treatments, melayangkan berbagai godaan, bersikap tenang saat dia mengumpatimu, membelikannya sebuah gedung, dan.. kau bahkan sampai rela mengotori tanganmu untuk melenyapkan seorang narapidana yang mengancam nyawanya."
Setelahnya Edward menyeringai puas ketika melihat respon Edgar terhadap ucapannya, lelaki pucat itu meremat tangannya sendiri ketika Edward sempat menjuluki Rajendra sebagai mainannya.
"Dia bukan mainan, Edward. Dia sangat berharga, jangan memanggilnya seperti itu" sangkal Edgar dengan nada tak terima.
"Oh oh, kau tertangkap sekarang! Ah tak ku sangka ternyata adik kecil ku ini cukup bodoh untuk soal percintaan." ucap Edward sembari berdecak prihatin.
Edgar pun merotasikan matanya malas, "Ya ya ya, ucapkan saja itu pada dirimu sendiri. Kondisimu sendiri bahkan tidak jauh dari kondisi ku, sudah berapa kali kau putus nyambung dengan Bianca huh? Padahal kalian sudah mau menikah."
Sedetik kemudian sebuah bantal sofa melayang tepat pada wajah Edgar, "Jangan bawa-bawa hubungan ku dengan Bianca, kami baik-baik saja tahu! Dan tolong dengarkan aku kali ini Ed, kau harus memikirkan ucapan ku barusan dengan serius. Kalau kau sudah yakin, kejar dia dan buat dia luluh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Le favori d'Edgar.
FanfictionAdiatma Rajendra Madani si kesayangan Edgar Emilliano Adijaya. • boys love. • lee jeno x na jaemin.