Sakura

6 4 0
                                    

Aku benar-benar lupa jika hari ini tidak membawa kendaraan sendiri. Motorku masih ada di tempat teman Kak Yudha. Pagi-pagi sekali, bahkan saat matahari belum terbit, aku diantar oleh pamanku hingga ke kantor. Sebenarnya keluargaku sudah memintaku untuk izin tidak masuk, namun aku bersikeras tidak mau melakukannya.

Sekarang aku sedang berkutat dengan ponselku untuk memesan ojek online. Akan tetapi sinyal sedang tidak memihakku kali ini. Beberapa kali aku mencoba masuk ke aplikasi dan masih saja gagal. Aku pun lupa bertanya kepada Kak Yudha tentang motorku. Pasti sekarang dia sudah pulang.

Sudah setengah jam lebih aku berdiri di depan kantor. Kak Sena dan Adoy sudah pulang sejak jam kerja berakhir 2 jam yang lalu. Mereka sempat menawariku tumpangan namun aku menolaknya. Sekarang aku sedikit menyesal karena telah menolak bantuan mereka.

Sebenarnya suasana kantor masih cukup ramai karena banyak orang yang sedang lembur. Kudengar akan ada acara yang cukup besar bulan ini. Semacam acara penghargaan karyawan yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Jadi wajar saja jika banyak yang bekerja lebih keras dari biasanya.

Aku akhirnya memutuskan untuk kembali masuk ke kantor setelah kulihat baterai ponselku hanya tersisa 5%. Sebentar lagi ia akan mati jika tidak segera kuisi ulang dayanya. Aku pun berjalan menuju ke ruanganku yang berada di ujung lantai dua.

Saat kuinjakkan kaki di anak tangga terakhir, suasana sepi begitu terasa. Berbeda dengan lantai satu yang masih banyak orang. Di sini hanya tampak beberapa orang yang berjalan hendak menuruni anak tangga. Kusapa ramah beberapa orang yang berpapasan denganku hingga akhirnya aku sampai di depan pintu ruangan yang kutuju.

Namun saat hendak memutar knop pintu, telingaku menangkap sebuah suara yang sayup-sayup berasal dari dalam ruangan ini. Suaranya lirih dan begitu lembut hingga membuat bulu kudukku meremang. Ada sedikit rasa takut karena saat kuedarkan pandangan ke sekitar, tidak ada orang lain lagi.

Tapi, mau tidak mau aku tetap harus masuk. Jika tidak begitu, bagaimana caraku pulang? Akhirnya dengan segenap keberanian, kuputar knop pintu yang sedari tadi telah kugenggam. Perlahan kudorong benda kecil itu ke dalam. Pelan sekali hingga tak menimbulkan suara sedikit pun. Namun, hal yang sungguh di luar dugaan tampak begitu jelas setelah pintu berhasil kubuka.

Khotosi mo haru ga kite

Kono Sakura no ki no shita de

Kimi no koto wo omoidasu

Mujaki ni hashagu sugata

Zutto soba ni iru tsumori de
Boku wa waraikateta
Konna hi ga kurunante
Omottenakatta

Aku mematung dengan tangan kiri yang masih memegang knop pintu. Tubuhku seolah membatu menyaksikan apa yang ada di hadapanku saat ini. Ekspresiku beku. Mataku bahkan tak berkedip selama beberapa detik. Namun sejurus kemudian, cairan bening terasa hangat mengalir di kedua pipiku.

Sakura no youni kirei na hito
Nidoto wasurerarenai hito
Kono kimochi wa kawaranai
Kimi wa eien no koibito

Tampak seseorang sedang duduk di atas kursi kerjanya. Meski tidak dapat melihat wajahnya, tentu saja aku tetap mengenali punggung yang selama beberapa hari ini membelakangiku. Seseorang yang mejanya berada di seberang mejaku. Posisinya kini menghadap ke tembok sehingga dia tidak bisa melihatku berdiri terpaku memandangnya.

Arigatou to ierunara
Nandomo tsutaetaikedo
Tsunagatteita te to te mou
Sawarenai maboroshi

Otona ni natteku koto hodo
Kowai koto wa naine
Nakitai toki ni nakenaiyo
Konnani sukinanoni

Belum selesai rasa takjubku dengan senyumnya kemarin, kini aku kembali dikejutkan dengan suaranya yang begitu merdu. Tak pernah kusangka bahwa seseorang dengan wajah segarang itu ternyata memiliki suara sebegitu lembutnya. Lagu yang baru saja ia nyanyikan itu, tentu saja aku tahu. Beberapa tahun yang lalu, ayahku menyanyikannya untuk ibu sebagai perayaan anniversary pernikahan mereka.

Record of LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang