Aku membelalakkan mata tak percaya. Ada seorang perempuan yang sedang terbaring di teras rumahku!
Aku buru-buru mendekat, menoleh ke kiri-kanan untuk mengawasi keadaan karena takut dia seorang teroris atau semacamnya.
Gaya busana yang ia kenakan terlihat asing. Aku tidak pernah melihat pakaian seperti itu di distrik Bunga Merekah ini.
Orang gila baru? Tanyaku dalam hati.
Posisi tidurnya yang miring, membuat sebagian rambut turun, dan menutupi wajahnya. Aku menyingkap helaian rambut itu agar wajahnya terlihat jelas.“Eira!” Aku terjungkal ke belakang.
Tidak! Tidak mungkin! Eira sudah tiada. Kenapa wajah mereka begitu serupa?!
“Hei ... Nona, siapapun kau, bangunlah.” Aku mengguncang pelan badannya.
Tidak ada respon. Aku mengguncang badannya kedua kali. Tetap tidak bangun.
“Apa kau mati?” tanyaku sambil menepuk-nepuk pipinya.
Tidak, belum mati. Tubuhnya masih hangat dan nafasnya masih normal.
Dalam malam yang selarut ini, tidak mungkin aku akan membawanya ke pusat keamanan dan melaporkannya. Itu merepotkan. Akhirnya aku memutuskan untuk membawanya masuk ke rumah.
“Tuan Zav, siapa dia?” Hanabi terburu-buru mendatangiku dan membantu mengangkat tubuh wanita ini. Hanabi memang pelayan yang baik, dia bekerja di sini sudah semenjak setahun lalu menggantikan pelayan lama yang sudah meninggal.
“Tidak tahu. Ayo cepat bawa ke kamar atas.” Perintahku.
“Tapi kamar di atas milik–“
“Tidak masalah.” Aku memotong bicaranya.
_______________________________________________
Cahaya mentari menyingsing dari timur, dibalik perbukitan Andaras di distrik Lembah Hijau. Aku bergegas membersihkan diri dan sarapan pagi. Hari ini ada rapat khusus untuk para prajurit di kota Zhamaras.
“Buru-buru sekali, Zav.” Ucap ibu yang tengah memperbaiki riasan wajahnya.
“Ini hari penting. Kapten akan menghukum ku jika aku telat barang sedetik.” Aku kemudian memasang mesin manuver dan mengencangkan sabuknya.
“Bagaimana dengan wanita semalam?” tanya ayah yang baru keluar dari kamar. Aku menceritakan tentang kehadiran perempuan misterius itu setelah puas memandangi wajahnya yang mirip mendiang adikku.
“Tidak tahu, aku sudah coba membangunkannya beberapa kali tetapi tidak berhasil. Ayah mungkin harus melaporkan pada pasukan keamanan.” Jawabku lugas.
“Biar nanti saya yang mengurus.” Ujar Hanabi sembari mengangkut piring-piring kotor di meja menuju tempat cuci.
“Terimakasih Hanabi, kau selalu bisa diandalkan.” Ujar ibu.
“Karena tugas berada di wilayah dalam yang sangat jauh dari rumah, kemungkinan aku tidak akan pulang selama beberapa hari.” Jelasku.
“Iya, kami paham. Setidaknya jaga dirimu baik-baik. Buatlah relasi yang erat dengan sesama prajurit agar bisa saling melindungi.”
Aku mengangguk singkat setelah mendengar nasihat ibu. Nasihat yang membosankan.
Langkahku menuju kandang kuda di samping rumah terhenti saat si bungsu Anila muncul di depanku.
“Pedang kakak.” Anila sedikit kepayahan mengangkat benda tajam itu.
Dasar aku! Sangking gugupnya, aku sampai melupakan benda wajib bagi pasukan manapun. Senjata.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESKAPISME (Slow Update)
FantasyPada akhirnya, sejauh manapun kau berlari, sepandai apapun kau bersembunyi, atau bahkan di dunia manapun yang ingin kau masuki, kau akan menemui konflik-konflik yang mesti kau hadapi. Kematian, penghianatan, kegagalan, kebencian dan seluruh rasa sak...