Aku memijit pelipis yang berdenyut tak karuan setelah kericuhan di gedung rapat. Kini aku memilih menyendiri bersama kuda kesayanganku di bawah pohon akasia yang cukup besar, letaknya hanya terpaut 50 meter dari gedung.
Benar-benar buruk. Semuanya berjalan kacau. Bayangkan saja, panglima Hans–orang kepercayaan raja, mengusulkan untuk membubarkan pasukan pemburu. Tentu ini menyulut emosi Arima–kapten dari pasukan pemburu.
Tentu ini ide buruk. Baru genap satu bulan tidak ada penyerangan, orang itu sudah merasa merdeka dan bebas. Mengira keadaan sudah kondusif dan memungkinkan manusia untuk keluar dari tembok Draken. Kalau semua tugas menyerang Fintan dan melindungi rakyat dilimpahkan pada anggota Pasukan Pelindung, tentu kami akan kalap.
Adu mulut pun tak dapat di hindari antara Pasukan Pemburu dan Pasukan Militer Kerajaan. Aku dan anggota Pasukan Pelindung lainnya yang mengerti betul bahayanya serangan Fintan, turut mendukung Pasukan Pemburu.
Namun sayang, para Pasukan Militer Kerajaan itu selalu di dukung oleh para bangsawan konglomerat yang berhubungan dekat dengan sang raja saat ini–Raja Sharraz.
“Aku lebih suka raja yang dulu, Raja Aderman. Dia sosok yang sangat peduli dan membela rakyat kelas bawah. Raja yang sekarang terlalu materialistis.”
Aku jadi teringat ucapan Helvin sewaktu rapat berlangsung. Ia benar. Andai sakit Raja Aderman dapat diobati dengan lebih cepat, ia pasti masih memimpin kerajaan saat ini. Namun sebagai manusia, ada kalanya kita harus pasrah terhadap kehendak Tuhan.
Perdebatan kami tak berarti apa-apa. Seberapa kuat pun argumen yang kami lontarkan, tidak akan mengetuk hati raja. Kecuali mereka yang ber-uang.
Akhirnya Pasukan Pemburu resmi di bubarkan. Mereka mencopot jaket beserta lencana bergambar kepala serigala, senjata, dan mesin manuver di depan raja Sharraz. Hilang sudah pekerjaan mereka.
Jika ku tarik benang merah atas keputusan sang Raja atas membubarkan Pasukan Pemburu, maka kesimpulan yang aku buat tak lain adalah ‘untuk memperkaya dirinya sendiri'. Dengan berhentinya para prajurit, otomatis uang pajak masyarakat akan tetap mengalir tanpa potongan untuk gaji dan biaya operasional Pasukan Pemburu.
Raja sialan! Ia bahkan tidak peduli dengan penduduk di balik tembok Draken. Padahal jika Fintan suatu saat kembali menyerang, yang terkena dampak pertama adalah para manusia di distrik-distrik tersebut.
“Zavian! Ayo pulang!” teriak senior Leon yang sudah berada di atas kudanya. Helvin, kapten Arima, dan yang lainnya juga sudah bersiap melakukan perjalanan pulang.
“Baik!” aku segera bangkit dan menyusul mereka.
“Kalian sepertinya sangat kelelahan, di distrik miskin kalian pasti sangat sukar menemukan tempat tinggal nyaman. Istirahatlah sejenak. Akan aku minta kan diskon untuk setiap kamar.” Cibir seorang lelaki berambut pirang. Ia salah satu anggota Pasukan Militer Kerajaan.
“Kurang ajar kau!” Kapten Arima turun dari kudanya dan mencengkeram erat kerah baju lelaki itu.
“Uuh, kasarnya kapten ku.” Ekspresi mengejek tak lepas dari wajahnya.
“Cukup Arima. Jangan hiraukan dia.” Kapten Zigar–kapten Pasukan Pelindung–mencoba melerai mereka.
Ucapan sumpah serapah lolos begitu saja dari mulut kapten Arima beserta umpatan super-kasar setelahnya, membuat pria berambut pirang merasa puas karena telah merendahkan harga diri sang kapten.
Kapten Arima benar-benar sedang dikendalikan oleh amarahnya, aku tak pernah melihat kapten yang menginjak usia 35 itu berbicara sangat kasar sebelumnya.
_______________________________________________
Sinar dari obor api menjadi penerang perjalanan pulang kami menuju distik masing-masing. Beberapa kali kami harus beristirahat karena punggung yang terasa pegal. Selain itu, perut kami juga perlu asupan makanan.
“Oh iya Zav, sebelumnya kau bicara jika perempuan di rumahmu berasal dari dunia lain. Apa maksudnya?” tanya senior Leon memecah keheningan.
Saat ini kami sedang beristirahat di pos keamanan tembok Lumpu, dan menyantap makanan sederhana yang dibeli di sini.
“Selain penampilannya yang aneh, ia juga menggunakan benda hitam di tangannya.” Jelasku.
“Aneh seperti apa?” mulut yang tersumpal buah apel itu dipaksa untuk bertanya oleh Kapten Zigar.
“Bentuknya bulat dan semacam ada rantai yang untuk mengaitkan kedua sisi di pergelangan tangan. Dalam bulatan itu ada angka yang berkedip-kedip dan simbol-simbol aneh yang tidak aku pahami. Anehnya lagi, dia sangat mirip dengan Eira.”
“Apa dia tidak berbahaya?” bisik senior Leon padaku.
“Tidak tahu.” Ucapku penuh keputusasaan.
_______________________________________________
Aku tiba di rumah pagi-pagi sekali. Belum ada yang terjaga dari tidurnya kecuali wanita itu, Hanabi. Ia bergegas menghangatkan air dan menyuruhku mandi.
“Bagaimana laporannya?” tanyaku seusai membersihkan diri.
“Tidak ada warga mengaku kehilangan keluarganya, petugas keamanan masih belum bisa memastikan dari mana asalnya kecuali kita tanyakan langsung pada orangnya. Namun hingga kini, ia belum bangun.” Jelas Hanabi.
“Aku kagum ada manusia yang bertahan tanpa makan dan minum selama tiga hari.”
Aku akhirnya beranjak pergi ke kamar untuk merebahkan diri. Lelah sekali rasanya.
Tanpa disadari, semburat jingga mentari sudah muncul di kaki langit. Rasanya, baru sebentar sekali aku memejamkan mata, sekarang harus bangun dan menjalani hari-hari sulit kembali.
Setelah berdiam beberapa saat, aku jadi teringat sesuatu. Semasa hidup Eira, dia gemar sekali menulis buku harian. Apakah benar ada hal yang disembunyikan olehnya seperti yang dikatakan Helvin? Sudah lama sekali aku tidak menyambangi kamar di lantai atas itu. Alasannya sudah jelas, aku tak ingin dihantui rasa bersalah karena kematian Eira. Aku juga melarang Hanabi membersihkan kamar itu.
Aku kali ini akan memberanikan diri dan mengecek di kamarnya, sekaligus melihat kondisi wanita itu.
Aku terkejut. Dia ternyata sudah membuka matanya. Badannya masih menggeliat sedang mengumpulkan nyawa.
Mata hitamku bertemu manik kecoklatannya, dia memasang ekspresi terkejut.
“Sudah bangun?”
KAMU SEDANG MEMBACA
ESKAPISME (Slow Update)
FantasyPada akhirnya, sejauh manapun kau berlari, sepandai apapun kau bersembunyi, atau bahkan di dunia manapun yang ingin kau masuki, kau akan menemui konflik-konflik yang mesti kau hadapi. Kematian, penghianatan, kegagalan, kebencian dan seluruh rasa sak...