“Harusnya lo ikut senang. Dengan kita diajar guru PPL selama satu semester ini, itu artinya kita nggak akan ketemu Pak Kunco lagi.”
Ayla menyadarkan suatu hal yang patut Isya syukuri sebagai seseorang yang phobia pada Pak Kunco.
Isya yang sedang memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di depannya sontak memusatkan perhatian sepenuhnya pada Ayla. Matanya berbinar dengan seulas senyum yang tidak berusaha dia tutupi.
“PPL-nya bakal ngajar Fisika?”
Ayla mengangguk. “Tadi udah ada kelas yang dimasuki PPL. Mereka ngajar mulai minggu ini.”
“Kenapa nggak bilang, Ayla?! Tahu gitu gue ikut selebrasi tadi!”
Senyum Isya semakin melebar. Raut bahagia terlukis jelas di wajahnya. Dia bagaikan mendengar kabar paling bahagia yang pernah dia dengar.
Untuk siswa yang selalu tertekan saat diajar Pak Kuncoro, tentu saja Isya sangat bahagia mendengar Pak Kuncoro akan digantikan guru PPL untuk mengajar Fisika.
Terserah bagaimana pun nanti cara PPL itu mengajar, Isya akan sangat mensyukuri keberadaannya dan mengikuti pelajarannya sebaik mungkin. Apapun dia lakukan demi tidak diajar Pak Kuncoro.
Sebenarnya Isya tidak benci pada Pak Kuncoro, lebih tepatnya dia takut. Dia sampai trauma setiap bertemu dengan Pak Kuncoro karena apa yang sudah dia lakukan pada Isya selama semester ganjil kemarin.
Pak Kuncoro adalah guru yang tegas dengan cara mengajar yang keras. Dia menuntut semua siswanya mengerti apa yang dia ajarkan.
Jika ada siswa yang tidak mengerti, dia tidak segan-segan menghukumnya dengan cara yang terkadang mengguncang mental, seperti dipermalukan di depan seluruh siswa di kelas itu dengan kata-katanya yang menyakitkan atau disuruh berdiri di depan kelas dan menjadi pajangan layaknya contoh siswa paling bodoh.
(Flashback on)
Siswa 11 MIPA 6 yang tadinya berkeliaran dan bermain di seluruh penjuru kelas langsung kembali ke tempat duduknya masing-masing saat memasuki jam pelajaran Fisika. Mereka duduk tegak dengan anteng, tidak berani melakukan apapun selain bernapas hanya agar tidak di-notice Pak Kuncoro.
3 menit setelah bel pergantian jam berbunyi Pak Kuncoro memasuki kelas 11 MIPA 6. Isya akui, dia guru paling disiplin di sekolah ini. Bahkan pernah dia memasuki kelas sebelum bel pergantian jam pelajaran berbunyi.
Untung saja saat itu guru pengajar pelajaran sebelumnya sudah keluar kelas. Alasannya cukup mengagumkan, dia tidak pernah terlambat karena tidak ingin dicap sebagai guru yang memakan gaji buta dengan menyia-nyiakan waktu walau hanya beberapa menit.
Setelah menyuruh para siswanya membaca materi yang akan mereka bahas hari itu, Pak Kuncoro mulai menerangkan dengan membuat catatan di papan tulis. Dia juga mencatatkan rumus-rumus yang penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Ashar, Untuk Isya
Teen FictionBermula dari tasbih Ashar yang jatuh dan ditemukan oleh Isya, takdir mempertemukan mereka kembali dengan Ashar yang menjadi guru PPL di sekolah Isya. Tanpa Isya sadari, karena jasanya, Ashar menaruh perhatian lebih padanya. Isya dan dunianya yang be...