Awali pagi dengan berghibah. Seperti itulah yang selalu Ayla lakukan.
Jika biasanya dia duduk di depan kelas dan mengomentari siapa pun yang lewat di depannya, tapi kali ini tidak. Dia tetap duduk di bangkunya sejak berangkat tadi.
Katanya, buat berjaga-jaga kalau sewaktu-waktu Pak Kuncoro memasuki kelas karena pelajaran Fisika di hari Selasa berada di jam pertama.
Mantap kan? Pagi-pagi, mata masih sepet sudah dijejali rumus.
Walau Ayla yakin pelajaran Fisika akan diambil alih oleh guru PPL, tapi tidak ada salahnya berjaga-jaga karena Pak Kuncoro orang yang unpredictable.
Bisa saja dia tetap datang dan tetap mengajar untuk satu jam pertama, sedangkan satu jamnya lagi dia serahkan pada guru PPL seperti yang pernah terjadi saat kelas 10 dulu.
Untuk menambah keintiman dalam berghibah, Ayla dan Mala yang bangkunya berada di sisi kanan dan kiri Isya bergeser mendekat--membawa serta bangku mereka--ke bangku Isya.
Mereka memanfaatkan waktu yang tersisa sebaik mungkin untuk berghibah sebelum bel masuk berbunyi yang akan mempertemukan mereka dengan rumus-rumus.
“Lo tahu nggak yang mana guru PPL yang bakal ngajar kita Fisika?” tanya Ayla pada Mala.
Cewek berhijab itu mengangkat bahu. “Gue nggak tahu orangnya yang mana, cuma kata kelas sebelah gurunya cowok.”
Mata Ayla berbinar, bertolak belakang dengan Isya yang langsung lemas.
“Jangan-jangan dia versi lite-nya Pak Kuncoro?”
Isya menghembuskan nafas lalu menidurkan kepalanya di atas meja dengan berbantalkan lengannya.
Sejak diajar Pak Kuncoro, dalam bayangannya semua guru Fisika itu galak. Masih satu spesies dengan guru Matematika dan Kimia.
“Jangan menyamaratakan semua guru Fisika, Sya. Kalaupun dia galak, dia nggak bakal berani ngapa-ngapain kita. Orang dia cuma PPL,” ucap Ayla menenangkan.
“Iya, sih.”
Selama ini guru PPL yang pernah mengajar mereka memang tidak berani memberikan hukuman. Tugas mereka hanya memberikan materi dan latihan soal saja.
Untuk urusan nilai yang berada di bawah rata-rata mereka menyerahkannya pada guru pengajar.
“By the way, gue kemarin pas salat zuhur di masjid sekolah di-imamin sama PPL ganteng,” ucap Mala dengan mesem-mesem.
“Oh my babe! Kayaknya gue harus tobat deh, Sya. Mulai nanti gue bakal ikut Mala salat zuhur di masjid sekolah biar calon imam gue notice gue. Kalau gue ke kantin sama lo yang ada Pak Priya yang notice gue.”
Sekedar informasi, Pak Supriyanto atau yang biasa Ayla panggil dengan panggilan sayang “Pak Priya” adalah penjual bakso di kantin.
Saking seringnya mereka memesan bakso, Isya dan teman-temannya sampai dimasukkan Pak Priya ke list pelanggan tetap yang akan mendapat parsel berupa elemen bakso—yang tidak lain adalah pentol, tahu, dan siomay--saat lebaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Ashar, Untuk Isya
Novela JuvenilBermula dari tasbih Ashar yang jatuh dan ditemukan oleh Isya, takdir mempertemukan mereka kembali dengan Ashar yang menjadi guru PPL di sekolah Isya. Tanpa Isya sadari, karena jasanya, Ashar menaruh perhatian lebih padanya. Isya dan dunianya yang be...