H A P P Y R E A D I N G
••••
Berpura-pura kuat di depan semua orang seru yah?Tapi disisi lain sangat menyakitkan. Harus berpura-pura kuat padahal sedang menahan rasa sakit, kita harus berusaha tersenyum padahal tidak ingin tersenyum, kita tidak boleh menangis dan harus berusaha kuat seakan hidup kita adalah hidup yang mulus layaknya realita orang-orang.
Pasti capek yah? harus menggunakan topeng agar terlihat bahagia.
Sama halnya dengan apa yang sedang Yuna rasakan.
Setelah berbulan-bulan lamanya tidak bertemu Risha-Ibunya, akhirnya malam ini wanita yang paling ia rindukan nyata dalam pandangannya.Suasana meja makan malam itu cukup hening, membuat sesuatu dalam hati Yuna semakin bergemuruh. Sejak tadi dia menunggu kalimat keluar dari mulut mamanya tapi Risha terus fokus pada ipad dihadapannya.
Wajah Yuna berubah murung, matanya beralih pada makanan di depan dengan tangan memotong-motong asal. Nafsu makannya tiba-tiba hilang.
Sadar dengan perubahan ekpresi sang adik, Yuda berdehem berusaha mencairkan suasana "Tadi di sekolah Gimana Yun? Kamu bilang bentar lagi ikut olimpiade kan,"
Yuna mendongak, tersenyum miris menatap abangnya "Iyah. Masih bimbingan bang " Jawabnya sesekali mencuri pandang dari mamanya.
"Bagus dong kamu ikut lagi. Dari kecil kamu memang udah unggul di Matematika" Risha yang sedari tadi diam kini ikut menanggapi tapi fokusnya masih pada ipad, dan kerjaaanya.
Yuna bisa memastikan ini adalah kalimat kedua yang mamanya ucapkan setelah beberapa jam ada di rumah.
Cewek itu tersenyum tipis, miris rasanya bahkan pelajaran favorit nya saja mamanya tidak ingat "Aku ikut olim Fisika ma!" Seru Yuna memberitahu, tapi berisi penekanan dalam setiap kalimatnya.
"Oh? Fisika yah! Mama kira kamu ngambil Matematika. Berarti kamu jurusan IPA yun? Bukannya dulu kamu pengen jadi Jaksa yah? mama pikir kamu jadi ngambil IPS sama kaya Yuni" Ucap Mama Risha sedikit terkejut.
Yuna tertawa hambar, hatinya semakin sakit mendengar itu. Mamanya baru tau dia di jurusan IPA padahal sudah hampir dua tahun dia dibangku SMA.
"Aku dari kecil pengen jadi dokter ma, itu ka Yuni yang pengen jadi Jaksa" Jawab Yuna dengan nada senduh. Risha hanya mengangguk-angguk kan kepalanya lalu kembali fokus dengan ipadnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Yuda tersenyum pahit, sesibuk apa mamanya ini sampai lupa semua kebiasaan Yuna. "Yun itu makanannya dihabisin dulu, katanya habis ini kamu mau bahas soal-soal kan?" Sambar Yuda mengalihkan pembicaraan.
Yuna tidak berselera lagi untuk makan, cewek itu lalu berdiri ingin meninggalkan ruang makan "Aku udah kenyang! Aku ke atas dulu"
Belum sempat Yuda ingin mencegah, Yuna sudah berjalan cepat menaiki anak tangga. Yuda menatap punggung kecil adiknya yang menjauh dengan mata yang melambangkan kesedihan, ia gagal menjadi kakak bagi adiknya, ia gagal menepati amanah papanya untuk tidak membiarkan adik kecilnya menangis.
Kesal, sedih sekaligus marah. Perasaannya kini bercampur aduk. Yuna tidak bisa berdiam diri lebih lama lagi disana, dia benci berpura-pura.
Kata yang sedari tadi dia tunggu tak kunjung Mamanya ucapkan.
Tidak bisa kah Mamanya menanyakan kabarnya walau hanya sebagai formalitas?. Setelah ditinggalkan berbulan-bulan tanpa pamit dan kabar bahkan balasan pesannya saja tidak dibalas, kenapa hanya bisa memberi luka?Dia tau mama bekerja keras untuk semua fasilitas yang dia gunakan sekarang. Tapi, lebih dari uang atau apa pun itu Yuna lebih menggharapkan kehadiran Mama. Tidak lebih, hanya ingin mamanya ada saat dia bangun dan pulang sekolah. Rindu, bahkan sangat rindu merasakan masakan buatan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will You Be There??
Teen FictionMenemukan kembali alasan untuk hidup. Ini bukan tentang menyalahkan takdir. Ini tentang cara kita menyembuhkan luka. Cover by Pinterest